webnovel

To Be Young and Broke

Teresa seorang gadis berusia 18 tahun berusaha membalaskan dendamnya pada seseorang yang amat menyayangi dirinya, ayahnya. Tetapi jalannya tidak mulus, diantara dendam dan ayahnya, Teresa dihadapi oleh seorang teman, sahabat dan mungkin cinta pertamanya, di sisi lain kehidupan bersama Bintang seorang duda berusia 17 tahun lebih tua dari dirinya dengan kondisi sekarat menjanjikan pembalasan dendam yang lebih mudah dan cepat untuk dipilihnya. Apa yang akan terjadi diantara mereka? Pertarungan antara cinta dan dendam, masa muda dan kematangan, kemapanan dan kehancuran.

StrawMarsm · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
26 Chs

11| To Be Young and Broke

Teresa membelalakan mata masih tidak percaya dengan gagasan gila Bintang, beberapa minggu yang lalu pria itu sama sekali tidak berminat dengannya, tapi kenapa pagi ini lelaki itu sangat-sangat menginginkannya?

Teresa memberengut di pangkuan Kaisar, Evan memijit dahinya yang mendadak pening, ini semua di luar skenario yang dirancangnya, hari ini Evan dan Bintang meluangkan hari mereka yang sibuk hanya untuk bertemu Kaisar dan memberi tahu bocah itu jika kakaknya yang hanya berbeda usia satu tahun dengannya akan menikah dengan anak seseorang yang telah dianggap sebagai kakek baik untuk Kaisar juga Teresa. Pernikahan itu awalnya akan ketika usia Teresa sudah menginjak 21 tahun, kemudian berubah karena Teresa sendiri yang meminta untuk menikah secepatnya, Bintang mengalah dan membuat kesepakatan untuk menikasi Teresa di usianya yang ke 19 tahun, kurang lebih dua bulan lagi dari hari ini, dan pagi ini gelombang kejutan menghantam Evan, calon menantunya ingin menikahi putri sulungnya sore ini. Evan tau jika Bintang bukanlah lelaki yang bergurau tentang pernikahan, pria itu tidak pernah bergurau tentang apapun.

"Bin, kamu serius" Tukas Evan tidak berhenti memijat keningnya

Bintang tidak menjawab dan tatapan matanya semakin tajam menatap Teresa

"Gimana kamu urus semuanya kalo kamu mau menikah sore ini juga?" "Lagi pula hukum di negara kita paru me-legalkan kalian untuk menikah jika Teresa sudah berumur 19 tahun, dia masih 18 Bin, masih di bawah umur untuk menikah" Tukas Evan berusaha menjelaskan bibit perkaranya

Bintang mengangguk, sejenak mengalihkan pandnagannya dari Teresa "Saya sudah memikirkan itu mas, kami menikah menurut agama dulu mas, ketika ulang tahun Teresa yang ke-19 saya akan mendaftarkan pernikahan kami secara legal mas" "Saya bisa memerintah anak buah saya untuk mengurus segalanya, sore ini pernikahan bisa diadakan" Tukas Bintang menatap pada Teresa dengan tajam

Gadis itu agak menghempaskan kepalanya ke dada Kaisar yang ada di belakangnya, kemudian gadi itu mendengus dan mengusap wajahnya kesal "Lu gila ya?"

Bintang tidak menggubris perkataan Teresa, pria itu menunjukan seringainya

Evan menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan berat, mengapa seakan semua orang membuat hidupnya menjadi sangat berat? Tidak bisakah kedua anaknya ini berdamai dengan takdir, berusaha memaafkan dan menerima semua masa lalu mereka, menjalankan dan mengusahakan masa depan yang lebih baik tanpa terlalu sering menoleh kebelakang? Tidak bisakah ia mendapatkan kehidupan normal yang biasa-biasa saja? Dimana ia dan anak-anaknya berkumpul dan tinggal di bawah satu atap, bersekolah dengan normal menjalin pertemanan dan cinta monyet dengan remaja lain yang seusia dengan latar belakang yang sama baiknya dengan mereka? "Kenapa sih, kita agak bisa hidup normal aja?" Geraman tertahan Evan

"Bintang, mas keberatan dengan gagasan kamu" Evan menatap Bintang dengan tajam

Bintang membalas tatapan mata itu "Kenapa mas?" Ada nada tidak suka di suara Bintang

Evan menghembuskan nafas dengan kernyitan di dahinya "Bintang, mas gak tau apa yang kamu fikirkan sampe kamu mau menikahi Teresa sore ini, ini gak masuk akal Tang, meskipun kamu bisa mengurus semuanya dan mungkin saja sore ini pernikahan itu bisa digelar, kamu menikah memang dengan Teresa, tapi Teresa itu anak saya. Saya masih memiliki hak penuh atas dia, dia masih di bawah tanggungan saya, dia punya keluarga. Saya mau di hari pernikahan dia, semua anggota kami menyaksikan dengan bahagia, menikah sore ini, hah?" Evan tertawa meledek "Ayah kamu masih di sebrang samudra, istri saya akan syok setengah mati kalau dapat kabar Teresa akan menikah sore ini, itu ide yang gak masuk akal Tang" Tukas Evan tidak menahan emosi yang mulai meluap

Melihat reaksi Evan yang seperti akan meledak, Teresa menaikan salah satu sudut bibirnya, gadis itu memiliki keputusan yang lain lagi

"Oke, kita nikah sore ini" Tukas gadis itu berubah 180 derajat

Evan memejamkan matanya, bahunya turun dan nafasnya berat "TERESA" Bentak Evan

Gadis itu melonjak tersentak dengan bentakan ayahnya, gadis itu menatap tajam pada ayahnya, Kaisar ikut tersentak bersama Teresa, denyut jantung pria itu menggila, kenangan yang sangat ingin ia lupakan meluap, lelaki itu memegang dadanya. Bintang menatap tajam mata Evan, tidak merasa takut sedikitpun "Mas tidak punya alasan lagi, Teresa sudah setuju" Tukas lelaki itu

Evan menatap Bintang tajam "Saya masih ayah dari gadis yang hendak kamu nikahi. Saya berhak, hak saya penuh atas anak saya" Balas lelaki itu

Keringat dingin mulai memenuhi pelipis Kaisar, wajah lelaki itu pucat dan agak gemetar, Teresa menyadari sesuatu sedang terjadi pada adiknya, Teresa berbalik dengan sorot mata lembut menempelkan dahinya dengan dahi adiknya "Is okey Kai" Tukas gadis itu menatap mata adiknya yang tidak fokus sambil tangannya ikut menggengam tangan adiknya yang berada di depan dada lelaki itu

Teresa memeluk tubuh Kaisar yang bergetar, gadis itu mengusap-usap punggung adiknya, berusaha menenangkan, jika bisa Teresa ingin mengambil semua trauma yang ada pada adiknya, Teresa kembali menatapa mata adiknya denan tatapan lembut "Lu kuat Kai, lebih kuat dari gue, lu bisa lewatin semua rasa takut lu" Teresa memegang kedua bahu Kaisar dan berkata demikian tanpa ada keraguan sedikitpun terhadap adiknya

Teresa berdiri mengajak adiknya untuk masuk ke dalam bungalow, untuk beberapa saat mereka berada di dalam, kemudian Kaisar memilih untuk tetap berada di kamarnya dan Teresa kembali menemui ayahnya dan calon suaminya, gadis itu duduk di bangku Kaisar, matanya menatap remeh ayahnya

"Hidup normal?" Seringai muncul pada wajah gadis itu "Siapa yang buat kita semua kayak gini? Papa gak pernah berubah, papa tetep monster buat aku dan Kaisar"

Evan memejamkan matanya, hatinya perih, wajahnya pias, lelaki itu merasakan kesedihannya tertahan di tenggorokannya "Baik, saya menyerah, kamu urus hidup kamu sendiri mulai sekarang" Tukas lelaki itu dengan suara serak

Seringai muncul pada wajah Teresa "Memang selama ini kayak gitu, dan sudah seharusnya seperti itu"

Pertemuan yang seharusnya menyenangkan, berubah menjadi satu lagi kenangan yang akan setengah mati berusaha dilupakan oleh Kaisar, Teresa dan Evan sekali lagi

Evan bangkit dari duduknya "Saya tidak akan menghadiri pernikahan kamu dan silahkan angkat kaki kamu setelah ini dari rumah saya" Tukasnya berbalik dan berjalan meninggalkan Bintang dan Teresa menuju ke mobilnya tanpa meninggalkan sepatah katapun pada Kaisar

"Memang itu yang aku harapkan" Saut Teresa cukup kencang hingga Evan bisa mendengarnya, lelaki itu menjatuhkan setetes air mata, mungkin ini adalah dosa seumur hidup yang harus ia tanggung akan perbuatan-perbuatannya yang terlebih dahulu, konsekuensinya atas keputusannya menanggung dosa mantan istrinya

Teresa dan Bintang benar-benar menikah sore itu, pernikahan yang didasari keegoisan dan pembalasan dendam, tanpa cinta, tanpa keluarga dan tanpa suka cita. Kaisar tidak hadir pada pernikahan itu, tidak juga Evan dan Adam. Hanya beberapa orang-orangnya Bintang, Talita, Hani dan orang-orang yang mengatur pernikahan itu

Talita menangis haru dan sedih pada saat bersamaan, Teresa dan Bintang hanya bersikap datar, mereka tersenyum pada orang-orang yang menyelamati mereka, berdiri berdampingan dan mengabadikan beberapa foto dengan senyuman pura-pura mereka

Perikahan itu sangat sederhana, hanya ada upacara pernikahan dengan makanan katering dadakan, seperti sebuah perta taman kecil, yang tidak bahagia dan penuh pura-pura, hanya Hani satu-satunya manusia di tempat itu yang benar-benar bahagia, gadis itu seperti tidak pernah kehabisan tenaga, dia berlari-lari di halaman belakang rumah besar Bintang yang menjadi tempat upaca pernikahan, gadis itu berlari sambil terus tertawa-tawa dan bercengkrama dengan siapapun yang berpapasan dengannya, Teresa menatap Hani dengan sebuah senyuman tulus di bibirnya, ia berharap Hani tidak akan pernah mengalami apa yang ia dan Kaisar alami saat seumuran dengannya, Teresa bersyukur Hani tidak mengalami itu semua hingga saat ini

"Kakak" Gadis itu berseru sambil berlari ke arah Teresa dan memeluk tubuhnya, Hani hanya sepinggang Teresa

Teresa membungkuk menyamakan tingginya dengan gadis kecil it, balas memeluknya "Kenapa sayang?" Tanya Teresa pada Hani

Bintang berada tidak jauh dari Teresa, diam-diam memerhatikan istrinya dan adik iparnya bercengkrama

Teresa menggendong adiknya itu dan mengecup pipi gadis kecil itu

"Kakak cantik banget hari ini" Tukas gadis kecilitu kepada Teresa

Teresa terseyum sambil mencium lagi adiknya itu "Hani juga cantik banget hari ini, kakak kalah cantiknya sama Hani" Tukas Teresa sambil mengadu hidungnya pada hidung gadis kecil yang ada di gendongannya itu

"Kakak, abis acara ini kakak pulangkan sama aku?" Tanya gadis kecil itu dengan tatapan matanya yang besar, polos dan tak terelakan

Teresa menghembuskan nafasnya tanpa sadar, sebenarnya ia tidak yakin, ia tidak tau apa yang akan ia lakukan setelah acara pernikahan ini, Bintang tidak berkata apa-apa selain sibuk menelfon semua orang untuk mengatur pernikahan ini, Teresa sendiri tidak terfikirkan untuk bertanya pada Bintang perihal kelanjutan langkah mereka setelah mereka menikah, namun sejenak terlintas wajah ayahnya di tengah fikiran Teresa dengan mantap ia berkata "Setelah acara ini kakak tinggalnya di sini sama Mas Bintang" Tukas Teresa pada Hani

Gadis kecil itu merengut tidak menyembunyikan rasa kecewanya "Kenapa?" Tanya gadis kecil itu

Teresa kembali menatap Hani dengan lembut "Karena kakak sudah menikah sama Mas Bintang" Tukas Teresa berusaha menjelaskan

Wajah Hani semakin cemberut tidak senang "Terus kakak gak akan pulang lagi sama Hani?"

Teresa untuk sesaat ingin mengatakan 'ya' tapi gadis itu masih jauh dari kata tega untuk mengecewakan adiknya lebih jauh lagi, Teresa menggeleng "Ngga kok sayang, kakak bisa main sering-sering ke rumah Hani" Tukasnya pada Hani

Gadis kecil itu kembali tersenyum "Kakak mau Hani kasih tau rahasia ga?"

Kening Teresa berkerut sejenak sebelum gadis itu mengangguk "Apa?"

"Kaka mirip banget sama papa" Tukas gadis kecil itu membuat kerutan di kening Teresa semakin dalam "Kakak sama papa suka buka jendela kamar malem-malem dan liat ke langit"

Teresa memewang wajah terkejut sekaligus waspada "Kok kamu tau?"

Gadis kecil itu tersenyum dan menagkup wajah kakaknya dengan kedua tangan kecilnya "Hani liat" "Hani bilang ke mama, mama bilang ini rahasia, shhht" Tukas gadis kecil itu sambil sekali lagi menaruh jadi telunjuknya di depan bibirnya

"Papa bilang ini rahasia kak, shhht" Tukas gadis kecil itu seraya menaruh jari telunjuknya di depan bibirnya

Teresa tersenyum pada gadis kecil di gendongannya "Kenapa kamu kasih tau kakak rahasianya?"

Gadis itu mencium Teresa di bibir "Kakak nangis kan waktu liat ke langit, Hani mau kakak jangan sedih lagi" Gadis kecil itu memeluk Teresa dengan tubuh mungilnya yang masih berada di gendongan Teresa "Hani sayang banget sama kakak"

Teresa terenyuh,gadis itu membalas pelukan adiknya dengan erat, kata-kata yang sama yang ia ucapkan untuk Kaisar diucapkan Hani untuknya, Hani tau, anak ini tau jika ada sesuatu yang terjadi pada keluarganya, pada dirinya dan ayahnya, hanya saja ia belum cukup besar untuk mengerti apa yang sedang terjadi "Kakak juga sayang banget sama Hani" Bisik Teresa "Kakak gak nangis kok waktu itu, mata kakak kena debu" Teresa berbohong

Pukul 12 malam dan acara baru saja selesai, semua orang sudah pulang dan semua pegawai telah merapikan sisa kekacauan pesta kecil itu, Teresa tidak begitu mengingat rangakaian yang terjadi pada acara itu, hanya begitu saja semuanya terjadi, ia bangun di ranjang Kaisar pada pagi hari dan menikah di sore hari, ia berdiri dan tersenyum pura-pura tertawa dan bahagia dan ia tidak terlalu mengingat sisanya, yang ia ingat dengan jelas untuk malam ini adalah percakapannya dengan Hani, gadis itu mengetahui kebobrokan dalam keluarganya, hanya masalah waktu sebelum gadis kecil itu benar-benar mengerti apa yang terjadi pada ayahnya dan kedua kakaknya

Teresa bersandar pada tembok di belakangnya, gadis itu ada di balkon lantai dua yang cukup besar dengan peralatan bbq yang sepertinya sudah lama tidak digunakan. Gadis menyesap rokoknya lagi, menghembuskan asap pekat ke udara malam yang lumayan dingin dan berangin malam itu, gadis itu bahkan masih mengenakan gaun pernikahan dadakannya dengan punggung dan bahu yang terbuka, sudah berbatang-batang rokok yang dihabiskan gadis itu tapi nikotin dosis rendah yang ada di rokok itu belum mampu menenangkan saraf-saraf tegan yang ada di otaknya. Gadis itu kembali mengkebuskan asap ke udara, gadis itu telah sukses menghancurkan hidupnya sendiri

Gadis itu menatap langit di atasnya, langitnya berawan, bintang malam itu terlihat redup dari bawah sini

"Nyoya Teresa" Seseorang berseru dari belakangnya membuat Teresa terbatuk-batuk karen atersedak asap rokoknya

Dengan kesal gadis itu menolah dan mendapati seorang wanita paruh baya berpakaian seperti manager restoran cepat saji, mungkin seusia Bi Yun dengan terengah-engah menghampirinya

"Jangan pangil nyonya" Protes Teresa mencoba bernada tidak kurang ajar

"Ibu" Tukasnya sambil berusaha meraih udara yang seakan-akan terbatas untuk memenuhi paru-parunya

Teresa menjulingkan matanya "Panggil Teresa aja" "Kenapa mba?"

"Itu" "Pak Bintang, panas nyonya, ibu, eh Teresa" Tukas wanita itu dengan berbelit dan terburu-buru

Teresa menjatuhkan putung rokoknya yang masih berpendar begitu saja di balkon itu dan berlari tak tentu arah mendahului wanita paruh baya itu berusaha menemukan Bintang, Teresa menuruni tangga mengikuti instingnya yang selalu meleset mencoba menemukan keberadaan Bintang, belum sampai wanita itu menuruni satu anak tangga, wanita paruh baya itu berhasil menyusulnya dan menarik lengan Teresa

"Lantai 4 Teresa, pakai lift saja" Tukasnya menyeret Teresa

Wanita paruh baya itu menyeret Teresa hingga sampai kepada sebuah pintu yang begitu saja dibuka oleh Teresa tanpa bertanya dan berkat apapun pada wanita paruh baya itu, Teresa mendapati kamar yang di dominasi warna hitam itu bercaya redup, aroma farfum Bintang menguar dari segala penjuru ruangan itu, seluruh jendela kamar itu terbuka dan angin yang cukup kencang menerbangkan gorden-gorden yang menggantung itu, Teresa mendapati Bintang sedang merintih di ranjangnya, lelaki itu masih menggunakan tuxedonya dan sepatu pada kakinya, peluh membasahi wajahnya, pria itu memegangu perutnya, terlihat setengah mati menahan rasa sakit

"OM" Tukas Teresa setengah berteriak berlari menghampiri pria itu

Gadis itu mengelap peluh di kening Bintang dengan kedua tangannya, jelas sekali kepanikan pada wajah gadis itu. Teresa melepaskan sepatu, kaos kaki, jas dan dari Bintang, juga ikat pinggang pria itu karena Teresa menyadari perut lelaki itu seperti terpompa dan mendadak membesar, untuk sejenak gadis itu benar-benar panik dan tidak tau apa yang harus di lakukannya, kemudian seorang lelaki berkaca mata dengan wanita paru baya tadi menghampirinya dan si lelaki berkaca mata itu l segera memeriksa Bintang

"Dia kenapa?" Todong Teresa ketika dokter itu selesai memeriksa Bintang, bahkan belum sempat meraih tasnya untuk mengambil sesuatu alat medisnya

"Bintang kelelahan" Tukas pria itu

Dokter itu segera menangani Bintang tanpa banyak bicara dan Teresa maupun wanita paruh baya yang ada di sampingnya juga tidak berminat menggangu upaya pria itu menyelamatkan Bintang

Sekitar satu jam berlalu sebelum pria berkaca mata itu benar-benar selesai dengan semua penangan medisnya untuk Bintang, wanita paruh baya itu mengarahkan lelaki itu untuk keluar ruangan, namun Teresa menahannya dan berupaya agar lelaki itu duduk di sofa yang berada di kamar Bintang dan meminta tolong wanita paruh baya itu untuk membuatkan secangkir teh untuk dokter itu

"Gimana kondisi Bintang?" Tanya Teresa langsung pada pokoknya

Lelaki berkaca mata dengan rambut wajah yang seperti dibiarkan selama seminggu itu memerhatikan Teresa dari ujung kaki hingga ujung kepala gadis itu, jelas wajah lelaki itu berkerut-kerut dan mencoba menebak siapa wanita di hadapannya ini "Maaf sebelumnya Anda siapa?" Tanya pria itu akhirnya tidak dapat menebak siapa Teresa dan apa hubungan gadis itu dengan Bintang

"Teresa" Saut gadis itu cepat

Pria berkaca mata itu menghembuskan nafas "Apa hubungan kamu dengan Bintang?" "Kamu adiknya? atau keponakannya?"

Teresa hanya mengangguk "Ya" jawabnya singkat tidak mau menjelaskan hubungannya dengan Binta

"Jadi gimana kondisi Bintang? Bapak dokternya kan?" Teresa mengulang pertanyaannya dan berusaha memastiktikan pria yang ada di hadapannya ini memang dokter Bintang

Pria itu mengangguk "Ya, saya Julius" "Panggil saya Julius saja" "Bintang, dia kelelahan, kondisi hatinya tidak begitu baik dan dia terus-menerus kabur dari rumah sakit dan menghindari perawatannya" Julius menghembuskan nafas smbil membuang pandangan "tolong jaga kakak kamu, bujuk dia untuk mau sembuh" Tukas lelaki itu lagi sambil bangkit dari duduknya dan menjulurkan tangan pada Teresa, Teresa menerima jabat tangan itu kemudia pria itu tersenyum singkat dan meninggalkannya berpapasan dengan wanita paruh baya tadi yang membawa sepoci teh dan dua cangkir pada baki yang ia pegang

Teresa duduk berhadapan dengan wanita paruh baya itu di tempat yang sama yang sebelumnya ditempati Julius, untuk beberapa saat ada suasana canggung diantara mereka, wanita setengah baya itu akhirnya menunduk formal sebentar dan memperkenalkan diri "Saya Farida, kepala pengurus rumah tangga di rumah ini" "Ibu bisa panggil saya Ida"

Teresa tersenyum, lelah jelas tampak di wajahnya "Panggil Teresa aja" "Kalo aku panggil Ibu Ida boleh ga?" Tanya gadis itu seraya meneguk banyak-banyak teh hangat yang tadi dibawakan Ibu Ida

Wanita paruh baya itu mengangguk "Boleh Teresa" Sautnya

"Ibu gimana bisa tau Om Bintang sakit tadi?" Tanya gadis kemudian kembali menyesap tehnya dengan rakus

Bu Ida menghembuskan nafas berat "Saya sudah melihat Bintang terus memegangi perutnya saat tamu-tamu kalian berpamitan, saya mengetahui hal ini akan terjadi" Tukas wanita paruh baya itu

Teresa memandang ke arah Bintang yang sudah pulas di ranjangnya karena pengaruh obat yang mengalir di dalam infusnya "Om Bintang sering seperti ini bu?" Gadis itu tidak melepaskan tatapannya dari Bintang

Ibu Ida mengangguk "Beberapa kali dalam sebulan" "Bintang keras kepala dan sering kali begitu saja meninggalkan perawatannya di rumah sakit, ia selalu sibuk dengan pekerjaannya, semua orang tau ia bekerja kembali di kantornya. Tidak ada yang bisa menghalanginya, Pak Adam sudah semakin memburuk dengan kesehatannya, dan Bintang sudah lama tidak mendengarkan Evan" Wanita itu menghembuskan nafas berat lagi "Bintang itu sudah seperti anak saya sendiri, dia lebih banyak menghabiskan waktu dengan saya dibanding dengan siapapun sejak ia masih kecil" Wanita itu menatap Teresa dnegan tatapan memohon "Teresa, tolong saya, tolong jaga Bintang, bangkitkan semangat hidupnya, dia sudah banyak menderita sejak kelahirannya, tolong jangan sakiti dia lagi" Tukas wanita itu kemudian bangkit dan menundukkan kepala sedikit seraya memberi hormat dan melangkah keluar kamar

Sepeninggaan Bu Ida, Teresa menghebuskan nafas panjang dan sedikit memijat pelipisnya, gadis itu melangkah menuju jendela kaca yang terbuka, menyibakan gorden yang sedari tadi beterbangan, langit malam itu mendung dan rintikan hujan sudah turun membasahi deretan pepohonan hijau yang menghampar di depannya, mungkin inilah pemandnagan yang disaksikan Bintang setiap kali ia melihat ke luar jendela kaca itu, jendela kaca itu tidak bertralis dan menyuguhkan pemandangan taman belakang tempat upacara pernikahan mereka sore tadi dilaksanakan. Teresa memejamkan mata dan membiarkan angin menghepas wajahnya, ia menatap langit, masalahnya tidak ada apa-apanya dengan beban dan dosa yang ada di dunia ini. Tapi mengapa beban kecil itu terasa begitu menyesakan dadanya yang penuh dengan udara kehidupan dan asap rokok? Ini baru malam pertama dirinya menikah dengan Bintang dan semua orang meminta dirinya untuk menjaga Bintang, mencoba memberi pria itu semangat hidup di saat dirinya sendiri berencana membunuh diri bersama sejuta dendam di kepala dan hatinya, ini baru malam pertama dan pria itu kembali sekarat.

Teresa kembali menghembuskan nafasnya dalam-dalam, mungkin saja ini akan menjadi pernikahan yang singkat, gadis itu bersandar pada salah satu sisi jendela mulai mempertanyakan segala keputusan tanpa fikir panjang yang telah ia ambil, apakan semuanya tepat? Gadis itu menggeleng, ini adalah upaya bunuh diri, gadis itu melirik pada jam besar yang menempel di dinding, sudah jam 3 pagi. Roy mungkin sudah tiba di sebrang samudra sana dan menjaani pengobatan yang terbaik, Kakek Adam sedang di opname, tetapi beberapa orangnya telah mengirimi karangan bunga yang sangat besar dan banyak sekali hadiah yang belum dibuka oleh Teresa. Kaisar mengiriminya sebuket bunga dan ucapan selamat serta permintaan maaf jika ia tidak bisa menghadiri pernikahan itu, lelaki itu juga menelfonenya sore tadi setelah upaca pernikahan, dan satu fakta kembali ia dapatkan, adiknya mempunyai trauma akan pernikahan. Sementara ayahnya, sama sekali tidak ada kabar, gadis itu senang tapi ada seberkas rasa bersalah yang bersarang di hatinya bersama dendamnya

Gadis itu kembali melangkah mendekati Bintang yang tertidur pulas. Gadis itu bertanya-tanya, apa yang telah dilalui pria itu seumur hidupnya? Perselingkuhan, penghianatan, kebohongan? Gadis itu mengelus wajah lelaki yang tertidur dengan damai itu, merapikan rambut-rambut yang ada di keningnya dan mengucapkan selamat tidur dengan bisikan lembut di telinga pria itu

To Be Continue 28-09-20