Tong Juan mencondongkan tubuhnya ke arah mobil Rolls-Royce tersebut. Dia tampak berusaha untuk melihat siapa yang ada di dalam mobil. Namun beberapa pengawal berbadan tinggi besar segera menghalangi pandangannya dan berkata dengan suara yang terdengar kurang bersahabat, "Mohon untuk mundur lima meter. Orang-orang yang berada di dalam mobil bukanlah orang yang dapat sembarangan Anda intip."
"Memang apa hebatnya? Apakah jalanan ini adalah tanah milik kalian?" sahut Tong juan dengan wajah yang menantang. Dia terlihat sangat kesal diperlakukan seperti itu di hadapan orang banyak, terlebih lagi di hadapan kakak tirinya, Tong Lu. "Memangnya kalian itu siapa? Tong Lu adalah kakakku. Kalian memintanya untuk naik ke mobil memangnya mau membawanya ke mana? Asal kalian tahu saja ya, dia ini adalah janda beranak satu yang ditinggal mati oleh suaminya. Tahu tidak?"
"Tong Juan, jaga bicaramu!" bentak Shi Yang sambil mengerutkan keningnya menatap gadis yang ada di sampingnya itu dengan tajam.
"Shi Yang, aku seperti ini kan karena memikirkan kakak perempuanku. Kamu kan juga sudah tahu kalau kakakku ini dapat melakukan apa saja demi uang. Waktu itu juga dia menikahi mendiang suaminya itu kan demi uang. Bagaimana jika malam ini dia lagi-lagi berbuat yang tidak-tidak demi mendapatkan uang?" tutur Tong Juan yang kali ini menatap Shi Yang dengan wajah prihatin yang sangat jelas hanya dibuat-buat olehnya saja.
"Tong Juan, lebih baik kamu tutup mulutmu itu!" kata Tong Lu dengan dingin.
Shi Yang balas menatap Tong Juan dengan ekspresi yang juga tidak kalah dingin dan berkata, "Waktu itu dia mengambil keputusan seperti itu kan demi membiayai neneknya yang sedang sakit. Kalau saja waktu itu ayahmu mau turun tangan membantunya, dia pasti tidak akan mengambil langkah yang satu itu." Dia membela Tong Lu dengan sepenuh hati.
Mendengar perkataan kekasihnya itu, mata Tong Juan tiba-tiba memerah. "Shi Yang, apa maksudmu? Apakah kamu masih menaruh rasa pada saudara perempuanku? Apa kamu kira ayahku masih harus bertanggung jawab atas penyakit dari ibu seorang wanita simpanan?" ucapnya dengan nada yang meninggi.
"Tidak ada," jawab Shi Yang sambil melirik deretan mobil mewah yang menanti untuk menjemput Tong Lu. Entah kenapa hatinya terasa sedih dan terluka. "Lupakan saja. Tunggu di sini. Aku akan mengambil mobil dan membawanya kemari,"ujarnya lagi, lalu berlalu pergi.
Tong Juan tampak menghentakkan kakinya dengan kesal. Matanya memandang ke arah deretan mobil Rolls Royce yang terparkir manis di hadapannya. Saat itu juga dia menyadari bahwa mobil BMW sama sekali bukanlah sesuatu yang layak untuk disandingkan dengan mobil-mobil mewah tersebut. Matanya kini tampak kembali memandang ke arah Tong Lu dengan penuh kebencian dan iri hati yang mendalam.
"Kak, atau jangan-jangan kamu sekarang berprofesi sebagai wanita malam? Atau kamu sekarang menjadi istri simpanan dari seorang pria kaya di luar sana? Ternyata menjadi istri simpanan dapat diwariskan turun temurun juga ya? Kamu ternyata memang terbukti adalah darah daging ibumu," kata Tong Juan dengan sinis.
Mendengar perkataan Tong Juan barusan, Tong Lu tidak lagi dapat menahan diri untuk tetap mendiamkan adik tirinya itu. Matanya menatap tajam ke arahnya, lalu berkata dengan tidak kalah sinis, "Tong Juan, apa sudah selesai bicaranya? Ibu siapa yang sebenarnya merupakan wanita simpan? Orang lain memang tidak tahu akan hal itu, namun apa kamu juga masih saja tidak memahami kebenarannya?"
Waktu itu ibunya masih di bawah umur ketika bersama dengan ayahnya. Karena belum cukup umur, keduanya tidak dapat menikah secara resmi sehingga tidak memiliki akta nikah seperti suami istri lainnya. Namun, kemudian ayahnya diterima sebagai pegawai sipil dan bertemu dengan ibu tirinya itu. Keduanya kemudian menikah secara resmi dan memiliki akta nikah. Kemudian ibu tirinya itu menyebarkan cerita, memutarbalikkan fakta di luaran sana, jika ibunya lah yang merupakan wanita simpanan. Ditambah lagi, ibu tirinya itu dengan sengaja mengurangi umurnya setahun lebih muda dari umur aslinya dan membuatnya seolah-olah merupakan anak haram dari istri simpanan ayahnya.
Tong Juan merasa tidak terima mendengar ucapan Tong Lu barusan. Dilayangkannya tangannya kuat-kuat pada wajah kakak tirinya.
Plak!
Sebuah tamparan yang sangat keras mendarat mentah-mentah pada wajah Tong Lu yang sama sekali tidak siap dan tidak menyangka akan menerima perlakuan seperti itu. Tamparan itu sontak meninggalkan sebuah bekas merah yang sangat kontras dengan kulit putihnya, membuat seluruh orang yang berada di tempat itu terkejut dan menatap keduanya. Sebuah luka gores dari cincin di jari tengah Tong Juan yang sangat tajam terlihat menghiasi wajahnya. Kejadian yang tidak terduga itu membuat para pengawal yang berada di sekitar keduanya tidak sempat untuk menghalanginya sampai terjadi.
Leng Yejin yang sedari tadi duduk manis di dalam mobil menyadari apa yang terjadi di luar. Ekspresi wajahnya tampak langsung berubah seketika. Baru saja ketika dia hendak keluar dari mobil, Tong Lu sudah terlebih dahulu masuk ke dalam mobil dan mendesak dirinya agar segera memerintahkan sopir untuk segera meninggalkan tempat itu. Tampaknya dia tidak ingin menjadi tontonan di depan banyak orang seperti itu.
Leng Yejin meraih dagu Tong Lu dan mengangkat wajahnya menghadapnya. Di wajah mungil itu, dilihatnya sebuah bekas luka merah, matanya pun langsung tampak berkobar dengan api amarah yang membakar hatinya. Bagaimana mungkin ada orang yang berani melukainya di hadapanku? Gumamnya dalam hati dengan penuh emosi.
"Sekretaris Yu, gandakan luka di wajah wanita itu berkali-kali lipat," perintah Leng Yejin pada Sekretaris Yu masih dengan mata yang memandang lurus ke arah luka di wajah Tong Lu.
"Lupakan saja," balas Tong Lu. Dia hanya ingin segera pergi dari tempat itu saat ini. Dia sama sekali tidak ingin berurusan lagi dengan adik tirinya itu dan juga tidak ingin membuat keributan lebih lagi.
"Apa katamu? Lupakan? Apa menurutmu aku akan membiarkan orang melukai ibu dari anakku dengan begitu saja?" tutur Leng Yejin yang terdengar dingin.
Mendengar perkataan Leng Yejin, Tong Lu terdiam seribu bahasa dan jantungnya berdebar kencang. Entah mengapa kalimat pria itu terdengar begitu ambigu pada telinganya dan membuatnya berpikir yang tidak-tidak tanpa dia sadari.