Kepala sekolah tertawa melihat aksi murid-muridnya. Lalu berkata lagi "Dari 289 murid kelas tiga yang lulus hanya...dua..ratus..delapan puluh....sembilan.."
Para murid berteriak sekencang-kencang nya. Kepala sekolah tertawa lebar "Iya benar, kalian lulus seratus persen. Bapak bangga kalian semua bisa lulus tanpa harus ada yang mengulang"
Bapak sudah bosan dan tidak mau di temani kalian lagi. Para siswa serentak tertawa Dinda melihat hasil di tangan nya dengan gembira. Nilainya tidak mengecewakan matanya berkaca-kaca karena lega. Semua siswa saling memberi selamat ia melihat Bara di peluk oleh jihan.
Dinda terdiam kini hanya tinggal pesta perpisahan yang menanti Dinda mengeluarkan handphone nya dan menelpon mama.
"Selamat sayang," Kata mama dengan gembira di telepon. "Kita makan malam diluar malam ini untuk merayakan kelulusanmu"
"Baiklah" Dinda menyetujuinya setelah berbicara beberapa saat ia memutuskan sambungan telepon.
Bara mendapat ucapan selamat dari para guru setelah itu, karena nilai ujiannya adalah yang tertinggi dari semua murid. Dinda melihat itu semua sambil tersenyum.
Di samping Bara, Jihan tersenyum bangga Dinda kembali ke kelasnya. Tangannya mengelus ringan meja tempat bara berada. "Selamat, Bara" Katanya. Ia tahu sampai kapanpun ia takkan bisa memasuki dunia sekeliling Bara yang berbeda jauh dari duniannya.
Dinda merapikan tas lalu berjalan pulang menuju halte bus.
" Terima kasih Ma" Kata Dinda gembira melihat hadiah kelulusan dari mama mereka sedang makan malam di restoran seafood.
Dinda mengenakan jam tangan berwarna perak pemberian mama. "Seharusnya mama tidak usah boros membeli jam semahal ini" Mama tersenyum. "Tidak apa-apa mama benar-benar bangga padamu. Mama tahu betapa kerasnya kau berusaha untuk lulus."
"Aku akan selalu menjaga jam ini " Kata Dinda sambil memandang mama lembut "Jadi, Kapan petugas pengangkut barang akan datang?"
Mama mengambil minumannya dan meneguknya kemudian menjawab "Mungkin besok, kau sudah membereskan barang-barangmu ke dalam kardus ?"
"Sebagian sudah " Kata dinda " Tinggal sisa buku-buku sekolah, aku bisa melakukannya malam ini."
"Kau bisa menyelesaikan nya besok kalau kau kecapekan" Saran mama "Aku tidak capek kok rasanya tenagaku berlipat ganda setelah makan" Canda Dinda.
"Kau sudah memutuskan mau masuk jurusan apa?" Tanya mama serius.
Dinda menghela napas. "Aku belum tahu, ma"
"Kalau mama boleh tahu " Kata mama sabar "Sebenarnya apa yang paling kau sukai di dunia ini ?"
Dinda langsung menjawab "Bersama-sama dengan mama."
Mama tertawa ." Selain itu apa lagi?"
"Hm.....Aku suka memasak...mungkin...,"Jawab Dinda.
"Kenapa kau tidak coba ambil jurusan masak saja," Usul mama.
"Aku masih belum yakin ma" Kata Dinda ragu-ragu.
"Kau tidak harus memutuskannya sekarang" Kata mama penuh pengertian. "Kau akan tahu saatnya nanti, sekarang...bagaimana dengan persoalan hatimu? kau sudah menyelesaikan?"
Dinda berpikir keras "Aku tidak tahu, ma.Tapi beberapa hari lagi semuanya akan berakhir. Aku tidak akan bertemu dengannya lagi dan aku akan berusaha...Melupakannya."
"Cinta pertama memang susah dilupakan" Kata mama mengangguk bijak "Hanya waktu yang akan membantumu melupakannya kau pernah mengatakan padanya bahwa kau menyukainya.
Dinda menggeleng."Tidak pernah."
"Mungkin seharusnya kau memberitahukannya, setelah itu kau bisa meneruskan hidupmu dan mendapat cinta yang baru suatu hari nanti." Mama menyentuh lengan putrinya perlahan.
"Kau butuh sebuah penyelesaian."
"Ya, aku tahu" Dinda menatap mata mama dengan sedih. "Hanya saja aku tidak ingin semuanya berakhir."
Yang harus kau ingat "Kata mama menguatkan hati anaknya "Kau harus jujur pada dirimu sendiri katakan padanya bagaimana perasaanmu."
"Aku akan mencoba nya" tekad Dinda.
Malam harinya Dinda, mengepak bekas buku-buku sekolahnya. Saat memasukkan buku terakhir, Dinda melihat amplop besar berwarna cokelat dimejanya. Dinda membuka amplop tersebut dan mengeluarkan gambar-gambar rancangan perhiasaan Bara.
Dinda menyusun satu demi satu gambar-gambar itu dan memandangnya.(mungkin sebaiknya kukembalikan pada batra) Katanya dalam hati.
Dinda menumpuk gambar-gambar itu, lalu memasukkannya kembali ke amplop cokelat. Ia akan mengembalikannya di acara wisuda nanti.
Esok harinya, Dinda bangun pukul 05.30 ia mandi kemudian memasak nasi. Hari ini hari pesta kelulusan di pantai karena Dinda hanya perlu pergi sore hari untuk berkumpul di sekolah, ia memanfaatkan waktu paginya untuk mengemas barang-barang lain yang masih teronggok di ruang tamu.
Suara kertas di lempar menghentikan aktifitas Dinda. Ia menengok ke halaman depan ternyata kiriman koran pagi. Dinda mengambil koran tersebut dan membaca berita utama sekilas, lalu membaca berita-berita lainnya. Di halaman tengah, tatapannya berhenti. Di situ tertulis bahwa Julien Bardeux, ahli perhiasan terkenal akan mengadakan pameran selama dua hari, Hari ini dan besok. Ia penasaran apakah Bara membaca berita ini setidaknya, Bara bisa menghadiri pameran perhiasan ini.
Sekitar pukul 14.30, Dinda sudah sampai di sekolah. Seperti biasa, bus-bus sudah terparkir di area sekolah. Kali ini para guru membebaskan murid-murid duduk di bus yang mana saja.
Dinda melihat Bara dan Jihan memasuki bus pertama. Ia memutuskan untuk memasuki bus terakhir. Seperti biasa,ia menempati tempat duduk paling belakang.
Dua jam kemudian, bus sudah sampai di pantai. Sekolah sudah menyewa gedung pertemuan untuk dijadikan pusat acara perpisahan.
Didalam gedung tersebut terdapat live music, makanan prasmanan, dan pantai. Dinda melihat Jihan menarik Bara ke lantai dansa.
Dinda memilih untuk mengambil makanan dan duduk di pojokan.
Malam itu, Bara dan Jihan terpilih sebagai pasangan terbaik di sekolah mereka. Dinda bertepuk tangan saat mereka dihadiahi sepasang mahkota.(Mereka memang cocok satu sama lain) Dinda mengakui dalam hati. Perlahan-lahan langkahnya menuju keluar gedung.
Sebagian murid lain mempersiapkan acara api unggun di pinggir pantai. Dinda berjalan di sepanjang pantai kemudian berhenti. Matanya memandangi luasnya lautan mungkin sejauh itulah nanti jarak antara dirinya dan Bara tanpa terasa air matanya mengalir.
Entah berapa lama Dinda menatap lautan sambil berlinang air mata. Tiba-tiba suara seseorang menyadarkannya.
"Dinda...." Dinda mencoba menghapus air matanya. Ia berbalik dan melihat Bara di depannya.
"Kau tidak apa-apa?" Tanya Bara.
"Kita sudah mau memulai acara api unggunnya" Dinda menelan ludah.
"Aku akan ke sana sebentar lagi" Katanya perlahan.
Bara memperhatikan Dinda dengan sedikit khawatir. Sesaat lalu, ketika Jihan mengajaknya keluar untuk melihat persiapan api unggun, ia melihat bayangan seseorang tak jauh dari sana dan mendekatinya.
Entah mengapa, dalam hati Bara tahu itu pasti Dinda. Selama ini Dinda tidak pernah bergabung dengan teman-teman yang lain. Selalu seorang diri itulah sebabnya, Bara mendekatinya untuk mengajaknya ke acara api unggun kalau perkiraannya tidak, dia sepertinya melihat Dinda menangis .
"Kau yakin kau tidak apa-apa?" Tanyanya lagi meyakinkan apa yg ia lihat itu salah