"Dan sekarang kuumumkan Matthew Duncan Mac Millan dan Brianna Westbrook, kalian sudah resmi menjadi suami istri."
Suara gemuruh tepuk tangan membuat Matthew membuka tudung Brianna dan menciumnya. Mereka sekarang sudah resmi menjadi pasangan suami istri.
Aaron menepuk tangannya perlahan. Bahkan, Laura tampak cemberut untuk melakukan apa yang orang-orang di sana perbuat. Ia bisa menebak bahwa tak bersemangat untuk menjalani hari-harinya setelah ini kecuali Matthew dan Brianna berpisah.
"Ayo kita pergi dari sini," ucap Laura pada anak-anaknya. Hanya Anntonia yang beranjak dari tempat duduknya. Aaron masih saja menyaksikan pernikahan yang baginya adalah sesuatu yang sakral.
"Hei, kau tak pergi dari sini? Ibu meminta kita untuk pergi, Ron."
Aaron tak menggubris ucapan Anntonia.
"Biarlah," ucap Laura. Ia memutuskan untuk pergi dari tempat itu sesegera mungkin bersama Ann.
"Selamat, Matt," ucap orang-orang sambil menyalami Matthew.
Pria itu, entah bagaimana perasaannya. Tak ada yang bisa ia ungkapkan selain bahagia. Ia tak bisa lebih bahagia dari hari ini. Hari yang harusnya akan menjadi hari yang bersejarah baginya dan juga istrinya.
Matt memandang Brianna. Mata mereka bertemu.
Tatapan yang saling membutuhkan itu terpancar penuh harap. Mereka berdua adalah sama-sama alat untuk mendapatkan kepuasan masing-masing. Brianna menginginkan uang Matthew dan Matthew membutuhkan Brianna untuk berada di sampingnya dan bermain peran.
"Hei, Bri." Aaron mengulurkan tangannya dengan tulus pada Brianna.
"Oh, hai," balas Brianna dengan ramah sambil membalas jabat tangan Aaron.
"Selamat."
"Terima kasih banyak."
"Aku tak melihat Laura dan Ann," ucap Matt yang kembali memberi perhatiannya pada Aaron. "Mereka pulang terlebih dahulu? Kenapa? Tak tahan melihatku?"
Aaron hanya tersenyum mendengar tebakan Matthew yang mungkin saja benar.
"Kau terlalu mengkhawatirkan sesuatu yang bisa saja tak benar, Matt," jawab Aaron dengan santai. "Ibuku harus mengurus sesuatu."
"Apa? Dia sedang mengubah rencananya untuk mengambil aset yang lain?"
"Sudah kubilang. Jangan berpikiran yang tidak-tidak. Lagipula kau akan bertemu dengannya di rumah, kan?"
"Ya," jawab Matthew. "Tapi kami akan bulan madu."
Brianna melotot dibuatnya.
"Apa? K-Kau tak memberitahuku," ucap Brianna.
Matthew sigap memeluk Brianna. Meyakinkan Brianna agar ia tak perlu khawatir dan banyak bicara sekarang.
"Di mana tempatnya?"
"Kami akan pergi ke pegunungan, menyewa hotel dan bermain ski di sana."
"Aku bisa menyiapkan segala hal yang kalian butuhkan," ujar Aaron menawarkan diri.
"Tak perlu. Aku sudah menyiapkannya jauh-jauh hari." Matthew memandang Brianna.
Aaron mengerti. Tentu saja Matthew akan mempersiapkan semua hal yang ia bisa sendiri.
"Nikmati makanannya," ucap Matthew pada Aaron diiringi dengan senyum kemudian menggandeng Brianna keluar dari area bangunan gereja.
Perlahan, Matthew melepas pelukannya dari istrinya dan berniat untuk merokok.
"Hei, kau bilang apa tadi?" Brianna mengejar Matthew dengan langkahnya yang kecil. Ia kesusahan berjalan karena gaun pengantin yang ia kenakan.
Brianna agak kurang setuju dengan rencana Matthew yang tiba-tiba ini.
"Yang mana? Liburan?" Matthew menjepit sebatang rokok di antara bibirnya dan menyulut api di ujungnya.
"Ya. Kau tak bilang apapun padaku."
"Kenapa aku harus melakukan itu? Kenapa aku harus memberitahumu?" Matthew menghembuskan asap rokoknya ke atas sampai bercampur dengan kabut.
"Yang benar saja," gerutu Brianna.
"Yang perlu kau lakukan adalah diam dan ikuti saja ucapanku," perintah Matthew. Matanya fokus mengamati rokok yang masih menyala di tangannya. Cukup lama. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk membuang dan menginjak rokok yang baru saja ia isap sekali itu.
"Apa yang kau lakukan?"
Matthew menoleh pada Brianna.
"Huh?"
"Kenapa kau hanya mengisap rokok itu sekali dan kemudian membuangnya?"
Matthew mematung. Ia merasa tak perlu mengatakan hal apapun pada Brianna tentang hal itu.
"Tak ada," jawab Matthew sekenanya.
"Kau aneh," gerutu Brianna.
Matthew hanya ingat bagaimana Shailene melarangnya untuk melakukan itu. Shailene benci asapnya. Pria itu berhenti sejak Shailene sering menggerutu tentang hal itu.
"Sekarang kau bahkan mengomentari kebiasaanku, Bri?"
Brianna menggelengkan kepalanya tak mengerti.
Kini, ia lebih baik menghindar dari Matthew yang aneh. Untung saja pria itu memberinya uang untuk melakukan pernikahan ini. Brianna juga tak yakin ada seseorang yang mau menikahi pria itu suatu saat nanti.
Langkah Brianna terhenti saat Matthew menarik lengannya.
"Aku akan bilang ke semua orang bahwa kita akan pergi bulan madu," ucap Matthew. "Sekarang. Masuklah ke mobil. Kita akan mengambil pakaian dulu ke rumah dan segera berangkat."
"Aku makin paham perangaimu, Matt," ucap Brianna lirih. "Kau senang bertindak sesuka hatimu.
Mereka berdua saling berpandangan cukup lama. Cengkeraman tangan Matthew pada Brianna masih tetap sama.
Sambil masih memakai tudung pengantin, Brianna berjalan masuk ke dalam rumah. Sesuai dugaan Matthew. Laura dan Anntonia sudah ada di dalam sana.
"Kau pulang, Matt?" tanya Anntonia pada Matthew saat pria itu berjalan masuk ke dalam rumah.
"Bri, naiklah ke kamar dulu dan bersiaplah."
Tanpa menjawab perkataan Matthew, Brianna segera menuju kamar.
Anntonia tertawa mengejek sambil menyaksikan Brianna pergi meninggalkan mereka.
"Aku masih tak percaya kau benar-benar menikahi gadis itu, Matt," ucap Ann.
"Aku juga bahkan bisa menikahimu kalau kau ingin," kata Matt dengan wajah serius. Rahangnya mengeras. "Kau dan ibumu hanya menginginkan uang, bukan? Aku punya uang. Aku juga bahkan bisa membuatmu hamil dalam sekali tidur."
"Apa?" Ann terkejut mendengar ucapan Matthew.
"Kenapa kalian tak bisa bertahan lebih lama sedikit saja dengan upacara pernikahan kami? Kalian takut aku benar-benar mengambil kembali seluruh aset ayahku? Tenang saja, akan kulakukan secepat mungkin. Bahkan sebelum waktu 16 bulan itu habis."
"Apa yang kau bicarakan pada Ann, Matt?" Laura baru saja datang entah dari mana. Bibirnya masih merah merona. Riasannya bahkan sepertinya makin tebal. Wanita ini memang tak pernah kehilangan akal untuk selalu tampil cantik di hadapan semua orang. "Darimana kau menurunkan sikap tak sopanmu itu? Heaven?" Laura terkikik.
"Aku tak ingin nama itu keluar dari mulut pelacur macam kau," ucap Matthew.
"Lalu kau mau aku bagaimana?" tantang Laura. "Menarik ucapanku?"
Matthew hanya menatap Laura dengan tatapan tajam. Kalau ia tak ingat bahwa wanita itu adalah ibu tirinya, mungkin Matthew sudah memukulnya sejak tadi.
"Gadis itu. Siapa namanya? Brianna Westbrook. Aku benci sekali melihatnya ada di rumah ini. Nantikan saja. Aku tak percaya bahwa kalian benar-benar menikah tanpa perjanjian kontrak."
Matthew benar-benar tak ingin mendengar ucapan Laura lagi. Pria itu bergegas pergi ke kamarnya. Ia harus bersiap untuk perjalanan bulan madunya.
Brianna terperanjat. Matthew mendapatinya setengah telanjang saat berganti baju.
"Kau harusnya mengetuk pintunya dulu, Matt," gerutu Brianna sambil bergegas memakai bajunya.
"Kenapa terburu-buru dipakai?"