Leon kembali ke tempat makan di mana Nadia berada sambil menenteng kantung plastik berisi air mineral dan beberapa makanan ringan. Nadia keheranan menatap Leon yang nampak lesu. Ia pun tidak tahan untuk bertanya pada Leon. "Lu kenapa?"
Leon sedikit terkesiap dan menatap Nadia. Ia kemudian menggeleng pelan. "Ternyata di sini panas," ujarnya sembari melepaskan jaket yang ia kenakan. "Lu udah pesen makanan?" tanya Leon untuk mengalihkan perhatian Nadia.
Nadia segera mengangguk cepat. "Lu juga udah gue pesenin. Nasi goreng kambing ngga apa-apa, kan?"
Leon mengangguk. Ia kemudian membuka botol air mineral yang ia beli dan seger meneguk isinya. Dalam benaknya ia masih memikirkan tatapan terkejut Aslan ketika mereka berhadapan. Awalnya Leon berharap Aslan akan menghampirinya. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Aslan pergi meninggalkannya begitu saja.
"Wah, itu dia pesenan kita udah sampai," seru Nadia kegirangan begitu melihat seorang Pramusaji sedang berjalan ke arahnya sambil membawa baki berisi nasi goreng.
Begitu nasi goreng pesanannya tiba, mata Nadia membulat memandangi nasi goreng yang membumbung di piringnya lengkap dengan potongan daging kambing, acar serta timun. "Oh my, gue kangen banget sama nasi goreng yang berminyak kaya gini." Ia pun segera menyuapkan nasi goreng tersebut ke dalam mulutnya.
Sementara Nadia sudah menikmati nasi goreng tersebut, Leon masih terdiam dan bahkan tidak menyentuh sendoknya.
"Dimakan, Le. Nanti keburu dingin," seru Nadia sembari menyenggol lengan Leon.
Leon menoleh pada Nadia.
Nadia berdecak pelan. Ia kemudian meletakkan sebuah sendok di genggaman tangan Leon. "Makan dulu. Bengongnya nanti aja."
Leon mendengus pelan, lalu ia mengalihkan pandangannya pada nasi goreng yang ada di hadapannya. Perlahan ia menyantap nasi goreng yang sudah dipesankan Nadia untuknya. Meski pikirannya masih berkelana memikirkan peristiwa pertemuannya dengan Aslan.
----
Deru motor Aslan membelah kesunyian di jalanan yang ia lewati. Entah mengapa ia tiba-tiba mengarahkan motornya ke wilayah utara Jakarta. Tempat di mana dirinya biasa menghabiskan waktu untuk berdiam diri dan memikirkan kehidupannya selama ini.
Aslan memarkirkan motornya di pinggir jalan tidak jauh dari dermaga kayu yang biasa ia datangi. Ia berjalan ke dermaga kayu tersebut. Tubuhnya sedikit bergetar ketika ia mengeluarkan bungkus rokok dari dalam saku celananya.
Ia menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya dalam-dalam. Pikirannya melayang memikirkan pertemuannya dengan Leon tadi. Ia tidak tahu perasaan apa yang ia rasakan kini. Yang Aslan tahu hanyalah dadanya terasa sangat sesak saat ini.
Lima belas tahun lebih ia tidak bertemu Leon, dan tiba-tiba saja Leon muncul di hadapannya. Wajah dan fisik mereka serupa, namun satu hal yang disadari Aslan adalah penampilan Leon yang sangat jauh berbeda dengannya. Nampaknya Leon hidup jauh lebih baik ketimbang dirinya. Itulah yang membuatnya merasa malu dan memilih untuk pergi begitu saja.
"Paling ngga sekarang gue tahu, kalo hidup lu lebih baik dari gue," gumam Aslan. Ia tiba-tiba mulai terisak. "Gue ngga mau lu lihat gue yang menyedihkan ini."
Aslan terus menghisap rokok miliknya meski tangannya sudah bergetar menahan luapan emosi yang terasa menyesakkan di dadanya. Begitu rokok di tangannya habis, Aslan segera membuang puntungnya dan segera menginjaknya.
Ia kemudian berlari ke arah motornya dan segera mengenakan helmnya. Meski malam sudah semakin pekat, Aslan memutuskan untuk kembali ke jalan Sabang. Di dalam hatinya ia berharap masih bisa menemui Leon sekali lagi.
----
Setelah selesai memakan nasi goreng di warung nasi goreng yang terkenal di jalan Sabang, Leon dan Nadia segera pergi meninggalkan area jalan Sabang dan melanjutkan perjalanan mereka menuju apartemen yang akan mereka tinggali selama mereka di Jakarta.
Sepanjang perjalanan Leon hanya terdiam sambil memandangi jalanan Jakarta yang beranjak sepi meski masih ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang. Nadia tidak banyak bicara karena ia sedang kekenyangan setelah menyantap nasi goreng pesanannya tadi.
Tidak butuh waktu lama sampai mobil yang membawa keduanya tiba di sebuah kompleks apartemen yang biasa dihuni oleh para ekspatriat yang bekerja di Jakarta. Apartemen itu memang memiliki letak yang strategis karena dekat dengan pusat bisnis yang ada di Jakarta.
Supir yang mengantar mereka turut membantu membawa barang-barang bawaan Leon dan Nadia sampai ke unit apartemen mereka berdua. Setelah mengantarkan keduanya, ia segera berpamitan. "Kalau perlu diantar atau perlu sesuatu langsung telpon saya aja, Mbak," ujar Supir tersebut pada Nadia ketika ia berpamitan.
Nadia menganggukkan kepalanya. "Iya, Pak. Terima kasih, loh, udah diantar ke tempat nasi goreng yang enak."
"Masih banyak tempat makan kaki lima yang enak. Kalau Mbak mau, saya bisa antar kapan saja."
Nadia menganggukkan kepalanya. "Sekali lagi terima kasih, ya, Pak."
Supir yang mengantar mereka balas mengangguk. "Kalau begitu saya permisi, Mbak. Selamat istirahat."
"Bapak juga selamat istirahat," sahut Nadia.
Supir tersebut akhirnya pergi meninggalkan unit apartemen Leon dan Nadia. Begitu Supir itu pergi, Nadia segera menghampiri Leon yang kini sedang duduk di sofa ruang tamu apartemen mereka.
Nadia duduk di sebelah Leon dan menepuk kakinya. "What's up?"
Leon menoleh pelan. "I need some beer."
"Lu jangan samain di sini sama di sana. Di sini mau beli beer ngga segampang kaya lu beli air mineral," sahut Nadia.
"Ah, shit. Padahal gue lagi butuh alkohol sekarang," timpal Leon.
"Pasti ada sesuatu," tebak Nadia.
Leon menghela napasnya. "Gue tadi ketemu Aslan."
"What?" seru Nadia tidak percaya.
Leon mengangguk. "Tapi dia pergi gitu aja pas ngeliat gue."
Nadia segera mengusap-usap punggung Leon setelah mendengar ucapan Leon. "Mungkin dia kaget tiba-tiba ngeliat lu ada di sini."
"Mungkin," sahut Leon. "Selama ini kita ngga ada yang tahu kabar satu sama lain. Kalau tiba-tiba ketemu kaya tadi, kayanya wajar kalo Aslan kaget. Gue juga ngga nyangka bisa secepat itu ketemu Aslan."
"Nanti gue cari informasi tempat tinggal Aslan," ujar Nadia untuk menenangkan Leon.
"Thanks, Nad. Sekali lagi gue bersyukur lu yang ikut gue ke sini," sahut Leon.
"Siapa lagi yang bisa nemenin lu selain gue," goda Nadia.
"Mandi, yuk," ajak Leon tiba-tiba.
Nadia seketika langsung mengeryitkan dahinya. Ia kemudian mengambil bantal sofa yang ada di dekatnya dan memukul Leon menggunakan bantal tersebut. "Mandi aja sendiri. Baru juga dateng, otak lu udah mesum." Nadia lantas pergi meninggalkan Leon di ruang tamu sementara dirinya melangkah menuju kamarnya.
Leon tertawa pelan begitu melihat pintu kamar Nadia yang menutup cukup kencang di hadapannya. Ia pun akhirnya bangkit dari sofa dan berjalan ke arah kamarnya untuk membersihkan badannya dan beristirahat setelah perjalanan panjang yang ia tempuh dari New York menuju Jakarta.
----
Aslan menghela napas pasrah begitu melihat situasi jalan Sabang yang sudah sepi. Pedagang-pedagang yang berjualan sudah mulai merapikan lapak-lapak dagangan mereka. Ia sadar kecil kemungkinan Leon masih berada di sekitar jalan Sabang namun ia tetap menyisir area tersebut untuk mencari Leon.
Setelah beberapa kali bolak-balik, Aslan menyerah dan memutuskan untuk kembali ke sasana Bang John. Sambil mengendarai motornya, Aslan terus merutuki dirinya sendiri yang tadi pergi meninggalkan Leon.
****
Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys
and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist yang berisi musik yang saya putar selama menulis cerita ini.
Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.
Hello pembaca sekalian, Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it..
Jangan lupa masukkan ke collection kalian untuk update chapter berikutnya dan juga berikan dukungan kalian melalui vote, review dan komentar. Terima kasih ^^