webnovel

The Twin Lions

Aslan, seorang petarung jalanan yang besar di pinggiran kota Jakarta. Mendadak dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita muda di sasana tempatnya berlatih. Wanita itu mengaku sebagai sahabat Leon, kembarannya. Dia meminta Aslan untuk menggantikan posisi Leon setelah ia mengalami kecelakaan hebat dan kini terbaring koma. Akankah Aslan menerima tawaran wanita tersebut dan berpura-pura sebagai Leon yang sangat jauh berbeda dengannya? Ikuti kisahnya hanya di The Twin Lions. ***** Terima kasih buat yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini. Jangan lupa tambahkan ke dalam daftar bacaan dan berikan dukungan kalian dengan memberikan vote, review dan komentarnya. Terima kasih.. ^^

pearl_amethys · Real
Sin suficientes valoraciones
471 Chs

The Road Home 1

Seusai berlatih bersama dengan Bang John di sasana miliknya, Aslan pamit pergi pada Bang John.

"Lu mau kemana?" tanya Bang John ketika Aslan berpamitan.

"Mau cari kerjaan, Bang," jawab Aslan.

"Cari kerjaan dimana, lu? Udah sore begini," sahut Bang John.

Aslan menghela napas panjang. "Gue bingung gimana ngomongnya. Tapi, sebelum tanding sama Ucok, gue sempet minta dicariin kerjaan sama Ucok."

"Dan sekarang, lu akhirnya dapet kerjaan gara-gara Ucok?" tanya Bang John sembari menatap Aslan penuh selidik.

Aslan mengangguk. "Ucok sendiri yang rekomendasiin gue buat gantiin dia buat sementara."

"Oooh," gumam Bang John.

"Gue bakal gantiin dia, dan gajinya sepenuhnya bakal gue kasih buat Ucok," ujar Aslan.

"Lu bukan pekerja sosial, Lan," sahut Bang John. "Lu juga perlu uang buat keperluan lu sehari-hari."

"Iya, gue tau, Bang. Tapi, Ucok lebih butuh daripada gue. Gue masih bisa pakai uang dari Bang Ole."

Bang John menatap Aslan penuh selidik. "Yakin, badan lu sanggup?"

Aslan mengangguk sembari tersenyum pada Bang John. "Tenang aja, Bang. Badan gue ini udah biasa dipaksa kerja keras."

Bang John menghela napasnya. Tidak ada yang bisa ia lakukan jika Aslan sudah memutuskan sesuatu. Ia lalu menepuk bahu Aslan. "Jaga badan lu ini baik-baik."

"Pasti, Bang. Cuma ini, kan, yang gue punya," sahut Aslan. "Gue pergi dulu, Bang." Ia menyampirkan tas selempangnya dan segera pergi meninggalkan sasana Bang John.

Bang John hanya bisa menghela napasnya melihat Aslan berjalan keluar dari sasana miliknya. Sebelum Aslan mengalahkan Ucok, hidupnya sudah sulit. Kini, beban hidup Aslan bertambah karena ia merasa harus bertanggung jawab dengan apa yang terjadi pada Ucok dan menggantikan pekerjaan Ucok. Ia bahkan tidak mau mengambil bayaran sepeser pun untuk pekerjaan yang ia kerjakan untuk menggantikan Ucok. Meskipun semua itu bukan kesalahan Aslan sepenuhnya, namun ia memilih untuk menanggung itu semua seorang diri.

-----

Dini hari, Leon tiba-tiba menerima telpon dari ibunya. Tanpa banyak bicara, ibunya memerintahkan Leon untuk segera menyiapkan perjalanan bisnisnya ke Jakarta. Ia mengatakan pasangan suami istri Widjaya ingin Leon turut mengawasi pembukaan kantor kerjasama mereka di Jakarta.

"Kamu mau, kan, mengawasi kerjasama kita di Jakarta?" tanya ibunya untuk meminta persetujuan Leon.

"Manager yang Mama kirim ngga bisa ngerjain pekerjaannya?" Leon balik bertanya.

"Pasangan suami istri Widjaya mau kamu sendiri yang mengawasi. Mereka katanya lebih percaya sama kamu," sahut ibunya.

"Kalau aku ke Jakarta, terus pekerjaan aku disini gimana? Mama udah ngomong sama Daddy soal ini?"

"Yep, Mama sudah ngomong sama Daddy-mu, dan dia ngga keberatan kamu sementara waktu pergi mengurus kerjasama kita di Jakarta," ujar ibunya.

Leon terdiam sejenak setelah mendengar ucapan ibunya. Di dalam pikirannya, ia berpikir mungkin ini adalah jalan baginya untuk bisa segera bertemu dengan Aslan. Ia akhirnya menghela napas panjang dan menyetujui permintaan ibunya. "Oke, aku bakal suruh Nadia buat atur urusan aku selama di Jakarta."

"Pilihan yang bagus. Nanti Mama minta orang disana buat koordinasi sama Nadia. Kalau begitu, good night. Maaf, Mama udah ganggu waktu istirahat kamu," ujar ibunya sebelum ia mematikan sambungan telpon dengan Leon.

"Night, Mom," sahut Leon. Sambungan telpon itu pun terputus.

Selesai berbicara dengan ibunya di telpon, Leon keluar dari kamarnya dan berdiri di balkon apartemennya. Ia menyapukan pandangannya pada kota tempatnya tumbuh besar. Kota yang sudah banyak memberikan cahaya untuk dirinya. Kota yang tak pernah tidur ini yang sudah membentuknya hingga menjadi seperti sekarang. Segala kemewahan dan kemegahan kota ini sudah ia rasakan. Dan kini waktunya ia melangkah kembali menuju akarnya. Ia bahkan tidak bisa mengingat kota Jakarta lebih dari Monas dan Bundaran Hotel Indonesia. Mendadak Kota Jakarta terdengar sangat asing di telinganya.

Leon menengadah menatap langit malam kota New York. "See you Jakarta."

-----

"Perkenalkan ini Aslan, dia yang bakal gantiin Ucok buat sementara waktu." Seorang Supervisor tempat parkir memperkenalkan Aslan pada orang-orang yang kebetulan bekerja di shift yang sama dengannya.

Aslan menganggukkan kepalanya sembari memasang senyum termanisnya. Ia tidak ingin membuat kesan pertama yang buruk. "Saya Aslan. Mohon bantuannya."

Tiga orang yang kebetulan berada di shift kerja yang sama dengannya balas tersenyum. Dua diantaranya perempuan yang tersenyum malu-malu sambil berbisik membicarakan Aslan.

Supervisor itu kemudian menepuk bahu Aslan. "Ya, selamat bekerja. Nanti biar si Aryo yang bantuin kamu." Supervisor itu kemudian memberikan isyarat pada petugas laki-laki yang berdiri agak jauh dari mereka untuk mendekat. Petugas laki-laki itu langsung berjalan mendekat dan berdiri di sebelah supervisornya. "Tolong ajarin dia, ya, Yo."

Aryo segera menganggukkan kepalanya dan Supervisor itu pun segera pergi meninggalkan anak buahnya. "Yuk," ajak Aryo. Ia segera berjalan menuju booth kecil yang berada di pintu keluar sebuah gedung mall mewah. Aslan mengikuti di belakangnya. Sementara dua pegawai wanita lain yang tadi juga berkenalan dengannya sudah memasuki booth mereka masing-masing.

"Ngga banyak, sih, yang bisa diajarin. Ini kerjaan paling gampang kalo menurut gue. Lu cuma perlu scan kartu parkir, nanti jumlahnya keluar sendiri. Jangan sampai salah ngasih kembalian. Nanti lu yang nombok," terang Aryo pada Aslan.

Aryo kemudian memberitahukan tombol pada papan ketik yang harus ia tekan setelah ia menerima uang parkir dari pengunjung mall. Aslan manggut-manggut selama Aryo mengajarinya.

Ia hanya perlu mengingat tombol untuk membuka palang parkir, menghitung jumlah uang kembalian dan selebihnya ia hanya perlu duduk menunggu orang yang keluar dari area mall.

"Gampang, kan?" tanya Aryo ketika ia selesai menjelaskan pada Aslan.

"Kedengerannya, sih, ngga susah," jawab Aslan.

"Ya udah, gue tinggal dulu. Kalau ada apa-apa panggil aja," ujar Aryo. Ia kemudian meninggalkan Aslan di dalam booth tempat kerjanya sementara ia melangkah menuju boothnya sendiri.

Begitu di tinggal sendiri di dalam booth, Aslan celingak-celinguk dan menghafal tombol yang tadi diajarkan oleh Aryo. Ia manggut-manggut sendiri di dalam boothnya. "Gampang, lah," gumam Aslan pada dirinya sendiri. Ini pertama kalinya ia bekerja sebagai Petugas parkir dan ia berharap ia tidak membuat kesalahan di hari pertamanya bekerja.

*****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys

and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist yang berisi musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.

Hello pembaca sekalian, Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it..

Jangan lupa masukkan ke collection kalian untuk update chapter berikutnya. Sekali lagi Terima Kasih atas dukungan kalian.. ^^

pearl_amethyscreators' thoughts