webnovel

The Twin Lions

Aslan, seorang petarung jalanan yang besar di pinggiran kota Jakarta. Mendadak dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita muda di sasana tempatnya berlatih. Wanita itu mengaku sebagai sahabat Leon, kembarannya. Dia meminta Aslan untuk menggantikan posisi Leon setelah ia mengalami kecelakaan hebat dan kini terbaring koma. Akankah Aslan menerima tawaran wanita tersebut dan berpura-pura sebagai Leon yang sangat jauh berbeda dengannya? Ikuti kisahnya hanya di The Twin Lions. ***** Terima kasih buat yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini. Jangan lupa tambahkan ke dalam daftar bacaan dan berikan dukungan kalian dengan memberikan vote, review dan komentarnya. Terima kasih.. ^^

pearl_amethys · Real
Sin suficientes valoraciones
471 Chs

Sweepstakes 1

Pagi hari sebelum pertandingan yang sudah dijadwalkan Bang Ole untuk Aslan. Para penghuni kost lain seakan sudah melupakan atau berpura-pura melupakan kejadian yang terjadi di dalam kost tadi malam. Namun rupanya kejadian tersebut direkam oleh satu penghuni kost dan ia mengirimkannya ke pemilik rumah kost.

Dan di sinilah Aslan berada saat ini. Dengan mata yang masih setengah membuka, ia harus berhadapan dengan pemilik kost dan pria yang semalam ia pukul.

"Saya ngga mau kejadian seperti itu terulang di dalam kost milik saya. Sebelumnya tidak pernah ada kejadian seperti itu," ujar Bapak pemilik kost pada Aslan dan pria yang ia pukul semalam. "Kalian ini bukan anak-anak lagi. Buat apa ribut-ribut seperti itu," lanjutnya.

"Bapak liat sendiri, kan. Di video itu siapa yang mukul duluan," ujar pria yang dipukul Aslan.

Bapak pemilik kost melirik pada Aslan. "Sebenarnya kalian ada masalah apa?" tanya pemilik kost sambil menatap Aslan.

Aslan menghela napasnya. "Saya akan keluar dari sini. Saya tahu apa yang mau Bapak bilang selanjutnya. Jadi, lebih baik Bapak simpan omongan Bapak, dan saya akan keluar dengan sukarela."

"Loh, saya belum selesai bicara," sahut Bapak pemilik kost.

"Iya, omongan Bapak emang belum selesai. Tapi, saya udah bisa tebak arahnya kemana. Bapak pasti akan bilang kalau sampai kejadian seperti ini terulang lagi, Bapak pasti akan minta kita buat keluar."

Bapak pemilik kost hanya terdiam mendengar ucapan Aslan. Begitu pula dengan pria yang semalam ia pukul.

"Bener, kan, omongan saya?" sela Aslan.

Pemilik kost menghela napas panjang sambil mengangguk pelan.

Aslan tersenyum pada pemilik kostnya. "Saya ngga yakin yang semalam itu bakal jadi yang terakhir. Jadi, supaya ngga ada keributan lagi, saya yang akan keluar dari sini. Beres, kan."

Bapak pemilik kost kembali terdiam.

"Kalau begitu saya permisi, Pak. Nanti siang saya akan keluar dari sini," ujar Aslan.

Ia pun pergi meninggalkan ruang TV yang ada di kostannya dan kembali ke kamarnya.

-----

Di dalam kamarnya, Aslan segera merapikan pakaiannya dan memasukkannya ke dalam tas ransel besar miliknya. Dia sadar perbuatannya semalam pasti akan sangat memberatkan dirinya. Meski pria itu yang duluan mencari masalah padanya, namun ialah yang pertama menghujamkan tinjunya ke wajah pria tersebut. Kesalahan otomatis akan beralih padanya.

Sekali lagi, tidak akan ada yang membelanya. Meski yang ia lakukan adalah untuk membela dirinya sendiri. Di saat ia menjadi korban tidak ada yang membelanya. Begitu pula ketika ia mencoba untuk membela dirinya. Ia sudah hafal dengan pola seperti itu dan memilih untuk mengalah. Hanya ketika berada di dalam arena, Aslan tidak akan mengalah untuk apa pun. Ia akan mengeluarkan seluruh kemampuannya tanpa peduli siapa yang ia lawan.

-----

"Belakangan ini gue perhatiin lu lebih banyak diem, ada apa?" seru Nadia ketika ia sedang menemani Leon yang dalam perjalanan untuk makan malam bersama dengan rekan bisnisnya.

Leon sedang menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi mobilnya. "Gue kan, emang ngga berisik kaya lu."

"Oh, thank you gue dibilang berisik," sahut Nadia sambil sedikit memanyunkan bibirnya. Ia membuang wajahnya. Namun baru sebentar, ia kembali menoleh pada Leon. "Serius, lu lagi kenapa?"

Leon menghela napasnya. "Ngga apa-apa. Cuma tiba-tiba kangen sama seseorang."

Mata Nadia seketika membulat. "Really? You have a girlfriend?"

Leon menggeleng pelan.

"Oh, okay. So, you have a boyfriend?" tanya Nadia takut-takut.

Leon langsung menoleh kesal pada Nadia. "Seriously, Nad. Is that what you thinking when I say I miss someone?"

"Ya, terus? Jadi bukan kangen pacar?"

Leon menghela napasnya. "Kalo gue punya pacar, lu pasti tahu,Nad."

Nadia mesam-mesem mendengarkan ucapan Leon. "Iya, juga, sih."

"Terus siapa yang lu kangenin?"

Leon terdiam dan tidak menjawab. Ia mendengus kesal dan kembali mengalihkan perhatian pada jalanan yang ada di luar. Beberapa saat kemudian mobil yang ia naiki bersama Nadia tiba di depan sebuah restoran mewah. Leon segera turun dari mobil dan Nadia menyusul berjalan di belakangnya.

-----

Bang John keheranan melihat Aslan yang masuk ke dalam sasana sambil membawa tas punggung besar. "Lu udah kaya orang pindahan."

"Emang gue mau pindahan. Gue abis ngusir diri gue sendiri dari tempat kost," sahut Aslan. Ia lalu meletakkan tas ransel yang ia bawa di dekat sofa usang yang mungkin akan menjadi tempat tidurnya selama beberapa hari ke depan sampai ia mendapatkan kost kembali.

"Gimana maksudnya?" tanya Bang John keheranan.

"Intinya sebelum gue diusir, gue udah ngajuin diri buat keluar secara sukarela," jawab Aslan.

"Lu belum bayar apa gimana?"

"Semalem gue ribut sama salah satu penghuni kost."

Bang John mengernyitkan dahinya. "Dia yang duluan cari ribut?"

Aslan mengangguk. "Udah ngga usah dibahas. Sekarang gue mau minta izin buat tinggal sementara disini. Boleh ngga, Bang?"

"Ya, boleh-boleh aja. Lu juga, kan, sering nginep disini. Tapi, jangan lupa buat bantuin gue beresin tempat ini."

"Tenang aja kalo itu, sih," sahut Aslan.

Bang John manggut-manggut. "Pokoknya klo gue udah dateng, lu harus bangun buat bantuin gue."

"Beres, Bang."

"Liatin aja. Kalo sampe gue dateng lu masih molor, gue siram pake air pelan lu."

"Gue bakal bangun, kok. Daripada disiram air pelan," ujar Aslan sambil cengar-cengir pada Bang John. "Makasih, ya, Bang."

"Hmm," gumam Bang John. "Udah pengangguran, ngga punya tempat tinggal juga." Bang John berdecak pelan melihat Aslan yang masih cengar-cengir padanya. "Masih bisa nyengir lagi."

Aslan tertawa pelan. "Ya emang mau gimana lagi, Bang. Biar pengangguran juga masih banyak yang ngefans."

Bang John meringis mendengarkan ucapan Aslan. "Iye, dah. Singa tidur," sindir Bang John.

Aslan tertawa mendengar sindiran Bang John. "Mending Abang bantuin gue latihan. Kalo gue ntar malem menang, gue traktir."

Bang John menatap Aslan setengah curiga. "Traktir apa dulu, nih?"

Aslan merangkul Bang John. "Kata Bang Ole, taruhan nanti malem itu lebih tinggi dari yang kemaren-kemaren. Jadi, kalo gue menang, duit yang gue dapet juga ngga sedikit. Bisa, lah, buat makan steik. Sekali-kali kita makan enak."

"Bener, ya?"

"Iya. Kapan, sih, gue bohong sama Abang."

"Yaudah, cepet pasang sarung lu," seru Bang John.

"Sipp." Aslan langsung melepaskan rangkulannya pada Bang John. Ia segera berganti pakaian dengan mengenakan celana pendek dan kaus oblong. Setelah itu ia membungkus erat tangannya dengan sarung tinju miliknya. Begitu ia siap, Bang John sudah menunggunya di atas ring.

Ia naik ke atas ring dan mulai berlatih bersama Bang John.

*****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys

and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist yang berisi musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.

Hello pembaca sekalian, Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it..

Jangan lupa masukkan ke collection kalian untuk update chapter berikutnya. Sekali lagi Terima Kasih atas dukungan kalian.. ^^

pearl_amethyscreators' thoughts