webnovel

The Twin Lions

Aslan, seorang petarung jalanan yang besar di pinggiran kota Jakarta. Mendadak dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita muda di sasana tempatnya berlatih. Wanita itu mengaku sebagai sahabat Leon, kembarannya. Dia meminta Aslan untuk menggantikan posisi Leon setelah ia mengalami kecelakaan hebat dan kini terbaring koma. Akankah Aslan menerima tawaran wanita tersebut dan berpura-pura sebagai Leon yang sangat jauh berbeda dengannya? Ikuti kisahnya hanya di The Twin Lions. ***** Terima kasih buat yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini. Jangan lupa tambahkan ke dalam daftar bacaan dan berikan dukungan kalian dengan memberikan vote, review dan komentarnya. Terima kasih.. ^^

pearl_amethys · Real
Sin suficientes valoraciones
471 Chs

Broken Glass 2

Ayu berjalan menyusuri jalanan di sekitar rumah kontrakan yang ia tempati bersama dengan Mario dan kedua anaknya. Langkahnya terhenti ketika ia melewati sebuah salon kecantikan. Ayu menatap wanita yang sedang melakukan perawatan kecantikan di dalam salon tersebut dengan tatapan iri.

Tanpa sadar ia menyentuh wajahnya sendiri. Entah sudah berapa lama ia tidak merawat dirinya seperti wanita yang ada di dalam salon tersebut. Ia mengingat masa dimana ia menjadi gadis pujaan siswa laki-laki di sekolahnya dahulu. Namun para laki-laki itu mundur ketika mengetahui Ayu sudah menjalin hubungan dengan laki-laki idola di sekolah mereka.

Kala itu Mario dan Ayu seperti sepasang kasih yang ada di film-film. Keduanya seperti pasangan yang sempurna di mata teman-teman satu sekolah mereka. Namun siapa sangka, pasangan yang sempurna di mata orang lain itu kini justru harus menelan pil pahit kehidupan akibat kesalahan mereka sendiri.

Ayu merelakan cita-citanya untuk menjadi seorang Pramugari karena harus mengurus anak kembar mereka. Sementara Mario melepaskan mimpinya untuk menjadi atlit taekwondo karena harus pontang-panting banting tulang untuk keluarga kecilnya.

Sedangkan keluarga mereka tidak banyak membantu karena mereka sudah terlanjur kecewa dan menganggap keduanya sebagai aib keluarga. Hal itu membuat Ayu dan Mario mau tak mau harus menjalani sendiri kehidupan mereka tanpa bergantung pada keluarga mereka. Bahkan sanggup membesarkan dua jagoan mereka tanpa bergantung pada siapapun sudah menjadi sebuah pencapaian tersendiri bagi Ayu. Namun, saat ini ia benar-benar merasa lelah dengan kehidupannya.

Ayu terisak dan menyeka air mata yang ada di ujung matanya. Wajah cantik itu nampak lusuh dan kuyu. Tidak ada sinar kebahagiaan di matanya. Yang tersisa dari sorot matanya hanyalah kepedihan dan kemarahan.

Ayu akhirnya menghela napas panjang dan kembali melanjutkan langkahnya sambil tertunduk. Tidak ada gunanya ia menyesali apa yang sudah terjadi. Yang saat ini ia pikirkan hanyalah bagaimana caranya agar ia bisa keluar dari situasi serba sulit ini. Rasanya ia tidak sanggup untuk bertahan lebih lama hidup bersama Mario.

----

Hari sudah hampir tengah malam ketika Ayu kembali ke rumah kontrakannya. Begitu ia membuka pintu, Mario masih duduk menunggunya di ruang tengah kontrakan tersebut.

"Aslan sama Leon udah tidur," ujar Mario begitu Ayu masuk ke dalam rumah kontrakannya.

Ayu diam tidak menjawab dan masuk ke dalam kamar. Ia memandangi dua anak kembarnya yang sedang tertidur pulas. Melihat keduanya yang sedang tertidur pulas, membuat Ayu merasa sesak. Ia menutup mulutnya agar tangisnya tidak sampai membangunkan kedua anaknya.

Ia kemudian duduk bersimpuh di dekat keduanya. Ia membelai lembut kepala Aslan dan Leon bergantian. "Kalian tumbuh dengan baik seperti ini rasanya sudah cukup bagi Mama. Tapi, Mama ngga bisa hidup seperti ini terus menerus. Mama juga ingin bahagia. Maafkan Mama kalau akhirnya kalian ikut terluka karena pilihan yang Mama ambil."

Ayu tidak menyadari bahwa Aslan mendengarkan ucapannya sambil berpura-pura menutup matanya. Aslan hanya bisa terdiam sambil menelan ludahnya ketika mendengar ucapan yang keluar dari mulut ibunya. Ia tidak terlalu memahami apa maksud ucapan tersebut. Namun ia menebak keputusan yang disebut ibunya itu bukanlah keputusan yang baik baginya maupun bagi Leon.

Ayu terus mengelus-ngelus kepala Aslan dan Leon sambil sesekali bersenandung meski dadanya kian terasa sesak ketika memikirkan kembali keputusannya yang sudah bulat. Ia tidak sanggup membendung air mata yang mengalir di pipinya dan akhirnya ia berhenti mengelus kepala kedua anaknya. Ia menutup mulutnya dan berusaha untuk menangis tanpa mengeluarkan suara apa pun.

----

Keesokan paginya, Aslan dan Leon terbangun dari tidurnya sambil mengendus aroma lezat makanan yang memenuhi kamar tempat mereka tidur. Keduanya kompak terduduk sambil mengucek-ngucek matanya. Setelah mengucek matanya mereka saling tatap, lalu berlari keluar kamar.

Ibunya yang sedang melintas sambil membawa sepiring ayam goreng menyapa keduanya yang baru saja keluar kamar. "Kalian sudah bangun? Mandi dulu, sana. Setelah itu baru makan."

Seperti perlombaan lari, Aslan dan Leon berebut menuju kamar mandi. Keduanya sudah tidak sabar ingin menikmati masakan buatan Ibu mereka. Pada akhirnya, Aslan dan Leon masuk bersama ke kamar mandi. Ibunya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah keduanya sambil kembali berjalan menuju dapur.

Begitu keluar dari kamar mandi, Aslan dan Leon segera berpakaian lalu duduk di ruang tengah rumah kontrakan mereka. Mata mereka berbinar-binar melihat ayam goreng, telur dadar dan nasi goreng yang sudah tersedia di ruang tengah tersebut. Keduanya langsung menyendokkan nasi ke dalam piring yang sudah disediakan oleh Ibu mereka.

"Makan pelan-pelan," seru Ibu mereka dari balik dapur.

Aslan dan Leon sudah tidak mengiraukan ucapan Ibu mereka dan menyantap makanannya dengan lahap. Ketika keduanya sedang asyik memakan makannya, Ibu mereka turut bergabung bersama mereka sambil membawakan dua gelas susu. Ayu tersenyum melihat kedua anaknya yang makan masakannya dengan sangat lahap.

Ayu membelai Aslan dan Leon bergantian. "Kalau kalian masih lapar, kalian boleh nambah, kok," ujarnya.

Ucapan Ayu seketika disambut Leon yang langsung menyambar sepotong ayam goreng dan menaruhnya di piringnya. Aslan pun tidak mau ketinggalan, ia kembali menyendokkan nasi goreng ke piringnya dan mengambil sepotong ayam goreng.

Ayu terus tersenyum menatap kedua anak lelakinya yang kini sudah tumbuh besar. Keduanya tumbuh menjadi anak yang tampan mengikuti jejak ketampanan Mario dan kecantikannya. Keduanya juga sama-sama pintar. Mereka memang sangat identik. Satu-satunya yang membedakan mereka hanyalah fisik Aslan yang sedikit lebih kuat dibanding Leon. Leon lebih mudah merasa lelah ketimbang Aslan.

Sambil terus tersenyum sambil menatap Aslan dan Leon, Ayu menyembunyikan isak tangis dan penyesalan akan keputusan yang sudah ia buat. Ia sudah membicarakan keputusannya dengan Mario subuh tadi. Mario hanya terdiam dan memilih untuk keluar dari rumah untuk mempertimbangkan keputusan Ayu.

"Sudah kenyang?" tanya Ayu begitu melihat Aslan dan Leon yang sudah berhenti makan. Keduanya nampak kekenyangan sambil mengelus-ngelus perut mereka.

Aslan dan Leon mengangguk bersamaan. Mereka kemudian menatap Ibu mereka.

Ayu menghela napas panjang. "Ada yang mau Mama sampaikan sama kalian."

Aslan tiba-tiba saja menelan ludahnya. Ia teringat dengan ucapan ibunya tadi malam. "Mama ngga mau pergi ninggalin kita, kan?" ucapan itu meluncur begitu saja dari mulut Aslan.

Tatapan Ayu seketika berubah. Ia kebingungan untuk menjawab pertanyaan Aslan.

"Mama mau pergi ke mana?" tanya Leon tiba-tiba.

Mendengar pertanyaan Leon, Ayu seketika tidak sanggup menatap mata kedua anaknya. Ia merunduk dalam untuk menyembunyikan air matanya yang kembali mengalir.

Setelah bisa mengendalikan dirinya, Ayu kembalu menatap Aslan dan Leon. Ia kemudian mengangguk pelan. "Maafkan Mama," ujar Ayu dengan suara yang parau. Ia kemudian menatap Leon. "Leon, kamu ikut sama Mama."

"Aku juga mau ikut Mama," rengek Aslan.

Ayu mendekatkan tubuhnya pada Aslan dan memeluknya. "Maaf Aslan, Mama ngga bisa bawa kalian berdua. Tapi, Mama janji, nanti Mama akan jemput kamu."

Aslan menggeleng dalam pelukan ibunya. "Pokoknya aku mau ikut Mama sekarang. Aku mau sama Mama, sama Leon." Aslan terus merengek dan memohon untuk ikut bersama ibunya. Leon pun ikut merengek karena dia tidak mau berpisah dengan Aslan.

Ayu mencoba bersabar menghadapi rengekan kedua anaknya. Pada akhirnya dengan berat hati, Ayu berdiri dan masuk ke dalam kamar. Tidak lama kemudian, ia kembali keluar dengan membawa dua buah tas berisi pakaiannya dan pakaian Leon. "Ayo, Leon," ajaknya pada Leon.

Leon menggeleng dan bersikukuh ingin bersama Aslan. Begitu pula dengan Aslan yang kini menangis sambil memegangi kaki ibunya. "Aku mau ikut Mama."

"Maaf Aslan. Suatu hari nanti, Mama janji, Mama akan menjemput kamu." Ia kemudian melepaskan tangan Aslan dengan paksa dan segera menarik Leon untuk keluar dari rumah kontrakan tersebut.

----

Aslan tersentak dari tidurnya. Kenangan pahitnya ketika ditinggal Sang Ibu kembali muncul di dalam mimpinya. Setiap kali ia mengingat kenangan tersebut, ia kembali merasakan kemarahan dan kekecewaan akibat keputusan egois ibunya itu. Tanpa sadar Aslan mengepalkan tangannya dan memukul-mukul sofa usang yang menjadi tempat duduknya. "Kenapa? Setelah sekian lama, kenapa kalian baru muncul sekarang?"

Ia terus memukul-mukul sofa tersebut sambil mengungkapkan kemarahannya sampai ia tiba-tiba terisak dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Dibalik semua kemarahan dan kekecewaan yang Aslan rasakan, jauh di lubuk hatinya ia menyimpan kerinduan kepada ibunya dan Leon.

****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys

and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist yang berisi musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.

Hello pembaca sekalian, Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it..

Jangan lupa masukkan ke collection kalian untuk update chapter berikutnya dan juga berikan dukungan kalian melalui vote, review dan komentar. Terima kasih ^^

pearl_amethyscreators' thoughts