webnovel

43

"Star!" sapaku.

"Hai!"

"Starla..."

Aku menoleh mendapati suara lain memanggil Starla.

Seorang mahasiswa senior menghampiri kami.

"Eh, Re, kenalin ini Mas Taufan, 2002,"

"Oh, Ferre, Teknik Fisika 2004,"

"Taufan,"

Aku merapatkan tubuhku kepada Starla.

"Mau bareng, Mas? Saya sama Starla mau makan."

"Oh enggak, makasih. Saya ada asistensi. Yuk duluan. Starla, Jumat jangan lupa ya."

"Iya," jawab Starla.

Taufan berlalu.

Mataku melirik Starla. Ia balas melirikku.

"Jumaaat..." Starla tersenyum geli.

"Yaa?" aku mendengarkan.

"Ada seminar nanomaterial di Aula Barat. Mas Taufan ngajak aku."

"Kayaknya menarik."

"Kamu bukannya ada kuliah Konsep Teknologi?"

"Jam berapa emang seminarnya?"

"Jam dua,"

"Oh, aku nyusul ya?"

"Beneran mau ikut?"

"Teknik Fisika ada nanoteknologi materialnya juga lho." Aku tersenyum.

Aku dulu dapat C, batinku.

"Oh ya? Ya udah kamu nyusul aja, selesai jam 3 kan?"

"Siip."

Tepat pukul tiga hari Jumatnya aku berjalan cepat ke Aula Barat. Kubawakan tiga kotak jus yang kubeli dari ToKeMa, yang merupakan singkatan dari Toko Kesejahteraan Mahasiswa). Sudah kuduga, Taufan duduk di samping Starla. Ia mengajak Starla berbicara berbagai hal.

Sialan, challenge accepted.

Watch me!

"Hai," sapaku.

"Hai!" Starla menyapaku riang.

Wajah Taufan memasang senyum, tapi ia seperti cemberut.

"Wah, makasih ya." Starla menerima kotak jusnya.

"Buat Mas Taufan juga." Kataku menyorongkan kepada Taufan.

"Eh, makasih." Kata Taufan.

Aku mulai bergabung dengan pembicaraan mereka. Taufan berusaha menjelaskan perilaku-perilaku material. Tapi semua yang dikatakannya bisa kutimpali. Taufan baru tingkat tiga, mata kuliah tentang nanomaterial mungkin baru saja diambilnya. Sementara aku sudah lulus mata kuliah itu, dua kali!

Starla lebih tertarik dengan penjelasanku. Hingga seminar usai, ia lebih sering berbincang denganku.

"Mau pulang sekarang?" tanyaku.

"Iya, udah jam lima. Mas Taufan, kami duluan ya." Kata Starla.

Taufan mengangguk.

"Ayo Mas," kataku sambil melambaikan tangan.

Taufan hanya mengangguk dan tidak membalas lambaian tanganku.

Aku dan Starla berlalu. Ronde pertama dengan aku sebagai juara bertahan dan Taufan menjadi penantangku telah berhasil kumenangkan. Tapi kuantisipasi apa taktiknya setelah ini.

Benar saja, Selasa pekan depannya, saat aku dan Starla bertemu untuk makan siang, kulihat ia membawa setumpuk buku teks.

"Banyak amat bukumu."

"Iya, ini lungsuran, hahaha,"

"Lungsuran?"

"Dari Mas Taufan, ini buku bekas dia TPB dulu. Dia kasih aku."

"Bukannya udah ada buku yang kita beli dari ToKeMa?"

"Nah ini beda lagi. Lihat nih, ini terjemahan buku Kimianya Raymond Chang,"

Aaah, well played, Taufan.

"Baik ya, dia?" kataku.

"Iya. Eh, mau makan apa?"

"Yuk, pesen dulu."

Oke, justru ini menjadi menarik. Permainanmu mudah sekali kubaca. Dan juga mudah sekali kukalahkan.

Esoknya, aku kembali mengantar Starla pulang. Saat aku memasuki ruang tamunya, kuberikan sebuah benda.

"Apa ini, Re, Flashdisk?"

"Ya." Kataku tersenyum

"Wah-wah, ini yang lima ratus megabyte ya?"

"Hu-um, ini hadiah buatmu."

"Haah, makasih ya!"

"Udah ada isinya juga."

"Isinya? Apa?"

"Yuk buka di komputermu."

Starla menyalakan komputernya. Dibukanya Flashdisk yang kuberikan.

"Lho, banyak amat isinya?"

"Ini semua softcopy buku teks, nggak Cuma kalkulus dan materi kuliah TPB lainnya. Tapi juga semua tentang material."

"Waaah..." Starla membuka satu demi satu dan membacanya sepintas.

"Ini keren banget, kamu dapat ini dari mana?" lanjutnya.

"Nanti kukasihtau situs tempatku mengunduh semua ini."

"Okeee,"

"Jadi kalau isi flashdisk ini kurang, kamu bisa browsing dan download sendiri. Lebih lengkap dari buku lungsuran yang kemarin."

Starla langsung menoleh, ia menatapku dengan pandangan menyelidik.

"Re...?"

"Ya?"

"Kamu cemburu?"

Aku hanya bisa menarik napas panjang dan menghembuskannya.

"Re...?"

"Hm?"

"Cemburu?"

"Ya."

Starla tersenyum, menggeleng-gelengkan kepala. Ia mengulurkan tangan kanannya dan membelai wajahku.

"Kamu pernah lihat Mas Taufan makan bareng aku?"

"Nggak."

"Kamu pernah lihat Mas Taufan nganter aku pulang?" tanyanya.

"Nggak."

"Kamu pernah lihat Mas Taufan masuk rumahku?"

"Nggak."

"Then there it is, Re."

Aku tersenyum.

"Star..."

"Ssst..."

Starla mengulurkan tangan kirinya, lalu menarikku ke dalam pelukannya.