Malam ini gue dengan asiknya berleha-leha di kasur. Rasanya ada beban yang hilang setelah gue dan Pete kembali berinteraksi seperti biasa. Ya, walaupun dia emang ga minta maaf sama gue, tapi gue ga mempermasalahkan itu.
HP gue berbunyi, ada telepon masuk. Gue melirik sekilas. Menemukan nama Pete di sana.
Gue angkat telponnya, dan mencet ikon loud speaker. "Halo?"
"Halo juga cabe yang lagi rebahan," ucap Pete, belum-belum udah bikin emosi.
"Ck ck. Parah banget lu. Gimana jadinya masa depan bangsa Indonesia kalau generasinya kaya lu?" lanjut Pete.
Gue memutar bola mata malas. Ga pagi, ga malem, kerjaannya bikin orang exmosi.
"Kaya situ engga aja," sindir gue.
"Ngapain telpon?" tanya gue. "Kangen ya lo sama gue? Acieh cieh," goda gue sengaja.
"Lu kali yang kangen sama cowok gans kaya gua. Buru keluar, gua ada di depan."
"Ogah banget gue kangen sama lo. Yang ada--- eh? Tadi lo bilang apa? Lo ada di depan?" kaget gue.
Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com