"Kapan kau akan bicara dengannya? "
"Setelah putra kita mengizinkannya."
"Bukankah putra kita terlalu menutup akses kita untuknya? "
Pria yang tak lain adalah suaminya itu mengelus pundak istrinya dengan penuh kasih sayang.
"Bukan hanya kita, tapi dia menutup akses semua orang terhadap gadis itu, kau tidak perlu khawatir, putra kita hanya terlalu mencintainya."
☘☘
Gerald memasuki kamarnya, dia baru saja pulang dari sekolah beberapa waktu yang lalu, pria itu mendudukan dirinya di ranjang, sebelum berdiri kembali lalu beranjak ke ruangan pribadinya.
Gerard menatap ruangan pribadinya, menatap setiap benda yang berada di ruangan bernuansa abu dan hitam itu. meja kerja, lemari berisikan senjata, dan puluhan bingkai foto yang menempel di dinding.
Puluhan foto itu adalah foto satu orang, seorang gadis bermata bulat, gadis yang ia sebut sebagai gadis-nya, foto yang diambil secara diam-diam oleh orang suruhannya.
Gerald menatap benda terakhir, lukisan. lukisan gadis yang sama dengan ukuran yang sangat besar, pria itu menatapnya sebentar, sampai getaran di ponselnya mengalihkan perhatiannya, sebuah pesan masuk dari temannya.
Kenzie: markas
Pria itu mematikan ponselnya tanpa membalas, kemudian berjalan keluar, menutup pintu tanpa lupa menguncinya. Gerald mengganti seragam sekolahnya dengan pakaian yang lebih santai, celana jeans dan kaos putih pendek, tidak lupa dengan jaket kulitnya, jaket kulit berwarna hitam dengan nama Phoenix di bagian belakang dan logo kalajengking di dada kanan nya.
Gerald menyambar kunci motornya, lalu bergegas keluar menemui teman-temannya.
☘☘
Disya memasuki rumahnya, rumah yang hanya ada dirinya sebagai penghuni. ibunya meninggal dua tahun lalu karena penyakit jantung, dan sang ayah menyusul tiga minggu setelahnya karena kecelakaan mobil. pembantunya hanya datang setiap hari minggu untuk membersihkan rumah dan mencuci baju, selebihnya Disya lakukan sendiri, seperti memasak dan mencuci piring.
Gadis itu berjalan menuju dapur untuk mengambil minum, namun setibanya di dapur, ada sesuatu yang menarik perhatiannya. sebuah kotak yang cukup besar di atas meja pantry, Ia juga menemukan kertas note berwarna hitam dengan tulisan bertinta putih, Disya menghampirinya lalu meraih note yang menempel di atas kotak tersebut.
'Hati-hati' dua kata dengan logo kalajengking di bawahnya.
Gadis itu mengernyit bingung, merasa familiar dengan kejadian ini, dan gadis itu mengingatnya, mengingat kejadian kotak susu yang berada di lokernya beberapa waktu lalu, hanya saja ada beda, warna kertas dan logonya.
Disya membuka kotak nya, ada 12 botol yogurt di dalam nya, keningnya menyerngit kembali, "Susu kotak? yogurt? itu minuman kesukaan gue. siapa yang naruh?"
Matanya menyusuri ruangan, tidak ada siapa-siapa di sini, lalu siapa yang menaruhnya? dan ia sangat ingat bahwa ia mengunci pintu rumah saat ia berangkat ke sekolah tadi pagi. hingga akhirnya sebuah pertanyaan terakhir muncul di benaknya.
"Orang yang berbeda?"
☘☘
Gerald menatap teman-temannya, mereka sedang berada di markas saat ini. markas hanya diisi anggota inti, entah kemana perginya anggota lain, namun walaupun hanya berisi delapan orang, markas sangat bising, suara tawa mengisi setiap penjuru.
"Hahaha... sumpah demi apa? " tawa Kenzo menggelegar, mereka sedang membahas tentang kejadian memalukan yang dialami oleh Arsa.
"Gue serius, mana banyak cewek lagi" Gavin selaku penyebab pembahasan aib Arsa bersembunyi dibelakang Gerald untuk jaga-jaga, Arsa bisa saja mengajarnya kapanpun. sedangkan Arsa menggeram marah, wajahnya memerah menahan malu.
"Lo kalau mau kentut liat situasi napa." Eza berujar sambil memegang perutnya, menahan sakit akibat terlalu banyak tertawa.
"Sumpah lo malu-maluin gue, tau gitu gue gak ikut nganter" Regan menggelengkan kepala, ikut malu atas kentutnya Arsa. kejadiannya sepulang sekolah tadi, saat Regan dan Gavin mengantar Arsa membeli kue untuk mamanya, Arsa tidak sengaja kentut dan mengeluarkan suara yang cukup besar, sehingga menyebabkan rasa malu yang berlebihan.
"Gue nggak sengaja, anginnya keluar gitu aja." Arsa membela dirinya, jujur ia sangat-sangat malu atas kejadian tadi.
"Anjing perut gue sakit." Karel meredakan tawanya saat ada getaran di saku celananya.
Pria itu meraih ponsel nya, lalu membuka pesan masuk yang dikirim oleh salah satu anggota Phoenix, kemudian mengalihkan pandangannya pada sang ketua. "Riki nantang lo balapan, dia udah nunggu di sirkuit"
Gerald terkekeh lucu,"Gak ada kapok-kapoknya tuh orang, Kenzie lo ambil alih arena malam ini." final Gerald yang hanya di angguki Kenzie
"OTW sekarang"
☘☘
Gerald menatap malas pria yang di hadapannya, pria yang mengajaknya bertanding beberapa saat yang lalu.
"Lo lawan Kenzie hari ini." mutlak tak bantah, begitulah seorang Gerald.
Riki terkekeh sinis, "Kenapa? takut kalah lawan gue?"
Gerald tersenyum kecil, "Gue harap lo gak lupa berapa puluh kali lo kalah lawan gue, dan gue rasa lo nggak amnesia untuk ingat kalau gue nggak pernah kalah dari siapapun, termasuk lo."
Rahang Riki mengeras mendengar ucapan Gerald, "Gue ingat, tapi malam ini pengecualian, lo dan Phoenix akan berlutut di kaki gue."
Kenzie yang berada di samping Gerald tersenyum sinis, dalam hati ia berjanji bahwa ia tidak akan kalah, ia tidak akan mempermalukan Phoenix, apalagi sampai membuat Phoenix berlutut di kaki Riki.
"We'll see." pria itu berujar kemudian berlalu, membawa motor nya ke garis start, di susul Riki selaku lawannya.
Keduanya bertatapan sengit, menunggu pelatuk ditarik sebagai tanda balapan dimulai. suara gerungan motor terdengar, melakukan pemanasan. hingga akhirnya pelatuk ditarik, keduanya melaju motor dengan kecepatan penuh, bersaing untuk menuju garis finish.
Kenzi mengangkat sebelah alis saat melihat gelagat aneh yang Riki akukan, dan benar saja, Riki menyenggol motornya dengan motor pria itu.
Kenzie tersenyum sinis, ia sudah menduga Riki akan berbuat curang bahkan sebelum Kenzie berada di tempat ini. sehingga ia bisa menghindari kecurangan Riki, pria itu menarik rem nya dengan cepat, hingga motor nya berhenti seketika.
Riki yang tidak membaca pergerakan Kenzie terjatuh, motornya terguling ke arah di mana ia menyenggol motor milik Kenzi tadi.
Kenzie mana memperdulikan itu, pria itu dengan santainya melambaikan tangan, seolah berkata 'bye' pada Riki, kemudian melanjutkan kembali motornya melewati garis finish.
Suara riuhan dari anggota Phoenix ia dapatkan, pria itu turun dari motornya dengan senyuman, berjabat tangan dengan anggota Phoenix satu persatu.
"Adik gue emang gak pernah mengecewakan." Kenzo selaku kakak kembarnya tersenyum bangga.
"Keren banget lo." Galang, salah satu anggota Phoenix tersenyum sambil menepuk pundak Kenzie.
"Lo gak ada muji gue gitu?" Kenzie bertanya pada Gerald yang sedari tadi terdiam.
"Hebat, dari awal gue tahu lo akan menang." perkataan Gerald membuat Kenzie tersenyum, senyum kecil nyaris tak terlihat.
Kenzie berbalik badan, melihat Riki yang berhasil menyusulnya, entah dibantu temannya atau bagaimana, Kenzie tak peduli. pria itu berjalan menghampiri Riki diikuti anggota Phoenix lainnya.
"Lo cuma beruntung hari ini, tapi gue janji, lo nggak akan beruntung diwaktu lain nya." Riki berujar dengan wajah memerah, menahan marah sekaligus malu.
Kenzie menatap Riki sesaat, sebelum akhirnya berujar sinis, "Gue, Gerald, ataupun anggota Phoenix lainnya, lo gak akan pernah menang lawan kita."