Syung!
Bug!
Seorang remaja berlari melewati kerumunan orang di pasar. Dan menabrak orang yang di lewatinya, hal baik yang ia lakukan adalah berteriak meminta maaf tanpa henti.
Itu mungkin terlihat buruk. Tapi ia tak bisa melakukan apa pun, selain segera menuju ke rumahnya. Di mana ia tinggal bersama neneknya.
Ia ke sana segera, karena neneknya memberi telepati padanya untuk segera pulang. Saat itu ia sedang berdebat dengan penjual ikan, bagaimana bisa ikan di jual dengan harga setinggi itu untuk dirinya yang miskin ini.
"Pak tua bisakah anda menurunkan harganya? Bagaimana bisa semahal ini? Apakah kau sedang melakukan aksi penipuan pada gadis muda tak berdaya ini? Bagaimana bisa kau sekejam ini setelah melihat dadaku sebelumnya? Bukankah setelah melihatnya kau akan menurunkan harganya atau memberiku bonus sebagai imbalannya? Ka--" Perkataan bohong dan memalukannya terpotong saat neneknya mengirim telepati.
Dan sebenarnya ia berhasil membuat para pembeli dan penjual lainnya menatap ke arah mereka si penjual ikan dan si gadis.
"Gadis muda lusuh itu sangat cantik pantas saja. Penjual itu mengambil kesempatan."
"Betul bu! Bagaimana bisa diusianya yang berumur itu dia memanfaatkan hal tak senonoh."
Si penjual ikan memucat meminta yang lainnya untuk tidak mempercayai perkataan gadis itu. Tapi yang lainnya tidak ada yang percaya.
Kembali lagi ke gadis itu yang sedang berkomukasi dengan neneknya. "Cepatlah kembali ke rumah segera!" Perintah neneknya sehingga mau tak mau dia turuti.
"Baiklah nenek!" Ia mendengus kesal setelah neneknya memutuskan telepati.
Sebelum gadis itu mengatakan berbagai kata penuh senonoh dan pelecehan sang penjual ikan sudah memberinya 3 ikan besar dengan harga yang diinginkan. Setelah membayar, si gadis kembali berulah lagi dengan senyum licik,
"Bonusnya?"
Dengan amat sangat terpaksa ia memberikan 1 gurita besar amat teramat mahal itu pada gadis di hadapannya. Misalkan sekali lagi dia mengatakannya, habis sudah masa hidupnya, ia takkan pernah dapat lapak se-strategis di sini, dasar gadis licik, kutuknya penuh kebencian.
Si gadis hanya mengangkat satu alis kanannya begitu juga sudut mulutnya memberi senyuman meledek dan dia pemenangnya.
"Terima kasih pak tua! Lain kali kita akan tidur bersa--", "Pergilah ku mohon jangan rusak bisnisku! " Frustasi sang penjual ikan.
Si gadis menuruti sambil terkikik geli. "Cepat pulang!!!" teriak neneknya mengirim telepati sekali lagi membuatnya harus menjerit kesakitan bisa-bisa habis sudah hidupnya, karena tuli.
"Siap nenek! " Dia pun berlari sangat cepat.
***
30 Menit kemudian....
Ia sudah sampai di rumah gubuk namun tertata rapi dengan beberapa tanaman indah lebih tepatnya beberapa ramuan di pekarangannya.
huft...
Dia mengambil napas dalam karena kecapean dengan keringat bercucuran. Padahal dia bisa menggunakan teleportasi semaunya. Namun si nenek melarangnya menggunakan sihir di mana tidak ada pengguna sihir berada. Atau biasa disebut Muggle.
Dan kata itu berasal dari penulis yang sedang laris saat ini, ia sungguh mengagumi hasil karya itu. Kalau tidak salah harr* p*tter.
Dia menepuk jidat melupakan belanjaannya, segera ia memeriksa belanjaannya di balik tas serba gunanya.
Dan ya di sana bisa menampung beberapa benda yang bahkan jauh lebih besar dari ukuran tasnya, luar biasakan?
Ia dapat darimana? Dia mendapatkannya saat menyongok kucing robot yang berasal dari abad 21 yang sedang membantu tuannya agar menjadi orang yang berguna dan hebat akan memperkenalkannya beberapa kucing cantik berbulu tiga warna.
Kalau dia mengingat kejadian itu, ntah siapa yang akan disalahkan karena kebodohan.
"Makananku dan uangku aman, aku selamat!" Dia membuang napas lega sambil bersenandung ria masuk ke pintu belakang rumah gubuknya itu.
***
Bug!!!
Sang gadis dengan semangat membara menghancurkan pintu rumah dengan sekali tendang. Ini merupakan kebiasaan rutinnya, dan ia pasti berakhir...
Bug!
Wanita paruh baya sedang kalang kabut mengetuk bagian belakang kepala cucunya. Bagaimana bisa dia menghancurkan pintu rumah setiap kali ia pulang.
Tidak bisakah ia pulang dengan cara normal, 10 tahunnya akan berkurang, dan dia sudah tidak muda lagi, tapi cucunya ini.
Sang cucu tanpa rasa bersalah ia memberi tatapan cengir ke arah neneknya, "Lihatlah hasil kerja kerasku nenek!" Dia mengeluarkan belanjaan yang ia beli dari penjual ikan dengan cara pemerasan, dan penipuan. "Tiga ekor ikan dengan harga murah dan satu bonus gurita berkuliatas. Aku hebat bukan? Hahaha" Bangganya berulang kali memuji kehebatannya.
Jpit!
Sang nenek merasa tidak senang dengan kepuasan cucunya dengan menjewer kupingnya. Bagaimana tidak dia harus mengeluarkan uang banyak hanya umtuk memperbaikinya.
Terlebih lagi mereka terlalu miskin untuk memperbaikinya. Walau sebenarnya mereka bisa memperbaikinya dengan mudah sih hanya mengatakan sepatah kata mantra sihir.
Tapi hal itu akan menimbulkan kecurigaan, jadi mereka selalu melakukan dengan cara biasa yang dilakukan para muggle.
"Aduh sakit nenek! " Jerit sang cucu mulai ingin menangis.
"Anak nakal kalau kau diperlakukan seperti ini, kau pasti mengeluh. Bagaimana denganku yang harus banting tulang demi menghidupimu? Kau tau kita sudah terlalu miskin untuk memiliki rumah seperti gubuk ini, dan seenaknya menghancurkan pintu. Satu dua kali tidak masalah. Tapi ini? Cepat atau lambat karena rusaknya pintu, rumah gubuk kita akan rata dengan tanah. " Marah neneknya sudah kesekian kalinya ia menegur cucunya yang nakal ini.
"Argh! Bukankah nenek bisa memperbaikinya dengan mudah? Kalau nenek tidak mau biar Nami saja!" Tampik Nami gadis itu dan semakin membuat neneknya marah.
Mata neneknya memerah yang kapan pun bakal meledak. Berhasil membuat bulu kuduk Nami merinding. Pernah seketika neneknya marah besar ia di buang ke hutan belantara di mana ada hewan prasejarah di sana. Seperti ia melompat ke masa lalu.
Ia mengalami hidup berat saat usianya masih 8 tahun. Ia harus berebut makanan, tempat tinggal, dan perkelahian tanpa usai. Hidup di sana pahit, dan ia memutuskan agar hidupnya tenang ia akan menjadi penguasa di sana.
Sejarah sekarang tak pernah mencatat bahwa predator menakutkan, dan menjadi penguasa alam itu adalah dirinya.
Setelah kejadian itu ia tidak berani menyulut asap semakin besar hingga mengeluarkan api kemarahan hingga berimbas ke dirinya yang menyedihkan.
Segera Nami berlutut dan memeluk lutut neneknya, gemetar. ia tak berhenti menangis dan memohon untuk dimaafkan.
"Maafkan cucumu yang tidak berguna ini! " Tunduk Nami berusaha meminta pengampunan dengan air mata deras memohon sambil mengigit bibir bawahnya yang terisak.
Wanita paruh baya yang melihat mata cucunya yang sudah membengkak akhirnya luluh dan memaafkannya untuk kali ini saja.
"Baiklah aku memaafkanmu, " Nami yang mendengar jawaban neneknya mengeluarkan senyum cerah di wajahnya yang sebelumnya sangat mendung dan menyedihkan. "Tapi..."
Nami terdiam saat ada kata tapinya. Mengapa nenek senang menyulitkannya. "Kau harus pergi dari rumah ini sekarang! "
Seperti Nami tersambar petir di siang bolong yang cerah. Ia mendapatkan berita mematikan dari neneknya, dia diusir.
Wajah Nami memucat segera kembali memeluk lutut neneknya. "Bukankah nenek sudah memaafkanku? Kenapa aku diusir? "
Neneknya memberi raut wajah sulit ke arah cucunya sambil mengelus surai rambutnya yang kasar, memerah karena keseringan berjemur di bawah matahari, dan bercabang.
"Nenek tidak ada pilihan lain. Kau harus mengerti! "
"Nami tidak bisa mengerti! Kalau nenek tak menjelaskan. Apakah karena Nami sangat nakal dan suka menipu nenek jadi itulah kenapa ingin mengusirku! Nami tidak bisa terima! "
Neneknya membuang napas panjang. Memang benar ini kesalahanmu kalau kau tak mengundang beberapa pria untuk melamarmu ini takkan terjadi. "Apakah kau ingin menikah? "
Nami mengerutkan keningnya, bagaimana dalam situasi pelik ini neneknya membahas hal seperti itu. Bukankah ia seperti seonggok daging di lemparkan ke sekawanan singa jantan yang kelaparan.
"Tidak! Tidak mau! Nami masih remaja berusia 14 tahun. Bagaimana bisa Nami menikah. Lebih baik Nami hidup tanpa suami dan menjaga nenek seumur hidupku. " Tolak Nami marah ia takkan pernah mau, dia lebih memilih dipukuli neneknya sampai mati daripada harus menikah diusia dini.
Neneknya mengangguk setuju, memang benar apa yang dikatakan cucunya. Bagaimana bisa anak di bawah umur dipaksa untuk menikah.
Padahal batin dan fisiknya belum siap. Pernikahan untuk hidup semati bukanlah permainan rumah tangga belaka. "Nenek mengerti. Tapi bagaimana lagi cucuku yang nakal kau sudah berapa kali mengundang pria yang tidak kenal untuk mengajukan lamaran untukmu. Terlebih lagi berhasil menggaet bangsawan kerajaan untuk menjadikanmu selirnya. Kalau kau tidak menggoda mereka nenek tidak akan seperti ini."
Menoleh ke samping setelah mengetahui alasannya dengan wajah cengiran, "Nami tak pernah tau akan sepopuler ini." Dia tak boleh berbangga dulu dia kembali mengelak, "Itu bukan salah Nami. Tapi salah pesonaku. Lalu aku juga tidak mengenal mereka juga! Bukankah nenek hanya perlu menolaknya saja, dan tidak mengusirku? "
"Anak bodoh kalau yang lain itu tidak masalah. Tapi orang kali ini yang notabene bangsawan mengeluarkan dekrit bahwa kalau kau menolaknya kita akan dipukuli sampai mati. " Ungkap neneknya menegur cucunya.
Nami yang sudah tau alasan itu, ia mulai berdiri dan marah. "Apa mereka berani mengancam kehidupan kita? Sebelum mereka menghabisi kita. Biar aku yang membantai mereka sampai tujuh turunan!" Emosinya mulai mengangkat lengan bajunya sampai sikut.
bug!
Lagi-lagi Nami mendapat ketukan menyakitkan dari neneknya. "Kenapa nenek memukulku lagi? " Belanya tak terima.
"Jangan lakukan itu. Kau membuat hidup kita yang aman menjadi semakin sulit. Karena keras kepalamu." Tegur neneknya.
tutt... tutt....
Bunyi trompet menggema di halaman depan rumahnya. Nenek Nami nampak memucat, lalu segera menoleh ke arah cucunya.
"Tidak ada waktu lagi. Kau harus segera pergi. " perintah neneknya tak boleh di bantah. Ia segera mengambil 3 potong roti, dan sebotol susu sapi. Lalu menyuruh cucunya untuk menyimpan.
"Kau harus pergi ke kota. Di mana para penyihir bebas menggunakan sihir! " Perintah neneknya sudah membuka portal sihir untuk melakukan telerpotasi.
"Tapi--" Sebelum Nami menyelesaikan pembicaraannya neneknya sudah mendorongnya masuk ke dalam.
"Nenek tidak! Kenapa kau tidak memberiku sepotong ikan dan gurita itu." Air mata kesedihan menderu Nami padahal ikan dan gurita itu hasil kerja keras dari negosiasinya.
Ada raut kekesalan di kening neneknya sambil melambaikan tangan dengan senyum terpaksa. "Selamat tinggal cucuku s*alan! "
Terima kasih sudah membaca. Ini pertama kalinya saya mengupload cerita di sini. Cerita ini ori buatan saya. Nama pena saya adalah Secret Roman?