webnovel

BAB II : CHAPTER 21 : keresahan Oars

HAPPY READING AND HAPPY WRITING

"Bangun.."

"Bangun.."

Psyce merasakan guncangan di bahunya, dan suara seseorang yang sayup sayup terdengar menyuruhnya bangun.

Dengan mata yang berat, ia membuka matanya dan berusaha menyesuaikan penglihatannya yang masih buram untuk melihat siapa yang berada di depannya.

Tangannya mengucek matanya beberapa kali. Tubuhnya masih terasa sakit jika dirinya bergerak sedikit saja. Tapi kepalanya sudah tak terasa nyeri.

"Apa yang kau lakukan disini? kenapa sekarang kau sering kesini?"

Pertanyaan itu langsung terlontar begitu saja ketika tau siapa yang pagi ini membangungkannya.

"Kau baru saja bangun tapi sudah banyak bertanya!"

Mata pangeran Rocco menatap ke arah kepala Psyce yang terlihat sudah berhenti mengeluarkan darah. Untuk luka di kepalanya setidaknya itu akan membuat Psyce pingsan kalau tidak diobati, tapi kenapa gadis ini terlihat baik baik saja dan tidak terlihat lemah.

Ia beralih menatap luka memar ditangan Psyce yang masih membiru. "Ayo ikut aku!"

Pangeran Rocco menarik pelan pergelangan tangan Psyce membuat gadis itu mengerang kesakitan.

"Apa kau kesakitan?"

"Bagaimana kau bisa tau aku terluka?"

"Kau mengerang."

"Apa itu terdengar?"

"Kau pikir aku tuli?!" bentak pangeran Rocco memutar bola matanya malas.

Gadis ini baru saja bangun dalam keadaan yang tidak bisa dikatakan baik baik saja, tapi sudah baik dalam mengajaknya berdebat.

"Kau terluka?"

Pangeran Rocco memilih untuk berpura pura tak tahu mengenai kejadian kemarin yang dia lihat.

"Tidak."

"Tapi kau mengerang kesakitan?"

"Sudah kubilang tidak!"

"Yasudah kalau kau tidak terluka, ayo ikut aku."

Pangeran Rocco berdiri lebih dulu dan mengulurkan tangannya pada Psyce.

"Kemana?"

"Pasar di kota."

"Jangan bertanya dan cepatlah bangun sebelum aku ketahuan kemari tanpa izin!"

"Siapa suruh kau kesini?!"

"Kau!"

"Cepatlah!"

"Perlahan, aku baru saja bangun"

Psyce bangkit perlahan dari duduknya dan mendekati air sungai untuk membasuh wajahnya dan rambutnya. Darah dikepalanya sudah berhenti keluar, Psyce bersyukur untuk itu. Saat ia membalikan tubuhnya, sang pangeran sudah tak berada di tempatnya.

Apa dia pergi?

Psyce mengangkat bahunya tak peduli dan berjalan kembali ke arah pohon besar untuk bersandar.

"Tidak sakit, tapi kau berjalan seolah kau kesakitan."

Suara itu membuat ia berjingkat terkejut dan segera membalikan tubuhnya untuk melihat pelaku yang membuat ia terkejut.

"Kau kenapa masih disini?"

"Memang ada larangan aku tidak boleh disini? apa hak mu?"

Psyce memilih menutup mulut. Untuk sekarang ia ingin beristirahat, dan tak mau membuang tenaganya untuk berdebat dengan pangeran. Ia menyandarkan tubuhnya ke batang pohon dan menutup matanya. Tak peduli apa yang akan dilakukan dan sedang melakukan apa pangeran.

Sesuatu yang dingin menyentuh kulit tangannya yang memar membuat Psyce reflek membuka matanya dan mengaduh kesakitan.

"Aw.."

"Apa yang kau lakukan?!"

Ia mendorong kasar pangeran Rocco yang menjadi pelaku yang menempelkan daun basah itu pada luka memar di tangannya. Air matanya hampir saja keluar karena sakitnya sangat terasa.

"Aku mengobatimu!" Bentak sang pangeran kesal karena sudah di dorong oleh Psyce. Niatnya untuk mengobati gadis ini menjadi rasa kesal.

"Ini memang akan sakit tapi bisa membuat memarmu segera sembuh." Setelah beberapa detik terjadi keheningan, pangeran kembali berucap.

"Sejak kapan kau tau?"

"Tau apa?"

"Tidak.."

"Aku tidak bisa membiarkan luka yang tidak diobati,"

"itu saja."

Psyce akhirnya diam dan menerima obat yang diberikan oleh pangeran Rocco meskipun beberapa kali ia mengerang.

"Kau.."

"Tidur disini?"

"Tidak,"

"aku bermain terlalu asik disini bersama winter aku jadi ketiduran disini."

Pangeran Rocco mendelikan matanya mendengar jawaban Psyce. Mengatakan tidak tapi memang ia tertidur disini.

"Dimana rumahmu?"

"Kenapa kau ingin tau sekarang?"

"Kau mau berkunjung? gubuk ku tidak akan cocok dengan istana yang biasa kau tinggali."

Psyce mendengus begitu juga dengan pangeran Rocco.

"Kau pergi saja ke kota sendirian, aku sedang tidak ingin berjalan jalan."

"Kau sakit?"

"Kau mengkhawatirkanku?"

"Sejak tadi kau sangat tidak sopan padaku, dan menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan"

"Aku bukan bangsawan yang menerima pelajaran etiket, sopan santun, atau apapun itu."

"Aku hampir saja lupa fakta itu,"

"ngomong ngomong siapa namamu?"

tanya pangeran Rocco.

"Kenapa kau jadi sangat cerewet pangeran?"

"Mulai lagi.." Pangeran Rocco memutar bola matanya malas mendengar Psyce menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan kembali.

"Aku tidak peduli karena bukan bangsawan seperti kau."

Tak ada lagi yang berbicara, pangeran Rocco memutar pandangannya untuk menatap Psyce yang sejak tadi diam.

"Pantas saja dia diam"

Lama pangeran Rocco memperhatikan Psyce yang memejamkan matanya tengah tertidur. Ditengah lamunannya menatap wajah Psyce, bibirnya itu terbuka mengucapkan sesuatu membuat pangeran Rocco berjingkat terkejut.

"Madeleine, itu namaku."

----------

"Bagaimana dengan surat yang aku kirimkan pada 3 raja beberapa hari yang lalu?"

Oars bertanya pada duke Barnold yang berdiri di depannya dengan beberapa dokumen di tangannya.

"Ini surat balasan yang dikirimkan oleh yang mulia raja Heleth yang mulia."

Duke Barnold meletakan beberapa dokumen yang ia bawa di atas meja Oars beserta dengan surat dengan cap lilin merah khas kerajaan.

"Anda boleh kembali bekerja duke."

"Baik yang mulia."

Oars membuka stempel tersebut dan membaca isi surat yang dikirimkan oleh raja kerajaan timur itu.

'Bandit raja gunung?'

Alasan itu saja tak cukup kuat untuk mengetahui kenapa hanya kereta kudanya saja yang dijarah. Mereka tak akan tau sebelum mereka mengetahui alasannya. Apa pikirannya terlalu jauh mengenai pengkhianatan di dalam istana.

Ini sudah tujuh hari semenjak dirinya mengutus pasukan rahasia divisi 2 untuk menyisir hutan dan desa perbatasan, tapi belum sekalipun ia mendengar kabar dari pasukan itu.

'Kenapa pergerakan mereka begitu lambat? apa karena Hugo tidak bersama mereka?'

Pasukan khusus rahasia yang ia bangun sejak dirinya masih menjadi jendral pasukannya, berisi orang orang yang dipilih langsung olehnya. Oars menaruh kepercayaan lebih pada orang orang di dalamnya. Orang orang yang memiliki kemampuan yang Oars anggap sangat berkompeten untuk istana di masa depan.

Divisi 1 dikhususkan untuk mencari keberadaan bayi yang ia cari, yang ia percayakan pada Chaiden. Namun sampai sekarang, tak membuahkan hasil sama sekali.

'Apa aku perlu meminta bantuan pada Sanlex?'

Ditengah lamunannya, ia mendengar suara pintu ruangannya di ketuk.

"Masuk!"

"Ini surat balasan dari yang mulia raja Elora dan yang mulia raja Kylo yang mulia."

Oars mengambil surat tersebut dan mengangguk sekilas. Duke Barnold kembali keluar dari ruangan Oars.

Ia kembali duduk di meja kerjanya untuk membuka dan membaca isi surat yang dikirmkan oleh kedua raja itu.

Oars mengambil kertas dan pena untuk menuliskan sebuah surat setelah membaca isi surat yang dikirmkan dari kerajaan barat dan selatan. Setelah surat tersebut selesai ia tulis, ia menutupnya dengan stempel tanpa memberikannya cap. Ia memasukan surat tersebut ke dalam laci meja kerjanya.

Lagi ia bangkit berdiri dari duduknya dan menghampiri jendela besar di kamarnya. Perasaannya masih gelisah, ia akan tau jika ia menangkap para bandit itu dan mengintrogasinya.

Apa benar jika ini semua pekerjaan bandit? tapi jika ini pekerjaan bandit, lagi lagi ia tak akan tau alasan kenapa hanya kereta kudanya saja yang dijarah.

Perasaan gelisah membuat dirinya mondar mandir di dalam ruangannya dan memikirkan apa yang akan ia lakukan selanjutnya.

Akhirnya setelah berpikir di dalam ruangan dan menimbang nimbang keputusan apa yang akan ia ambil, Oars mencari keberadaan sekretarisnya itu.

"Apa anda mencari saya yang mulia?"

"Duke Barnold, kirimkan surat undangan untuk ke 3 raja."

"Baik yang mulia."

-

-

-

tbc