Claire menatap bangunan yang ada di depannya sekarang. Sejak pulang sekolah hatinya sudah resah, pasalnya dia tidak bertemu dengan sang oknum yang sempat berada dalam bayangannya tepat Kepala sekolah menyapanya.
"Mereka pasti sudah berada di dalam." gumam Claire yang mau tidak mau harus memasuki gedung tersebut. Semoga saja ia datang tepat waktu. Claire tidak ingin sampai kejadian orang meninggal di depannya terulang kembali. Cukup hal di sekolahannya saja yang membuatnya ngeri setengah mati.
Claire berlari mencoba untuk memasuki pintu yang menjulang tinggi. Temannya sungguh dalam bahaya, Claire harus segera memeringati mereka semua di sana. Beruntungnya pintu tersebut tidak lah di kunci oleh sang pimilik sehingga dengan mudah Claire masuk tanpa ketuk apalagi mengucapkan salam.
"Lah! Lo dateng dari mana, Claire?!" sontak oknum yang sedang berdiri di dekat pintu itu terkejut.
Claire mengatur napasnya saat melihat hanya dua orang di depannya. "Kalian semua harus keluar dari sini kalau ga mau celaka!"
"What' s?"
"Gila! Gue udah sewa mahal gedung ini masa di suruh bubar gitu aja, sih?"
Claire menarik napas panjang, ia menyeret kedua lengan cowok yang banyak tanya itu untuk keluar. "Temen kalian satunya mana?" tanya Claire masih di depan pintu.
"Ke toilet."
Claire melotot seketika. "Suruh dia keluar sekarang juga!" titahnya seolah tak ada waktu lama.
"Emang kenapa, sih? Lo ada pirasat buruk apa ama kita bertiga?"
Claire mendecak. "Ini bukan saatnya cerita! Kalau kalian …"
"Ada apa, sih? Claire?"
Ucapan Claire terpotong ketika ada sahutan dari belakang mereka. Sosok itu mendekati dua temannya yang masih di cekal oleh Claire.
"Ini kenapa temen gue di seret begini?"
Claire menatap tajam. "Kalian harus cepet pergi dari sini … sebelum bangunan roboh!"
"Hah?"
Claire meringis ketika salah satu cekalannya terlepas. Cowok satu itu langsung saja berlari menjauh dari sana, membiarkan Claire dan dua temannya berada di depan pintu.
"Ayok, keluar!!!"
Mereka semua mulai panik dan menjauh dari area gedung. Dua cowok di dekat Claire sudah pergi lebih dalu sedangkan ia masih berusaha berlari di belakangnya. Berusaha untuk gerak cepat agar bisa selamat semuanya. Namun Claire terjatuh saat kakinya tidak sengaja menginjak batu yang beretengger di bawah.
"CLAIRE, AYOK!!!"
Cewek itu meringis pelan ketika mendapati kakinya membiru. Claire berusaha kembali berdiri dengan menahan rasa sakit di kakinya, jika ia yang bisa menyelamatkan tiga cowok di sana, maka Claire juga harus menyelamatkan dirinya. Tetapi justru Claire kembali terjatuh saat kakinya hanya melangkah beberapa meter saja dari bangunan tersebut.
Tiga cowok yang sudah jauh darinya hanya menyoraki untuk tetap berlari dari gedung yang sudah terdengar akan ambruk saat itu juga.
"Vero! Tolong!" Claire tidak berdaya, setidaknya dengan ia berteriak semoga saja cowok itu bisa untuk membantunya berjalan.
Claire melihat ke atas gedung. Bayangan hitam yang tidak jelas ada di sana. Entah kenapa Claire rasa, itu adalah bayangan yang dulu pernah menampakkannya ketika Claire beserta kedua orang tuanya kecelakaan. Apa bayangan itu akan menjemput ajalnya sekarang?
"Ayok, Claire." tangan Vero sudah berada di kedua bahu Claire, membantunya berdiri dan berlari menjauhi gedung di depannya.
Bagas dan Doni sudah pucat pasi menyaksikan dua insan yang kini berhasil menjauh dari gedung yang mulai retak dari tempatnya saat ini. Setelah Claire dan Vero sudah di dekat Bagas dan Doni, mereka semua menutup telinga dan kedua mata ketika gedung tersebut hancur melebur seketik di tempatnya.
Doni dan Bagas terduduk di atas tanah ketika seluruh tubuhnya terasa lemas. Mereka berdua tidak bisa membayangkan jika masih berada di sana. Apa jadinya jika mereka masih mementingkan uang yang sudah susah payah di tabung lalu di suruh untuk segera keluar dan pergi?
"Nyawa gue cuma ada satu, kalau nasib gue buruk … apa di sana akan ada jasad kita?"
Claire bahkan sempat berpikir jika dia yang akan mati di tempat. Tiga cowok itu memang selalu terus bersama, Claire mengingat ketika dulu ia masih bersama dengan teman-temannya. Suka dan duka bersama, sebelum Claire akhirnya tahu apa yang mereka inginkan darinya.
"Don, gue ngerti soal masa lalu lo. Gue minta maaf, ya. Kalau aja tadi kita ga mikirin harus, party. Mungkin kejadian ini ga akan sampe buat lo inget sama trauma lo dulu."
"Iya, walau emang beda cerita tapi tetep aja … kita nyaris mati!"
Claire melihat beberapa mobil yang berdatangan, di parkirkan di tempat lahan yang lebih luas. Mereka semua bergaya dan berdandan. Sepertinya bukan hanya tiga cowok itu saja yang mengadakan sebuah pesta di gedung itu.
"Eh, lo berdua ngapain nangis? Mana duduk di tanah lagi, udah kayak gembel aja." celetuk cowok yang berpakaian cool.
Vero mendongakkan kepalanya untuk menatap. "Party, gagal."
"Hah!!!" mereka semua menatap kaget. "Kenapa bisa gagal? Kita udah bayar mahal, loh. Bukannya kalian yang milih tempat ini?"
Sepertinya mereka para cowok tim futsal di sekolahannya. Claire pernah melihat cowok itu ada di lapangan bersama kawannya yang lain. Jika yang perempuan, Claire tidak begitu mengenal. Hanya beberapa saja yang Claire tahu.
Bagas berdiri dan berucap, "Lo lihat gedungnya di depan kayak apa!"
"OMG!!!"
Seketika itu juga mereka menutup mulutnya menggunakan tangan. Saling melirik tidak percaya sekaligus bingung dan terkejut.
"Ambruk begitu, kenapa bisa?"
Vero mengehala napas halus. "Lo semua bisa pulang lagi. Soal duit yang udah keluar biar gue yang nanggung, tapi … nyicil."
"Yaelah, Ver. Itu tabungan gue bulan ini lagi, kalau besok lo ga ada gue ga bisa jajan di kantin, dong." seru cewek yang memakai kupluk.
Vero menelan ludah. "Gue bilang nyicil, jadi seadanya aja."
Mereka semua mendengus sebal. Padahal hal itu hanya sebuah kecelakaan, bukan keinginan Vero beserta dua temannya juga. Kenapa mereka semua seolah menyalahkan keadaan?
Claire menatap kasihan. Mereka bertiga tidak bersalah atas kejadian ini. "Aku yang akan bayar, karena aku ga suka punya hutang."
"Jangan, Claire. Justru seharusnya kita yang berterima kasih sama lo. Gue ga bisa bayangin kalau ga ada lo mungkin kita masih ada di dalem, kan. Jadi lo ga perlu masukkin diri dalam masalah gue ini." sanggah Vero cepat.
Doni berdiri di bantu oleh Bagas. "Iya, Claire. Gue makasih banget sama lo yang udah baik ngasih peringatan tadi." Ia menjeda, "Gue nyaris mati dua kali."
Walau begitu Claire akan diam-diam memberikan uangnya pada orang yang sudah merasa rugi. Tidak di ijinkan oleh mereka pun bukan berarti Claire menurut saja.
"Oh, iya. Claire, kaki lo luka kita ke rumah sakit dulu aja. Sekalian juga periksa, Doni."ajak Vero melihat kaki Claire yang sudah bengkak.
Cewek itu menggeleng pelan. "Aku akan kompres."
Vero memegang lengan Claire. "Gue ga akan biarin. Gimana pun juga lo celaka karena kesalahan gue yang ninggalin lo."