webnovel

Perampokan Bank Darah

"Liana Jones!"

Liana yang baru saja selesai mengerjakan laporan di laptopnya mencebik kesal. Suara perempuan barusan, membuatnya jengkel.

Laura Keith, wanita pendek bertubuh gempal, berusia 31 tahun, dan seorang perawan tua itu adalah atasannya. Dia selalu membuat Liana menyelesaikan pekerjaan lebih banyak dari karyawan lainnya, tapi setelahnya dia selalu memberi Liana bonus tambahan di akhir minggu.

Laura Keith berdiri dengan kedua tangan di pinggang, di depan pintu ruangan Liana.

"Ada apa Nona Keith?" tanya Liana agak malas.

"Besok kau harus menemui klien di Hotel Seven Stars, apa kau sudah menyiapkan bahan-bahan presentasi?"

"Sudah. Aku sudah menyiapkan semuanya. Perusahaan perfilman yang akan bekerjasama dengan agensi kita, berpusat di mana?" tanya Liana.

"Di California. Mereka adalah perusahaan terkenal. Dengar-dengar, besok selain kau bertemu langsung dengan produser, dan sutradara, mereka akan membawa aktor utamanya ikut bersama mereka. Siapa tahu, kau tertarik untuk berkencan dengan aktor mereka!"

Laura berkata sembari berlalu lalu tertawa, terdengar suara benda dilempar namun tak mengenai sasaran karena Laura langsung menutup pintu ruangan Liana saat Liana melempar sebuah kalender meja ke arahnya.

Entah berapa kali dia selalu mengejek Liana yang tampak tak tertarik pada pria manapun yang selalu mendekatinya. Liana tak terlalu ambil pusing.

Laura saja yang tak pernah tahu, dulu dia punya kekasih.

Ya ... kekasih.

Kekasih yang tak pernah lagi mencarinya.

Entah dia masih hidup atau mungkin sudah mati.

Liana tiba-tiba merasa bersalah.

"Dasar sinting! Manusia itu aneh, apa mereka selalu berpikir bagaimana mencari laki-laki atau perempuan untuk menikah, lalu hidup bersama, dan mati bersama atau mati seorang diri, sementara pasangannya selingkuh setelah dia mati?"

"James tak pernah mencariku, apa dia mati dibunuh Ankhra? Atau dia sudah mendapatkan penggantiku?"

Liana menggigit ujung bulpen, kemudian jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja, wajahnya terlihat sedang memikirkan sesuatu.

Kastil Lambardi berada jauh di atas pegunungan dengan hawa di sekelilingnya yang sangat dingin, bahkan tak ada burung-burung atau hewan lain yang melintas dan berkeliaran di sana.

Tempat itu begitu sunyi.

Tempat itu begitu tenang.

Apa mungkin James masih berada di sana, menunggunya kembali?

"Aku tak bisa kembali ke sana," ujar Liana lalu menggelengkan kepalanya. 

Sementara itu di Hotel Seven Stars, hotel bintang enam, yang sangat mewah dan memliki harga selangit, tiga orang laki-laki sedang bercakap-cakap di restoran mewah bagian dari hotel.

"Besok, perwakilan dari perusahaan agensi advertising akan dikirim oleh mereka untuk mengurus kerjasama dengan perusahaanku. James, apa kau tak ingin beristirahat?"

Laki-laki yang namanya baru saja disebut mengangkat kepalanya, sementara satu tangannya sibuk mengutak-atik handphone.

"Hm?"

"Besok jadwalmu sangat padat, kau harus menghadiri talkshow di sebuah stasiun televisi, lalu wawancara dengan beberapa media. Apa kau tak ingin kembali ke kamar dan beristirahat, mengumpulkan tenaga untuk besok?"

"Produser Aiden, apakah itu sebuah keharusan?"

"Tentu saja, bagaimana kalau kondisi tubuhmu tidak fit saat prosesi wawancara dan beberapa kegiatan lainnya? Selama satu bulan ke depan kau akan sangat sibuk, sebaiknya kau jaga kesehatanmu," jawab Aiden Miller.

Rasanya James ingin tertawa terbahak-bahak saat itu juga.

Mendengar kata 'istirahat' membuat perutnya menjadi geli.

Seandainya dua laki-laki di hadapannya tahu siapa dirinya, mungkin mereka tak akan berpikir lama dengan mengambil langkah panjang untuk melarikan diri dari hadapannya saat ini juga.

"Ok. Aku akan beristirahat, kalian lanjutkan saja pembicaraan mengenai rencana besok," jawab James berpura-pura menyetujui gagasan Aiden padanya. 

James pun bangkit berdiri dari kursi, setelah berpamitan, dia berjalan membelakangi kedua lelaki itu.

Saat ini yang terpikir adalah dia akan keluar dan mencari 'makanan' untuk mengisi perutnya yang sudah kelaparan selama berhari-hari. Tapi hanya karena kelaparan tetap saja tak akan membuat kesehatannya memburuk sedikit pun.

Selama beberapa tahun ini dia hidup dengan identitas lain, dan melakukan pekerjaan lain dari kehidupan sebelumnya. Entah sudah berapa kehidupan yang dilewatinya, dia tak lagi menghitungnya.

Wanita yang dicintainya meninggalkannya begitu saja, menutup semua akses agar tak bisa ditemukan, bahkan menutup portal pikiran agar dia tak bisa dengan mudah melacak keberadaannya.

Jadi ... hanya dengan cara seperti inilah dia melakukan pencariannya, membaur dengan manusia biasa, dan dia tak pernah menyerah begitu saja. Wanita itu telah berjanji satu hal, dan dia akan menagihnya kembali.

James keluar dari gedung hotel, lalu mencari tempat sepi. Dengan cepat dia melesat ke atas, melompati satu gedung ke gedung lainnya.

Gerakannya yang begitu cepat mengarah ke sebuah rumah sakit besar yang berjarak hanya beberapa puluh kilometer dari hotel. Tak ada yang bisa melihat gerakan James yang begitu cepat membelah angin malam.

James mendarat dengan tepat di atas atap gedung rumah sakit tersebut. Rasa lapar itu yang membuatnya harus mencari makanan yang dibutuhkannya dengan segera atau dia akan kekurangan kekuatannya.

Tak lama kemudian dia telah sampai di sebuah ruangan yang menyimpan berbagai golongan darah yang digunakan untuk para penerima donor yang membutuhkan transfusi darah.

Dia sudah sampai di bank darah. Rasanya hatinya ingin berteriak-teriak kegirangan setelah dia menahan lapar selama berhari-hari karena kesibukannya yang membuat kedua orang itu selalu berada di sampingnya tak memberinya ruang sedikit pun untuk bergerak. Produser dan sutradara itu hampir membuatnya gila memikirkan bagaimana caranya pergi mencari 'makanan.'

Setelah mendapatkan apa yang diinginkannya, James kembali ke atas gedung rumah sakit dan duduk di pinggir tembok.

Rasanya sudah sangat lama, apakah mungkin Liana masih memiliki perasaan yang sama dengannya?

Meski sedikit dia masih mampu merasakan rasa sakit karena kehilangan Liana.

Apakah Liana akan menepati janjinya dulu?

Bagaimana nanti saat bertemu, apakah rasa cinta yang penuh gairah dan gelora yang membara itu akan kembali seperti sebelumnya?

James mendesah frustasi memikirkan wanita yang membuatnya berani menentang Ankhra, bahkan membunuh seorang kepercayaan Ankhra, membuat vampir tua berusia ribuan tahun itu murka padanya.

Di tempat lain, Liana yang baru saja kembali ke apartemen, mengempaskan tubuhnya ke atas sofa.

Sejak tadi siang, dia merasakan perasaan aneh dalam dadanya. Dia merasakan jika James berada tak jauh dari keberadaannya sekarang.

"Apa mungkin laki-laki keras kepala itu ada di kota ini? Aku telah menutup portal pikiranku, dan juga menutup jejakku agar James tak bisa menemukanku, tapi kenapa aku semakin merasakan perasaan yang sangat kuat, jika dia berada sangat dekat. Apa mungkin selama ini dia mencariku?"

Suara dering handphone mengejutkan Liana.

Nama penelepon di layar membuatnya tersenyum.

"Hai, ada apa meneleponku?" tanya Liana.

"Liana, apa kabar?"

"Aku baik-baik saja, Raymond. Ada apa?"

"Beberapa hari lagi aku akan pergi ke New York, mungkin kita bisa bertemu?"

"Oh ya, ada tujuan apa kau ke New York?"

"Ada urusan bisnis, aku harus bertemu dengan klien. Bisakah kau menjemputku di bandara?"

Sebenarnya laki-laki yang sedang berbicara dengan Liana sama sekali belum pernah bertemu dengan wanita itu. Perkenalan tak disengaja melalui sebuah akun media sosial milik Liana, membuat hubungan itu berlanjut, keduanya menjadi semakin akrab.

Raymond Leighton, seorang pengusaha muda yang cukup sukses di London. Liana hanya mengenal wajahnya dari beberapa foto yang dikirim Raymond padanya melalui akun WeChat.

Tampan, menarik, dan kedua matanya yang berwarna hijau membuat penampilannya semakin sempurna. Tapi sayang, Raymond Leighton adalah seorang manusia, makhluk yang selalu dianggap lemah dan menjadi sasaran empuk bagi kelompoknya.

"Aku akan menjemputmu, Ray. Katakan saja pukul berapa aku harus menjemputmu?"

"Pesawatku nanti direncanakan akan tiba pukul delapan malam."

"Aku akan datang."

Setelah Liana menutup telepon, dia menyalakan televisi dan tertarik pada sebuah berita yang baru saja terjadi di sebuah rumah sakit besar di kota.

Berita mengatakan, kehebohan terjadi ketika bank darah yang menyimpan stok persediaan darah untuk pasien tiba-tiba mengalami perampokan, yang dirampok hampir seluruh golongan darah yang berada di dalamnya. Hanya tersisa beberapa kantong darah, yang membuat gempar, siapa yang mengambil sejumlah kantong darah dengan jumlah yang begitu banyak, lalu dipergunakan untuk apa?

"Huh? Perampokan bank darah? Buat apa manusia merampok bank darah, dan mengambil hampir semua kantong darah di sana? Apa mungkin?"

Liana mengecilkan suara televisi, kedua alisnya bertaut, wajahnya terlihat tegang.

"Jika bukan manusia, lalu siapa yang merampok?"