webnovel

The Last Memories

Ebi, gadis cantik yang tumbuh dengan rasa sedih sepanjang hidupnya. Mamanya pergi meninggalkan dirinya setelah melahirkan, ayahnya meninggal dunia, dan hanya Bu Jihan - adik dari mama Ebi yang dengan berat hati mau mengasuh gadis itu. Hidupnya tidak gratis, harus ada imbalan yang ia berikan untuk Bu Jihan. Namun, kehidupan pahitnya berubah menjadi manis ketika dirinya bertemu dengan cowok bernama Alzam, dan Alfa. Mereka memberikan kisah manis yang tak pernah Ebi bayangkan sebelumnya. Meskipun manisnya hidup di rasaka, tetap saja ada rasa pahit yang terus Ebi lalui untuk bertemu dengan mamanya yang entah ada di mana.

meybulansafitrii · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
175 Chs
avataravatar

PENYELAMAT

"Lo di mana Zam?"

"Sekolah, kenapa?" sahut Alzam sambil memasukkan berbagai cat, dan kuas ke dalam tasnya.

"Zam, ke rumah sakit pelita sekarang! Ebi harus di operasi, dokter bilang kalau dia gak minum obatnya, makanya dia pingsan," jelas Nera dengan nada panik di seberang sana.

Kening Alzam bertaut dalam, secara spontan ia juga beranjak. Membuat teman kelasnya menatap dengan kening bertaut dalam.

"Posisi di IGD apa di ruang inap?"

"IGD, udah di operasi, cuman duitnya Zam. Gue gak bisa bayar, Abar juga gak bawa duit."

"Oke, gue ke sana sekarang, lo jagain nerta ya!" ucap Alzam sebelum akhirnya memutuskan sambungan teleponnya.

Cowok itu segera mengambil tas ranselnya, menghampiri guru laki-laki yang sedang duduk di kursinya.

"Pak, ada urusan mendesak, saya harus ke rumah sakit sekarang. Lima menit lagi bell pulang, saya boleh pergi?" pinta Alzam cepat.

"Oke, silakan!" sahut laki-laki itu.

Alzam segera mengecup punggung tangan itu, dan berlari keluar.

*********************************

Cowok itu berlari dengan tergesah-gesah. Raut mukanya nampak pucat, ia sangat mengkhawatirkan kondisi Ebi. Kepalanya hanya berisi nama, dan wajah gadis ceria itu. Namun, hari ini ia tidak mau sesuatu terjadi pada Ebi.

Sesuatu yang sangat tidak di inginkannya. Alzam ingat siapa pelakunya, ia sangat ingin menghukum Stella, tapi Ebi selalu menghalanginya. Membuatnya kembali tak tega untuk menyakiti Ebi hanya karena membalaskan dendam pada Stella.

"Alzam?"

Suara itu membuat langkah Alzam terhenti, itu berpuar. Mencari-cari suara Nera, langkahnya kembali di gerakan dengan sangat cepat. Menuju kursi tunggu yang dekat dengan ruang IGD.

"Nerta mana Ra?" tanya Alzam panik.

"Ada, lagi operasi. Salah satu ners nyuru kita buat nunggu di sini, lo sabar!" jelas Nera tenang.

"Berapa biayanya?"

"Masih belum tahu, operasinya belum selesai, jadi belum di kasih total tagihannya."

"Tadi ceritanya gimana sih? Kok bisa nerta pingsan?"

"Tadi waktu kita lagi lewat, ebi tiba-tiba pingsan. Posisi dia lagi sapu halaman rumah, dan gue rasa ada kegiatan lain yang ngebuat dia jadi pingsan," jelas Abar.

Alzam menghela panjang, ia tidak menyangka jika Bu Jihan sekejam itu pada Ebi. Wanita itu sudah tidak memiliki hati nurani, terlalu kejam untuk Ebi yang sedang sakit.

"Udah Zam, jangan mendem perasaan kesel kaya gitu! Ebi gak akan suka, dia terlalu cinta ke bu jihan, yang padahal ngebuat hidupnya sengsara," ucap Nera.

"Tapi kalau gak ada bu jihan, ebi gak akan sama kita kaya sekarang," sahut Abar.

"Lo bener Bar, tapi hati nurani harusnya di pake di saat kondisi nerta yang gak stabil kaya sekatang," jawab Alzam.

"Yaudah sekarang berdoa aja, semoga ebi cepet sembuh!" ucap Nera.

Alzam mengangguk sebelum akhirnya duduk di salah satu bangku. Nera, dan Abar ikut duduk. Menunggu jawaban tentang kondisi Ebi dari dokter yang menanganinya.

"Keluarga pasien ebi?" ucap perawat laki-laki itu.

Ketiga remaja itu beranjak.

"Iya, gimana keadaan ebi sekarang?" tanya Nera.

"Sudah membaik, operasi sudah selesai. Ini resep yang harus di tebus ya, apotek IGD ada di sebelah," jelas perawat laki-laki itu dengan ramah.

Nera segera mengambil kertas itu, dan mengangguk sambil mengucapkan ungkapan terima kasih.

"Berapa nominalnya Ra?" tanya Abar.

"Ini bukan tagihan, tapi ini resep," sahut Nera.

"Itu harus ke apotek dulu, biar tahu berapa tagihannya," jelas Alzam.

Nera menghela, dan memberikan resep itu kepada Alzam, "Lo aja ya yang ke apotek, gue sama Abar mau jenguk ebi."

"Hm, oke," sahut Alzam sebelum akhirnya pergi menuju apotek yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

Cowok itu mulai meletakkan resepnya, dan menunggu untuk panggilan antriannya.

"Resep atas nama nona ebi," ucap salah satu asisten apoteker.

Alzam beranjak, dan mulai mendekat.

"Mohon tanda tangan di sini ya Mas, ini tagihannya, harap di bayar di sebelah!" jelas perempuan dengan kerudung berwarna merah itu.

Alzam mengangguk, ia segera menandatangani kertas berwarn pink itu, dan mengambil tagihan berwarna putih.

Keningnya bertaut dalam, total yang harus di keluarkan tidak sedikit. Alzam tidak punya uang sebanyak itu, semua uangnya ada di ATM, dan dia sedang tidak membawa kartu ATM-nya.

"Berapa sih?" ucap seseorang yang dengan cepat mengambil kertas tagihannya, "Oh segini, gue yang bayar."

"Fa, lo ngapain di sini?" tanya Alzam ketus.

"Jangan ngajak ribut dulu, ini harus di lunasin!" peringat Alfa sebelum akhirnya menghampiri bagian pembayaran.

Ia segera mengeluarkan uang sebanyak tujuh ratus ribu. Melunasi semua tagihan Ebi, dan kembali menghampiri Alfa yang sedang berdiri di dekat pintu masuk.

"Lo kenapa gak ngasih tahu gua kalau elena sakit?" tanya Alfa kesal.

"Apa pentingnya buat ngasih tahu lo? Gak ada Fa."

"Jelas ada, gue temennya. Sedangkan lo siapa? Lo gak ada rasa bersalah sama elena? Mantan lo yang ngebuat dia sakit!"

"Gue tahu stella mantan gue, tapi apa yang stella lakuin bukan kesalahan gue!"

Alfa tertawa, kemudian meraih kerah kemeja Alzam dengan kuat, "Gue gak peduli, tapi lo harus jauhin elena!"

"Kenapa? Lo takut kalah saing sama gue? Lo takut nerta lebih pilih elo ketimbang gue?" sahut Alzam dengan nada meremehkan.

Rahang Alfa semakin menguat, dan cengkraman pada kerah Alzam pun ikut lebih kuat sekarang.

"Woy! Lo pada ngapain sih?!" teriak Nera sambil berlari, "Kalau mau berantem di luar, jangan di rumah sakit!"

Alfa mendengus, dan segera melepaskan cengkraman tangannya dengan kasar. Raut mukanya yang merah mulai berubah menjadi putih karena emosi yang sudah mereda.

"Ebi sakit, dan ini rumah sakit. Jangan buat onar, jangan bikin masalah baru!" omel Nera, "Lo, orang baru yang gue gak kenal, jangan langsung main fisik! Khawatir boleh, emosi boleh, tapi lihat tempat!"

"Sorry about that," sahut Alfa menyesal.

Nera menghela panjang, menatap Alfa, dan Alzam bergantian, "Ebi udah sadar, kalian boleh ke sana, tapi jangan berantem ya!"

"Gak akan Ra," sahut Alzam.

"Lo juga orang baru!" ketus Nera.

"Iya, gak akan lagi gue emosi," ucap Alfa, "Lo duluan aja deh, gue nyusul nanti, ada yang harus gue obrolin."

Kening Nera bertaut dalam, "Siapa?"

"Kepo, udah sana pergi!" titah Alfa.

Tanpa mengucapkan sesuatu, Alzam segera menggandeng lengan Nera untuk pergi meninggalkan Alfa yang masih berdiri di dekat pintu masuk.

Cowok itu kembali menghela panjang, mengeluarkan ponsel yang tersimpan di dalam saku celana. Setelah beberapa saat, ia segera menempelkan benda pipih itu pada telinganya.

"Lo di mana? Ini tugas pertama!" ucap Alfa.

"Apa tugasnya?" sahut gadis di seberang sana.

"Bayar tagihan rumah sakit sekarang, gue kirim nomor rekening gue biar lo bisa bayar tanpa harus ke sini!"

"Berapa banyak? Dia nginep atau engga sih emangnya?" sahut Stella kesal.

"Udah jelas rawat inap, hari ini elena operasi. Lo cuman perlu bayar tagihannya, terus jangan bully elena lagi!"