webnovel

The Kingdom Of Zen William

Sofia Charllote, seorang gadis cantik berusia 21 tahun. Pekerjaan sehari-harinya membuat arak secara ilegal untuk diimpor ke London. Suatu hari, ia jatuh cinta dan menikah dengan seorang pria tampan yang mengaku sebagai pemburu di hutan terlarang. Dua bulan menikah, jenderal dan gerombolan pasukan berkuda mendatangi kediamannya. Membawa sang suami pergi tanpa sempat berpamitan pada Sofia. Beberapa bulan kemudian, terdengar kabar pernikahan Pangeran Zen William di seluruh penjuru kota. Dengan keadaan hamil 5 bulan, Sofia pergi unt uk melihat pernikahan sang Pangeran. Orang-orang bilang, Raja sedang memberikan sedekah untuk rakyatnya. Sofia berangkat dengan berjalan kaki bersama beberapa kawannya. Ia akan menggunakan sedekah dari Raja untuk membelikan obat untuk sang ayah. Sesampainya di sana, bukan hanya sedekah yang ia dapatkan. Sofia mendapat kejutan besar, Pangeran Zen Willian adalah Zeno Bridgestone, suaminya. Wanita itu pulang membawa sedekah beserta kepingan hati yang terluka. Ia menceritakan semua pada kedua orang tuanya, hingga ayah dan ibu Sofia sakit keras lalu meninggal dunia. Hidup sebatang kara di gubuknya, lalu diperkosa oleh sekawanan perampok. Merasa tidak sanggup menjalani hidup, Sofia terjun ke sungai yang terkenal dalam dan dihuni oleh predator pemangsa daging. Dewa belum mengizinkannya untuk pergi, Seorang Jenderal perang bernama Mark Bonaparte menyelamatkannya. Pria itu merawat Sofia dan jatuh cinta padanya. Kesakitan hati yang mendalam, membuat Sofia bertekad untuk membalas dendam. Untuk bayinya, kedua orang tua, harga diri dan juga cintanya. "Sofia Charllote bersumpah. Zen William, harus hancur. Tidak peduli jika nyawa yang menjadi taruhannya!" Dengan dendam yang menyelimuti hati, Sofia mengabdikan diri pada iblis bernama Mashiver. Meminta kekuatan, harta juga kemampuan untuk mengubah separuh wajahnya agar tak ada yang mampu mengenalinya. Sejak hari itu, Sofia Charllote telah mati. Dia mengubah namanya menjadi, Aurora Esmee.

Umia_Mia · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
376 Chs

8.Mala Petaka Dan Iblis

Thruv Niramon bergegas pergi. Meninggalkan Sofia yang kembali mendudukkan dirinya di bawah pohon. Sekilas ia melihat wanita itu bersandar. Raut wajah Sofia tampak susah, seperti ada beban berat yang tengah wanita itu bawa.

Thruv juga tidak mungkin salah melihat, perut Sofia tampak besar. Apakah istri dari adik tirinya itu tengah hamil? Kini Thruv dilanda kegelisahan, haruskah ia memberitahukan kabar ini pada Pangeran Mahkota?

Lagi-lagi Thruv menggelengkan kepala penuh keputusasaan. Ia tidak mungkin melakukan hal itu, pria berambut perak itu tidak mau jika sang adik akan mengamuk dan kabur dari istana nantinya.

"Tidak, maafkan saya. Saya tidak bisa memberitahukan ini pada Yang Mulia. Maafkan saya," gumam Thruv pada dirinya sendiri.

Anak selir raja itu mengikatkan tali kuda yang menemani perjalanannya pada sebuah pohon. Lalu, ia kembali berjalan ke arah Sofia.

Pria dengan rahang tegas itu mengawasi istri adiknya dari balik semak-semak. Dengan jelas ia melihat Sofia menangis terisak. Wajahnya memerah sesekali meringis menekan perutnya.

"Assh, maafkan saya anakku. Ibu membawamu ke dalam masalah yang rumit. Ibu yang paling bertanggung jawab atas semua penderitaanmu. Ashh!" Wanita berambut jelaga itu terus merintih, ia merasa kelelahan hingga berakibat nyeri pada perutnya.

Sedangkan Thruv masih memantau dari jauh, namun ia masih dapat mendengar rintihan yang keluar dari birai ranum Sofia yang tampak semakin pucat.

Dengan sedikit bersusah payah, Sofia mulai berdiri. Telapak tangannya terus menekan perut. Sesekali wanita itu meringis kesakitan. Sofia mulai berjalan dengan perlahan, ia tidak bisa terus beristirahat seperti ini.

Di rumah, sang ibu tentu sangat membutuhkan wanita itu. Belum lagi ia harus bekerja untuk membiayai pengobatan ayahnya.

Thruv menampakkan dirinya, ia tidak tahan. Lelaki berkulit pucat itu tidak tega melihat keadaan Sofia.

"Nona, tunggu saya!" seru Thruv Niramon, pria itu keluar dan muncul dari balik semak-semak tempat ia menyembunyikan diri.

Sofia hampir saja terjatuh akibat mendengar teriakan Thruv yang sangat tiba-tiba. "Tuan, Anda yang membawa seekor kuda tadi, bukan?"

Thruv mengangguk, lelaki itu sedikit menunduk hormat pada Sofia. "Pulanglah bersama saya, Nona."

Sofia segera memundurkan langkahnya beberapa kali saat tangan Thruv tiba-tiba terulur di hadapannya. "Maaf, saya bisa berjalan sendiri. Saya mohon pergilah, saya takut dengan Anda."

"Saya Thruv Niramon, seperti yang Anda katakan beberapa saat yang lalu. Maaf saya berbohong kepada Anda, saya kakak tiri Zeno Bridgestone." Thruv mencoba untuk menjelaskan agar Sofia tidak takut lagi kepada dirinya.

Tubuh Sofia hampir limbung, andai saja Thruv tidak menahannya. Binar cerah di wajah Sofia tampak merekah, seakan ada harapan baru yang timbul dari dalam raganya. "Kakak, Zeno pergi. Apakah dia kembali ke rumahnya bersama dengan Anda? Saya mohon, pertemukan kami."

Tanpa sadar Sofia mencengkeram erat pakaian yang Thruv kenakan. Perasaan bahagia membuatnya lupa diri, yang ada di dalam sanubari hanya nama Zeno untuk saat ini.

Thruv terdiam, ia tidak bisa menjawab pertanyaan yang Sofia ajukan padanya.  "Mari, saya antarkan pulang terlebih dahulu."

sofia memilih untuk ikut, ia juga ingin segera sampai di kediamannya.

Dalam perjalanan pulang, sesekali Sofia mengajukan pertanyaan pada Thruv. Namun, pria itu sama sekali tidak berniat memberikan jawaban.

"Tuan Thruv, atau Kakak ipar? Anda lebih nyaman saya sebut apa?" tanya Sofia.

Wanita cantik itu mendongak perlahan, netra keduanya bertemu namun dengan gerakan kilat Thruv memutusnya sepihak.

Sofia kembali fokus menatap jalanan di depan. Ia merasa jika kakak iparnya itu tidak menyukai dirinya. Hati Sofia mendadak muram, padahal hanya Thruv yang wanita itu kenal. Ia sama sekali tidak tahu siapa keluarga Zeno yang lain.

"Mau istirahat sebentar? Perjalanan masih sangat jauh, kasihan bayimu. Lebih baik kita mencari makan di sekitar sini."

Sofia ingin mengangguk saat mendengar tawaran kakak iparnya. Namun sekali lagi, ia merasa takut jika hal itu nanti akan merepotkan orang lain. "Mmm, tidak perlu. Nanti saya makan di rumah saja, Tuan."

Tak lagi meminta persetujuan dari Sofia, Thruv menghentikan kudanya pada sebuah kedai makanan yang tampak ramai oleh banyaknya pengunjung. "Kemari, saya bantu turun."

Sofia mengulurkan tangan walaupun sejujurnya ia merasa tidak nyaman saat bersentuhan dengan pria lain. Entah mengapa ia merasa tidak lagi pantas untuk hal itu, mengingat jika dirinya saat ini tengah bersuami.

Thruv menyantap makanannya dengan tenang. Berbeda dengan Sofia yang terlihat sangat gelisah.

"Kenapa? Tidak menyukai makanannya?" tanya Thruv penasaran.

Sofia menggeleng dengan cepat, "Tidak. Bukan itu. Perut saya sedikit terasa nyeri."

Refleks tangan Thruv mengusap perut Sofia. Yang mana hal itu membuat tubuh sang wanita menegang hebat. Tanpa sadar ia menahan napas, matanya melirik ke arah sekitar. Namun tidak seperti yang ia bayangkan, mereka semua terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing.

"Anda sedang hamil? Bolehkah saya meramalkan nasib Anda?" tanya seorang wanita tua yang tiba-tiba saja datang menghampiri meja Sofia.

Sofia menatap Thruv untuk meminta persetujuan, dan mendapat anggukan sebagai jawabannya.

"Kemarikan telapak tangan kiri Anda, Nyonya." Sofia mengulurkan tangan sesuai dengan permintaan peramal tua itu.

"Terlihat sangat pucat, Anda pasti kelelahan. Jangan bekerja terlalu keras," ucap peramal.

Sang peramal mulai memejamkan mata, sedangkan Sofia memandanginya dengan lekat. "Tidak mungkin!" serunya.

Peramal itu menyentak tangan Sofia hingga terpental ke arah meja.

"Aw!" Wanita cantik itu meringis kesakitan.

"Apa-apaan ini?!" teriak Thruv begitu melihat Sofia yang tampak kesakitan.

Peramal itu menggeleng keras. "Mala petaka! Kehancuran ada di depan matamu! Kau iblis!" teriaknya.

Thruv berdiri, mencengkeram erat pakaian lusuh yang peramal itu kenakan. "Tutut mulutmu! Dia sedang hamil, jangan menambah beban pikirannya!"

Pria berkulit pucat itu menyentak cengkeramannya. Tangannya beralih menggenggam pergelangan Sofia dan membawa wanita itu pergi begitu saja. Tak lupa Thruv juga melemparkan satu kantong koin emas untuk membayar seluruh kerugian yang ia ciptakan.

Thruv tidak sadar, ia sedang menarik wanita hamil dengan begitu kasar. Pria itu membantu Sofia naik di atas kuda lalu ia menyusulnya di belakang.

Saat akan menarik tali kuda, tanpa sengaja Thruv melihat Sofia mengusap pergelangan tangannya yang tampak memerah.

"Apakah itu karena saya?" tanya Thruv ragu.

Sofia mengangguk pelan, "Benar. Tuan menarik saya terlalu keras," cicitnya.

Thruv memejamkan mata sejenak, ia sama sekali tidak menyadari. Hatinya sudah terlanjur dikuasai oleh emosi.

"Maafkan saya, saya sama sekali tidak sengaja telah melakukan hal itu." Pria itu menarik napas dalam, masih ada hal lain yang ingin ia sampaikan.

"Sofia, bisakah saya meminta sesuatu padamu?" lanjut Thruv.

Sofia mengangguk namun tidak berani mendongak untuk menatap kakak iparnya. "Apa Tuan?"

Thruv menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. "Tolong, jangan datang ke acara pernikahan Pangeran. Maksudku, kau sedang hamil. Itu akan sangat membahayakan kehamilanmu nantinya."