Adro tersenyum lembut sebelum melanjutkan makannya. Setelah menghabisan makanan enak itu, ia membuang bungkus plastiknya ke dalam tempat sampah.
"Di sini banyak benda-benda yang terbuat dari bahan yang aneh, ya?" Ucap Adro setelah kembali ke tempat duduknya.
"Hm?" Grace menatap Adro bingung. "Contohnya seperti apa?"
"Tempat makan yang kau bilang harus dibuang setelah digunakan, pembungkusnya, dan peralatan makannya - Semua terbuat dari bahan yang tidak pernah aku lihat sebelumnya," Jelas Adro.
"Oh..." Grace mengangguk-angguk mengerti dengan sedikit tawa kecil. "Itu namanya adalah plastik,"
"Plastik?" Ulang Adro.
Grace mengangguk, "Plastik adalah bahan yang paling banyak digunakan di jaman modern ini. Sangat banyak barang keseharian yang dibuat dari plastik. Bahkan, di pakaian saja terkandung plastik meski sedikit dan tidak terlihat. Itu adalah bahan baku yang sangat penting di dunia ini,"
"Itu mengagumkan. Trimakasih sudah menjelaskannya untukku," Ucap Adro seraya mengangguk paham.
"Apa… di dunia asalmu tidak ada plastik?" Tanya Grace dengan berhati-hati. Ia takut menyinggung perasaan Adro. Mungkin saja pria itu akan menganggap Grace mengatainya primitif secara tidak langsung.
Adro menggeleng. "Tidak ada. Di duniaku, kami menggunakan besi, perak, tanah liat, kulit, dan yang lainnya untuk membuat peralatan sehari-hari."
"Oh… Itu sama dengan apa yang aku baca di buku-buku mengenai kehidupan beratus tahun yang lalu ketika di dunia ini masih berdiri kerajaan-kerajaan,"
"Mungkin aku akan mempelajari tentang plastik untuk membawanya ke negriku nanti. Itu akan sangat berguna untuk seluruh rakyatku. Namun, apakah itu sulit didapatkan?" Tanya Adro.
"Sesungguhnya, pelastik adalah benda yang murah dan mudah didapatkan hingga banyak digunakan. Sayangnya, pelastik juga memiliki dampak yang cukup buruk," Jelas Grace seraya menyipitkan kedua matanya dengan wajah berubah serius.
"Bagaimana mungkin benda yang sangat berguna seperti ini memiliki dampak yang buruk?" Kedua mata Adro melebar.
Grace mengangguk. "Plastik memang sangat berguna untuk kehidupan manusia hingga kami bergantung padanya. Namun, penggunaan pelastik menjadi terlalu berlebihan sekarang. Dan fakta buruk lainnya adalah plastik membutuhkan waktu puluhan hingga ribuan tahun untuk terurai. Bahkan ketika ia terurai, tetap akan mengeluarkan senyawa berbahaya. Ketika dibakar pun, residu dari pelastik akan mencemari tanah, air, udara, bahkan makhluk hidup,"
Adro nampak agak bingung mendengar penjelasan Grace karena banyak istilah yang tidak pernah ia dengar sebelumnya. Namun ia mengerti bahwa pelastik itu ternyata tidak sebaik yang ia pikirkan. "Jadi, maksudmu adalah pelastik sangat sulit untuk menghilang dengan sendirinya? Kenapa kalian tidak membuat benda baru menggunakan pelastik yang lama? Kaca, besi, dan tembikar, bisa dibuat menjadi benda baru setelah itu sudah hancur,"
Grace menggeleng dengan senyum tipis. "Pelastik berbeda dengan semua benda-benda itu, Adro. Pengolahan pelastik bekas itu sangat rumit dan mahal. Pelastik yang di-daur-ulang juga akan menurunkan kualitasnya. Karena itu, banyak orang lebih memilih untuk memproduksi pelastik baru,"
"Daur ulang?" Adro mengerutkan keningnya sedikit.
"Daur ulang adalah mengubah benda yang sudah tidak bisa digunakan menjadi barang baru. Seperti kaca, besi, dan tembikar yang bisa dihancurkan dan dijadikan barang baru," Jelas Grace.
Tiba-tiba, Adro bangkit berdiri dan membuka tempat sampah untuk mengambil sampah sushi yang tadi ia buang.
"Hei, apa yang kau lakukan, Adro? Kau tidak berpikir untuk menyimpan benda itu, 'kan?" Grace tertawa geli. Pria itu sungguh seperti anak-anak. Ia sangat polos - Mungkin karena ia berasal dari kerajaan jaman dahulu.
"Aku tidak mau membiarkan benda ini melakukan kerusakan seperti yang kau katakan. Dan benda terkutuk ini tidak akan masuk ke dalam negriku. Jika sampai ada rakyatku yang membuat plastik, aku akan langsung menghukum mereka dengan berat," Ucap Adro tegas.
Grace lantas tertawa melihat tingkah laku pria tersebut. "Adro, itu tidak seperti yang kau pikirkan. Sesungguhnya pelastik sangat berguna. Hanya saja, orang-orang harus bijak dalam menggunakannya. Aku tahu kau merasa bersalah membuang benda itu, tapi, itu tidak apa karena benda itu akan didaur ulang."
"Benarkah?" Adro mengangkat satu alisnya.
Grace mengangguk. "Rumah sakit ini bertanggung jawab dengan sampah mereka. Bahkan bukan hanya rumah sakit ini saja, melainkan pemerintahan di kota ini. Karena itu, kota ini terkenal dengan kebersihannya dan ramah lingkungan,"
Dahi Adro mengkerut sedikit. "Apa kau yakin?"
"Tentu saja. Untuk apa aku mengarang cerita?" Grace kembali tertawa.
Akhirnya Adro ikut tertawa kecil seraya mengembalikan sampah tersebut ke dalam tempat sampah. "Maaf jika aku sempat meragukanmu. Cerita yang kau sampaikan membuatku merasa sangat khawatir,"
"Itu tidak masalah. Mengkhawatirkan tempat kita tinggal adalah hal yang wajar. Ketika kau memiliki rumah, kau pasti ingin rumahmu selalu terawat dan akan menjadi sedih ketika itu hancur," Ucap Grace hingga termenung sendiri, mengingat kondisi hidupnya yang sudah berantakan.
"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Adro seraya menatap wajah Grace. Ia menyadari raut gadis itu tiba-tiba menjadi suram.
"Ah... Tentu aku tidak apa-apa," Jawab Grace begitu tersadar dari lamunannya. "Aku hanya merasa agak mengantuk,"
"Kalau begitu kau bisa tidur. Aku akan berjaga di sini," Ucap Adro.
"Terimakasih. Tapi sebenarnya, kau tidak perlu berjaga karena tidak ada yang berbahaya di sini. Sepertinya kau juga perlu istirahat," Sahut Grace.
"Apakah kau yakin?" Tanya Adro.
Grace mengangguk. "Ini bukan pendapatku, namun memang benar tempat ini tidak berbahaya."
"Baiklah. Aku percaya padamu," Adro mengangguk singkat.
***
"Pangeran Adro,"
Sebuah suara lembut membuat pria tinggi berpostur tegap dengan pakaian kerajaan berwarna putih gading itu memutar tubuhnya. Sejak tadi, ia sedang memperhatikan kereta kuda berwarna coklat yang sedang terparkir di depan tangga pintu masuk istana.
Kereta kuda itu bertugas membawa barang-barang milik seorang putri bangsawan dari sebuah kastil yang berada di pinggiran negri yang ayahnya pimpin. Ia sedang menunggu kedatangan sebuah kereta kuda putih yang membawa sang putri.
Begitu pangeran bernama Adro itu berbalik, ia terkejut mendapati seorang gadis sudah berdiri beberapa langkah di belakangnya.
Kedua matanya langsung menatap gadis dengan dua mata biru dan wajah mungil itu. Kulitnya putih bersinar bak porselen, semakin indah dengan rambut panjang beige bergelombang bagai kumpulan rumput Pampas yang bergoyang ditiup angin musim gugur. Bibirnya merah bagai buah delima yang sudah masak.
Gadis dengan rupa seperti dewi itu adalah Putri Joselyn Marigold Pentapore, calon istri dari Pangeran Adro Aylmer Groendez.
Senyuman gadis itu masih sama - Seperti sepuluh tahun yang lalu, tidak pernah berubah. Kedua mata Joselyn bersinar memantulkan cahaya matahari yang menerobos masuk melalui jendela istana. Di sana juga terpantul bayangan sosok pangeran gagah yang sangat tampan.
"Putri Joselyn," Adro segera membungkuk dengan tangan kiri di perutnya.
Joselyn membalasnya dengan menekuk kedua lututnya seraya mengangkat sedikit kedua sisi gaunnya dengan tangan kanan dan kiri. "Yang Mulia, Pangeran Adro,"