webnovel

The Devil's Revenge

Setelah kematian kakak lelakinya, kehidupan Rachelia Friona Stanley benar-benar berbeda dari sebelumnya. Gadis 25 tahun itu harus menanggung suatu kesalahan yang pernah diperbuat Mike. Dia lalu dinikahi seorang lelaki yang ingin membalas perbuatan Mike melalui dirinya. Cercaan, hinaan, bahkan sumpah serapah pun sangat sering ia terima. Nyawanya seakan berada di ujung tanduk jika bersama pria itu. Kebahagiaan adalah satu-satunya kemustahilan yang selalu ia semogakan semenjak pria itu meretakkan harga dirinya. Regan Antonio Chadwell sendiri tak ingin memikirkan hal lain selain kehancuran gadis itu. Baginya, nyawa gadis itu adalah bencana terbesar yang pernah ditemuinya. Satu-satunya yang bertanggung jawab atas semua yang dialami Valerie Chadwell hanyalah gadis itu. Demi apa pun Regan bersumpah untuk menyeretnya ke dalam jurang kesengsaraan, tak berujung. Membuatnya menderita setiap tarikan napasnya, sama seperti yang Valerie rasakan kala itu. Dan lelaki itu menegaskan, bahwa gadis itu pantas menerima semuanya. Balas dendam rupanya tak dapat menyelesaikan masalah barang sedikit pun. Semuanya terlalu mustahil untuk kembali menyempurnakan kehidupan adiknya. Lebih menyakitkan lagi ketika lelaki itu tersadar bahwa ia nyaris tak mampu mengumpulkan serpihan-serpihan hati yang telah hancur untuk kemudian menatanya kembali sedemikian rupa. Seperti pada awalnya ia ada. [Instagram: pociaaa_17]

Pociaaa · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
343 Chs

Forcing

Regan membawa Rachelia melewati pusaran gelombang dan semakin naik hingga guncangan pelepasan mereka berdua. Menyatukan mereka dalam satu titik kenikmatan.

Regan mengangkat tubuhnya dari Rachelia yang terengah-engah, dengan pikiran masih berkabut karena pelepasannya. Dengan lembut jemarinya membuka ikatan tangan Rachelia. Ikatan itu menimbulkan bekas kemerahan di sana. Dan Regan mengecup kedua pergelangan tangan Rachelia.

"Kau milikku, ingat itu. Kalau kamu mencoba melarikan diri lagi, aku akan menghukummu dengan hukuman yang lebih berat."

Lalu Regan bangkit mengenakan pakaiannya dan menatap Rachelia yang sedang memalingkan wajah darinya, tidak mau menatapnya.

"Aku harap kau kau tidak melupakan malam ini, setiap detiknya," gumamnya dingin lalu, melangkah pergi meninggalkan Rachelia terbaring lemas diam di ranjang.

Setetes air mata mengalir kembali di sudut mata Rachelia. Regan benar, Rachelia tidak akan pernah bisa melupakan malam ini setiap detiknya.

****

"Mr. Regan?"

Gerakan Regan yang akan membuka pintu ruang kerjanya tiba-tiba terhenti. Ia lalu menatap sang sekretaris yang baru saja menggumamkan namanya.

"Ada apa?" tanyanya dengan wajah datar dan tenang.

"Seseorang sudah menunggu Anda di dalam sana, Tuan."

"Siapa?"

"Audrey, Sir."

Wanita itu mengalihkan tatapannya ketika melihat raut wajah tampan Regan yang berubah drastis setelah dia mengatakan kalimat tersebut.

"Lalu kau membiarkan dia masuk begitu saja?"

Suaranya membuat nyali sekretaris wanita itu menciut seketika. Regan memang mengharamkan siapa pun untuk memasuki ruangan kerjanya yang tidak berkeperluan, terlebih lagi seorang wanita. Dan, Regan sangat marah mengetahui Audrey begitu bebasnya melenggang keluar masuk ke dalam ruangannya.

"Maafkan saya, Mr. Regan. Wanita itu bersikeras untuk tetap masuk."

Dan tanpa menanggapi perkataan sekretarisnya itu, Regan langsung menghempas kasar pintu itu. Tatapan tajamnya jatuh pada sosok wanita cantik yang tengah duduk di sofa dengan kaki bersilang indah dan terbilang sempurna.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Regan setelah berdiri tegak di tengah ruangan.

Wanita itu memamerkan senyum indahnya, kemudian berdiri di tempatnya, sembari berjalan anggun menghampiri Regan. Senyum manis menggoda itu kini merekah ketika melihat wajah keras pria itu.

"Aku merindukanmu," katanya yang membuat mata Regan semakin berkilat marah. "Kau berjanji akan menemuiku, tetapi kau tak kunjung datang."

Regan mendengkus marah. "Aku sudah tidak punya urusan denganmu lagi."

"Jadi begini caramu mencampakkanku? Setelah semua yang aku lakukan untukmu, kini kau berusaha mendepakku dari hidupmu? Begitu?"

Sebisa mungkin Audrey tidak menunjukkan emosinya di depan pria itu. Dia tidak ingin semakin memperkeruh suasana yang bisa saja berakhir dengan Regan benar-benar membunuhnya.

Dia sungguh tahu bagaimana tabiat Regan yang sebenarnya, sehingga dia perlu berhati-hati menghadapi pria itu atau hidupnya akan berakhir di tangan iblis itu.

"Perjanjiannya memang seperti ini, Audrey. Kau membantuku dan aku pun juga memberimu apa yang kau inginkan. Dan sekarang semuanya sudah selesai, kita tidak punya urusan lagi."

"Sayang sekali, Regan. Nyatanya aku masih ingin berurusan denganmu." Tangannya melingkar sempurna di leher pria itu, lalu kembali berbisik sensual. "Aku sangat-sangat merindukanmu, Regan."

Raut wajah pria itu tidak berubah sama sekali. Datar dan tenang dengan tatapan tajam yang terarah tepat ke wajah cantik di depannya itu. Tangannya kemudian merogoh ponsel di saku celana.

"Perintahkan dua security untuk mengusir singa betina ini keluar dari ruanganku. Segera!" titahnya pada seseorang di seberang telepon tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun dari Audrey yang tercengang mendengar kalimat itu. Audrey pasti tidak percaya kalau Regan serius benar-benar mengusirnya dan telah mencampakkannya. Sialan!

Alis Regan terangkat tinggi, lalu dengan tenangnya ia bertanya, "Bagaimana? Kau ingin pergi dengan kedua kaki cantikmu sendiri atau menunggu mereka datang dan menyeretmu keluar dari sini?"

Audrey mengerjap. Napasnya sempat tertahan saat mendengar tutur kata-kata kasar dari pria itu. "O—okey … okey, Sayang. Aku akan keluar, sepertinya hari ini mood kamu kurang bagus dan aku datang di waktu yang salah."

Regan hanya mendengkus marah dan sama sekali tidak menanggapi kalimat yang dilontarkan oleh Audrey.

Perempuan itu kemudian melepaskan rengkuhannya, lalu berderap keluar ruangan dan meninggalkan dentuman keras di belakangnya. Napasnya terengah-engah. Dahinya berkerut samar ketika ia merasa diperhatikan oleh seseorang.

"Apa yang kau lihat, huh?"

Sekretaris wanita itu hanya tertawa sinis. Ia sama sekali tidak terkejut dengan bentakan wanita jalang yang baru saja keluar dari ruangan atasannya itu. Ah, lebih tepatnya diusir.

"Tentu saja aku melihat wajah menyedihkanmu itu. Bukankah itu memalukan? Diusir?" katanya dengan nada melengos begitu saja dari hadapan Audrey yang lantas membuat wanita itu geram.

"You suck!"

****

Hari sudah sore ketika Regan memutuskan untuk pulang lebih awal dari biasanya. Saat mobilnya terparkir sempurna, matanya tanpa sengaja menangkap sosok wanita yang berdiri di balkon kamar. Wanita itu tampaknya tengah memandang kosong ke arah taman. Terlihat menyedihkan dan rapuh. Namun, sedetik kemudian ia tersadar dan mengerjap lalu memalingkan wajah. Ia mendengkus kasar, lalu keluar dari mobil dan melangkah masuk ke penthouse-nya itu.

Apa yang kau lakukan di sana?" tanyanya ketika ia sudah mencapai pintu pembatas balkon.

"Tidak ada," sahut Rachelia ringkas tanpa menoleh sedikitpun pada Regan. Matanya masih memandang lurus ke arah taman itu. Tanpa memperdulikan keberadaan Regan.

"Bersiaplah kalau begitu."

Rachelia berbalik dan menatap Regan dengan kerutan samar di dahinya, sama sekali tidak mengerti apa maksud pria itu. Regan yang melihat mimik wajah bingung itu segera menjelaskan.

"Aku akan menghadiri pesta pernikahan rekan bisnisku malam ini."

Rachelia mengangkat alisnya. "Lalu?"

Regan membuang napas dengan kasar. "Kau harus ikut denganku! Dan aku tahu kau tidak mempunya gaun. Jadi, kita akan ke butik mencari gaun yang cocok untukmu dan ke salon setelahnya. Kau perlu perawatan, aku tidak ingin kau mempermalukan aku di pesta itu," jelas Regan dengan nada sarkasme.

"Aku tidak ikut." Rachelia menjawab tak acuh. Wanita itu kembali menghadap taman, memunggungi Regan.

"Kurasa aku tidak memberimu pilihan, Rachel."

Setelah mengatakan kalimat arogan itu, Regan melangkah mendekati Rachelia lalu dengan cepat mengangkat tubuh mungil itu dengan kedua tangannya yang berada pada punggung dan belakang lutut istrinya. Membuat wanita itu berteriak kaget.

"Apa yang kau lakukan, laki-laki kurang ajar! Lepaskan aku!" Rachelia terus memberontak berusaha melepaskan diri, namun begitu sia-sia.

Lelaki itu masih terus berderap keluar kamar dan menuruni anak tangga dengan wajah tegasnya. Tidak memperdulikan tatapan heran dari para pelayan yang ia lewati. Rontaan Rachelia dalam gendongannya pun tak ia hiraukan. Ia kemudian menggerakkan kepalanya, memberi aba-aba pada Andreas agar membukakan pintu.

"Diam di sini jika kau tidak ingin aku mencekikmu sekarang juga," geram Regan sesaat setelah menghempas kasar tubuh Rachelia di kursi mobilnya.