webnovel

The Darkest Destiny's

Merasa selalu di permainkan takdir membuat gadis itu menjadi sosok yang tidak tersentuh. Hati dan jiwanya sudah menjadi batu. Kehilangan orang yang dicintai dengan cara yang curang, membuatnya sadar jika hidup mewah yang di rasakannya selama ini hanyalah semu. Jika bagi orang lain keluarga adalah jalan mereka untuk pulang, maka baginya keluarga adalah jalan menuju kematian. Seorang lelaki yang seharusnya menjadi lelaki pertama yang merangkul dan memberinya rasa aman, namun sosok itu pula yang membuatnya kehilangan kemampuan bicara karena rasa sakit dan trauma yang mendalam. Menghakimi semua orang yang membuatnya menjadi seperti sekarang adalah tujuan hidupnya. Mimpi buruk akan segera datang bagi mereka yang telah membuat hidupnya hancur. Dia bersumpah akan membuat mereka semua memohon kematian padanya. "Kau yang menjadikan ku monster jadi jangan bersikap seolah-olah kau adalah korban" katanya sambil berseringai dingin. Pria itu shock mendengar perkataan gadis dihadapannya ini, ternyata akulah yang telah mengubahmu menjadi seperti ini, pikirnya. ********* "Aku adalah dewa kematian, akan kuturuti semua keinginanmu, dan kau hanya perlu melakukan satu hal untukku" ucap pria itu dengan tersenyum licik Sambil tertawa dingin gadis itu berucap "Ha ha ha... Jika kau adalah dewa kematian, maka aku adalah kematian itu sendiri. Jika kau tidak ingin mati ditanganku, maka enyahlah kau membuatku muak."

zaharafth_ · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
393 Chs

HOW DARE YOU!

Vladivostok, Rusia

Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari, dan Varsha sedang bersiap untuk kegiatan rutinnya. Dia memiliki jadwal menembak dan memanah hari ini. Ah, dan cek up rutinnya.

Varsah sudah tahu jika Oleandra mengganti obat-obatannya, dan berusaha meracuni semua makanan atau minuman yang disajikan untuknya. Beruntung, Emely, selalu sempat mengganti makanan Varsha.

Agar Oleandra tidak curiga, Varsha selalu berpura-pura muntah dan pusing setelah makan. Oleandra tidak mungkin bekerja sendiri, dia akan mencari tahu siapa saja yang terlibat. Tapi tidak sekarang, sekarang Varsha akan membuat Oleandra merasa puas dan percaya bahwa ia telah berhasil melakukan niat jahatnya itu.

Varsha sudah selesai bersiap, lalu segera melangkah menuju rak bukunya dan melakukan scanning sebagai sandi, Varsha juga tidak lupa mengunci pintu kamarnya.

Saat sudah berada dibalik Rak, Varsha bisa melihat Jarvis sedang menyandar ditembok sambil memainkan ponsel. Pemuda ini benar-benar bersikap santai padanya, pikirnya.

Pandangan mereka bertemu, hanya sesaat karna Varsha langsung memutuskan kontak mata mereka.

"Kau terlambat sepuluh menit." Jarvis mencoba memecah keheningan, Varsha tidak menjawab. Berjalan mendahului Jarvis.

Jarvis mendesah pelan, mencoba bersabar. "Ayah tidak ikut menjemputmu hari ini, ia menunggu di markas."

Lagi, Varsha tidak menjawab apapun. Pandangannya datar dan lurus kedepan.

'Apa dia kembali bisu?' batin Jarvis,

Jika bukan karna Ayahnya yang meminta dia untuk mengakrabkan diri dengan gadis didepannya ini, ia malas untuk berbicara dengan gadis sombong ini. Itulah yang ada dipikiran Jarvis tentang Varsha sekarang, gadis kaya yang sombong.

"Hei, apa kau kembali bisu?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir Jarvis, Varsha menatap tajam Jarvis.

"Baiklah-baiklah. Aku akan diam."

"Dasar pemarah." gumam Jarvis pelan, Tapi itu masih bia didengar oleh Varsha,

"Aku tidak mengatakan apapun." elak Jarvis saat Varsha kembali menatap tajam dirinya.

Mereka kembali jalan dalam diam, Varsha masih memikirkan pembicaraan dengan 'Nenek' nya kemarin pagi. Jika dipikir-dipikir, dia memang sedikit keterlaluan. Varsha tahu, wanita itu menangis setelah dia berbicara sedikit kasar, maybe?

Karna memikirkan itu Varsha menjadi tidak fokus,

"AWAS ADA LUBANG!!" Jarvis sedikit berteriak, dan menarik lengan Varsha agar gadis itu tidak jatuh. Dia sudah mengingatkan Varsha, tapi sepertinya pikiran gadis ini sedang tidak berada ditempat.

Varsha yang mendapat kontak fisik secara tiba-tiba, langsung menghepaskan tangan Jarvis. Lau memutar pergelangan tang pemuda itu, sehingga tangan Jarvis berada dipunggungnya akibat cekalan Varsha.

"HOW DARE YOU!" bentak Varsha, Jarvis sedikit terkejut.

"Siapa yang memberimu izin untuk menyentuhku?" desis Varsha tajam, ia tidak suka ada orang yang menyentuhnya.

"Aw..aw..aw.. lepaskan dulu cekalanmu. Sakit." ucap Jarvis yang sudah menahan rasa sakit dipergelangan tangannya. Tenaga anak ini benar-benar luar biasa, pikirnya.

"Jawab!" ucap Varsha dingin, ia semakin menekan cekalannya di punggung Jarvis.

"Ah.. itu, aku hanya menolongmu agar kau tidak terjatuh karna lubang itu." Jarvis melirik lubang yang dia maksud, Varsha mengikuti tatapan mata Jarvis.

'Kenapa aku tidak melihat ada lubang?' tanyanya Dalam hati,

"Sekarang bisa kau lepaskan? Ini benar-benar sakit!" Varsha melepaskan cekalannya pada tangan Jarvis dengan mendorong kasa pemuda itu.

"Kau bisa mengatakannya padaku tanpa harus menyentuhku." ucap Varsha rendah,

Jarvis mengusap pergelangan tangannya, pergelangannya memerah karna Varsha menekannya cukup kuat.

"Aku sudah mengatakannya padamu, tapi kau tidak menghiraukannya! Apa kau menjadi tuli sekarang?" sungut Jarvis kesal, lalu berjalan cepat meninggalkan Varsha. Ia sudah tidak perduli lagi. Dia sudah mencoba bersikap ramah, tapi diabaikan. Dan dia cuman berniat menolong gadis itu, dan yang didapatinya bukan ucapan terimakasih malah memar dipergelangan tangan.

'Tau begini, kubiarkan saja dia jatuh tadi.' batin Jarvis, ia sudah berada didalam mobil dibalik kemudi. Menunggu Varsha.

******

Sudah hampir 20 menit Jarvis menunggu Varsha, tapi gadis itu tidak muncul-muncul. Padahal jarak dari tempat dia meninggalkan Varsha tadi sudah tidak terlalu jauh.

Jarvis mengetuk-ngetuk kemudi dengan jarinya, "Dimana dia? Apa dia jatuh lalu pingsan?" Gumamnya pelan,

"Aish! Merepotkan saja!" Jarvis lalu keluar dari mobil, berniat menyusul Varsha. Bisa gawat kalau sampai gadis itu kenapa-napa. Bukan cuman tangan yang merah, leher pun bisa hilang, pikirnya.

Baru saja Jarvis ingin melangkah memasuki lorong, ia melihat Varsha sudah berlari kearahnya.

Jarvis kembali melangkah memasuki, tanpa ada niat membukakan pintu mobil untuk Varsha. Toh tangan gadis itu kuat, buktinya bisa mencekalnya tadi. Pikirnya.

Entah kenapa kekesalannya kembali datang saat melihat Varsha. Varsha masuk kedalam mobil, ia tidak langsung memasang seatbeltnya. Varsha mengatur nafasnya karna sudah berlari tadi.

"Tangan." ucap Varsha, membuat Jarvis mengerutkan dahi. Ia bingung.

"Tangan. Apa menjadi tuli setelah aku mencekal tanganmu tadi?" Varsha menaikkan sebelah alisnya, ia mengembalikan perkataan Jarvis tadi.

Jarvis menggerang kesal, " Iya dengar tangan, tapi tangan siapa?" sungut Jarvis, ia bahkan tanpa sadar melontarkan pertanyaan bodoh.

"Menurutmu?" tanya Varsha dengan menaikkan alisnya.

Tidak sabar karna Jarvis terlalu lamban, Varsha menarik tangan Jarvis yang sudah dibuatnya memar tadi.

"Hei, apa yang kau la-"

"Diamlah! Aku harus konsentrasi." potong Varsha, ia lalu mengeluarkan salep dan perban yang ada disaku jaketnya.

"Kau kembali kekamarmu untuk mengambil ini?" tebak Jarvis,

"Hm."

Ah! Jarvis tahu. Dia merasa bersalah rupanya. Baguslah. Padahal cukup minta maaf saja, pikirnya.

'Dasar gengsian.' batin Jarvis, ia tersenyum simpul.

Tapi, bagi Jarvis ini pun sudah cukup. Yang penting Varsha tahu dia salah.

"Sudah selesai." Varsha melepaskan tangan Jarvis, dan menyimpan kembali obat yang dia bawa. Ia harus meletakkannya kembali saat pulang nanti, jika tidak maid yang bertugas membersihkan kamarnya akan curiga.

Karna sibuk dengan pikirannya sendiri, Jarvis sampai tidak sadar Varsha sudah selesai mengobatinya.

"Oh, sudah?" Jarvis melihat tangannya yang sudah terbalut perban, apa anak ini tidak pernah mengobati orang? Padahal cukup dengan mengoleskan salep saja, tapi dia cukup pandai dalam memakaikan perban. Rapi, pikirnya.

"Kau bisa menyetir dengan tangan seperti itu? Kalau tidak kita telpon Uncle Sam saja biar dia mengirimkan supir yang lain."

"Kau mengkhawatirkanku?" tanya Jarvis percaya diri,

"Bukan. Aku tidak ingin mati sebelum membalaskan dendam Ibuku." ucapnya datar, Jarvis melirik Varsha. Benar. Bagaimana dia bisa lupa dengan beban yang ada dipundak gadis ini?

"Tenanglah! Aku bukan pemuda cengeng yang tidak bisa melakukan apapun hanya karna sedikit terluka." jawab Jarvis dengan nada angkuh,

Varsha tertawa meremehkan, "Padahal tadi kau merintih kesakitan saat aku mencekal lenganmu."

"Kapan aku-" Jarvis tidak melanjutkan perkataannya, saat ia mengingat kejadian tadi.

Shit! rutuknya, hilang sudah harga dirinya sebagai seorang pria.

"Maaf." gumam Varsha pelan, sangat pelan. Entah karna terlalu sunyi atau apa, Jarvis masih bisa mendengarnya, meskipun samar. Jarvis terseenyum, dan berpura-pura tidak mendengarnya,

"Kau mengatakan sesuatu?" tanya Jarvis, ia menahan senyumnya.

"Nothing." jawab Varsha cepet

Jarvis tidak menjawab, ia tersenyum geli melihat tingkah Varsha. Namun karna mengingat Varsha sudah mengejeknya tadi, membuat rasa kesalnya kembali muncul.

Jarvis pun melajukan mobilnya dengan harga diri yang sudah sedikit tercoreng didepan Varsha. Tidak ada yang memulai percakapan selama perjalanan, mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius

zaharafth_creators' thoughts