webnovel

Gate of the sins

Tujuh belas tahun.

Di usia itu aku kehilangan semuanya.

Keluarga, tempat bernaung, teman-teman dan bahkan mahkota ku juga. Neraka itu bahkan bukan akhir, tapi baru dimulai. Aku diseret paksa masuk ke sektor lima, menjadi budak nafsu para petinggi selama berbulan-bulan. Entah sudah berapa kali nyawa kecil tak berdosa dalam rahimku digugurkan paksa hanya demi terus hidup.

Itu menyakitkan.

Bahkan disaat ujung asa ku, terlintas benak untuk mengakhiri petaka karena jujur saja semua itu menyiksa batin dan raga. Tapi disaat itu juga kami bertemu.

Sosoknya yang dingin dengan tatapan yang selalu meremehkan, nada bicaranya yang kelewat mengesalkan dan hasutan nya yang bikin geram. Dia bukan pangeran neraka tertinggi, bukan juga dengan penghasut ulung apalagi yang paling banyak pengikutnya. Dia hanya kebetulan saja menduduki posisi putra neraka kedua, karena dialah awal dari segala macam dosa.

Si iri dan dengki.

Leviathan.

Dengan kata-kata manis beracunnya aku menurut dan menjadi boneka. Nenek tua itu benar, seharusnya aku mempertimbangkan sematang mungkin keputusan yang besar ini, namun aku tak sama sekali menyesal. Karena sejak awal aku sudah bersumpah untuk membuat mereka yang membawaku ke neraka merasakan neraka yang jauh lebih berat dari yang aku rasakan. Aku tak akan berhenti sampai semua itu terlaksana. Biarlah jika nantinya Tuhan mem-blacklist ku sebagai hamba-Nya, tak apa jika nanti neraka asli yang menghukum ku. Tak apa, asalkan semua dendamku terbalaskan.

"jadi apa yang membuatmu menghilangkan semua rekan timku?".

Lucy hanya menatap datar. Pakaian kami sudah kembali ke badan, meskipun keadaan kamar masih kacau. Tak ada ekspresi, iblis memang susah dibaca jika hanya lewat air wajah.

"tak ada alasan khusus. Aku hanya kesal saja pada mereka".

Bohong.

Aku tahu ia berbohong. Lucy memang iblis, tapi ia tak jago dalam hal berbohong (jika dengan ku) tentu. Salah satu syarat dari ku adalah ia harus terus berkata jujur jika bersama ku dan sebagai imbalannya ku berikan tubuhku sebagai pengisi tenaganya.

"kau berbohong".

"mereka mengatakan hal buruk tentang mu. Aku tak suka, jadi ku kirim mereka ke istana untuk sekedar menakuti saja sih".

Percakapan kami hanya sampai disitu. Meski aku dan dia terikat kesepakatan, tapi kami masih menjunjung tinggi privasi. Dia dengan urusannya dan aku dengan urusanku.

Ini malam atau mungkin dini hari? entahlah. yang jelas diluar masih sangat gelap. Setelah sempat adu argumen remeh tadi, aku keluar dari markas. Tenang saja, aku bukan mafia yang hobi mencari musuh atau memancing keributan. Aku keluar hanya untuk mencari angin.

Tuhan?.

terkadang aku berpikir apa IA sungguh nyata atau tidak? Tapi Lucy bilang bahwa YANG diatas itu nyata dan benar adanya. Benar juga, jika bukan karena-Nya aku atau Lucy dan mahluk lainnya tak ada di dunia. Tapi pertanyaan ku adalah kenapa?.

Kenapa ia membiarkan aku hidup seperti ini?

kenapa ia tak menolongku hari itu?.

Kenapa tak berpihak padaku?.

Tanpa sadar aku jatuh terduduk di trotoar. Menangis untuk yang entah keberapa ribu kalinya?. Aku ingin ini segera berakhir agar aku bisa tidur dengan nyenyak. Hanya itu, tak bisa kah?.