Harry di rumah sakit sudah sadar dan sudah diobati. Dia menatap orang yang datang.
"Tuan," sapa Harry. Dia ingin bangun, tapi kepalanya masih pusing.
"Tidak apa-apa, tidak perlu bangun. Saya cuma mau berbicara sama kamu," pinta Theodor.
"Iya, Tuan. Silakan duduk, maaf saya menyusahkan," kata Harry merasa tidak enak hati.
"Saya langsung saja pada topiknya, apa kamu menyentuh Paola?" tanya Theodor dengan raut wajah datar dan terlihat mencekam.
"Saya tidak melakukan apa pun, tiba-tiba saja perempuan itu berteriak tidak lama setelah saya berbincang-bincang sedikit dengan dia. Sepertinya dia tahu saya memiliki bukti bahwa dia yang hendak mencelakakan keluarga Tuan," jawab Harry.
"Sekarang mana buktinya?" tanya Theodor.
"Bukti itu ada di ponsel saya, Tuan. Sebentar coba saya tanya suster, tadi saya dibawa ke sini dalam keadaan tidak sadar," jawab Harry.
"Oke saya panggilkan susternya," kata Theodor memencet tombol samping ranjang Harry.
Suster datang menyapa Harry dan juga Theodor.
"Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanya suster.
"Sus, tadi ponsel saya apakah ada?" tanya Harry.
"Sebentar saya cek dulu ke rekan yang lain," jawab suster.
"Baik, Suster. Saya menunggu, seger," mohon Harry.
Theodor menyilangkan tangannya. "Kamu tahu saya sangat percaya pada kamu sebagai asisten Alder, jadi tolong jangan bertindak bodoh dan ceroboh dan ditambah papaku yang keras. Dia tidak akan dengan mudah mempercayai kamu lagi setelah kejadian hari ini. Entah kenapa papaku mempercayai gadis itu," tuduh Theodor.
"Iya, Tuan. Maafkan saya atas kecerobohan hari ini," balas Harry.
"Hari ini siapa yang meminta Paola datang ke perusahaan?" tanya Theodor.
"Tuan Alder yang mau bertemu dia karena tuan ingin memperingatkan dia atas semua perbuatannya yang merugikan keluarga Bowie, tapi sekarang saya belum bisa membuktikan jika ponsel saya belum diberikan kepada saya," jelas Harry.
"Saya bingung harus bagaimana, Harry. Kita tidak bisa menuduh orang kalau tidak ada bukti, apalagi papaku mempercayai Paola," balas Theodor memijat pelipisnya.
Suster masuk kembali ke kamar rawat dan langsung ditanya Harry.
"Bagaimana, Sus?" tanya Harry.
"Maaf, tidak ada ponsel yang ditemukan sama sekali sama mereka. Tuan tidak membawa ponsel ke sini?" tanya suster.
"Oke, Sus. Terima kasih," balas Harry lesu.
"Coba saya telepon Alder, apa dia masih kantor atau tidak," kata Theodor. Dia menelepon Alder, tapi tidak aktif.
"Bagaimana, Tuan? Apakah tersambung?" tanya Harry.
"Tidak. Anak bodoh ini benar-benar," decak Theodor.
"Nanti saya akan menemuinya, Tuan," kata Harry.
"Tidak perlu sekarang, nanti saja. Dia ini kebiasaan hobi sekali mengurusi kekasihnya. Sudah seperti tidak ada orang tua saja," balas Theodor.
"Baik, Tuan," lirih Harry.
"Ya sudah kamu nanti kalau boleh pulang, pulang saja dulu. Saya pamit pulang, istri saya tunggu di luar soalnya," pamit Theodor.
"Iya, hati-hati di jalan. Maaf saya merepotkan," kata.
Theodor berdehan lalu pergi dari ruang rawat Harry.
***
Paola yang baru saja sampai depan gedung apartemennya bersama Jayden terkejut melihat banyak wartawan. Dia menatap tajam Paola.
"Sensasi itu perlu, Jayden. Jangan menatapku begitu," tegur Paola.
Paola langsung merubah raut wajahnya menjadi orang yang paling menderita.
"Kita turun di sini, Andri," kata Jayden.
"Baik, Tuan," balas Andri memberhentikan mobil.
Pintu dibukakan oleh salah satu pengawal Paola yang lebih dulu turun dari mobil mereka. Paola memeluk jayden begitu turun sambil terisak. Jayden membelai lembut puncak kepala Paola. Wartawan mulai mengerubungi mereka.
"Nona apa ada masalah dengan keluarga Bowie dan apakah benar terjadi pelecehan?" tanya salah satu wartawan.
"Tolong semuanya untuk mengerti keadaan Paola saat ini. Permisi, kami akan mengadakan konferensi pers nanti, tapi tidak sekarang karena Paola harus istirahat," jelas Jayden.
"Tuan saya mau bertanya dengan nona sebentar saja. Tinggal dijawab apakah benar dia mengalami pelecehan yang dilakukan oleh asisten tuan Alder dan tuan Alder tidak bertindak sama sekali?" tanya wartawan lainya.
Wajah Paola dibanjiri air mata, dia terisak. "Maafkan aku, saat ini aku tidak bisa berwajah manis pada kalian semua. Aku tahu aku model, tapi aku tidak mau menjelekkan keluarga Bowie yang selalu membantuku. Untuk saat ini, kalian bisa bertanya pada mereka apa yang terjadi," jawab Paola.
"Maaf semuanya, cukup. Nona kami tidak bisa menjawab pertanyaan kalian lagi, permisi," kata Jayden.
Jayden membawa Paola pergi menjauh dari kerumunan orang-orang yang masih bertanya, bahkan ada yang berniat lebih untuk bertanya. Para pengawal menjaga ketat gedung apartemen Paola.
Mereka masuk dan naik lift ke unit apartemen Paola. Mereka memasuki apartemen. Paola mendudukkan diri di sofa lalu mengambil tisu dan menghapus air matanya.
"Jayden, tolong ambilkan air putih," perintah Paola.
Jayden melihat para pengawal masih di dalam apartemen mereka menyuruh para pengawal untuk keluar dari unit apartemen itu dan berjaga di luar saja.
"Iya aku ambilkan," kata Jayden begitu para pengawal keluar dari sana.
Jayden mengambilkan minuman dingin untuk Paola.
"Terima kasih, Jayden. Aku lelah hari ini," kata Paola lalu menegak air putih dingin di tangannya.
Jayden mendudukan dirinya di hadapan Paola. "Kamu lelah, tspi kamu melakukan hal yang tidak terduga seperti ini. Apalagi ide gila kamu sebentar lagi," tanya Jayden penuh emosi.
Paola menaruh gelas air putih yang sudah habis. Dia mengelap bibirnya yang basah menatap Jayden.
"Kamu ikut dalam misiku, aku berterima kasih atas kerja sama kamu. Kamu adalah sahabat terbaikku," kata Paola.
"Ya, sahabat terbaik," balas Jayden datar.
"Jayden, kamu marah sama aku? Jangan marah," mohon Paola duduk di samping Jayden.
"Aku tidak bisa menemani kamu untuk pembalasan tidak berujung ini," kata Jayden.
"Jayden, aku hanya punya kamu yang selalu mendukungku. Kamu tidak akan pernah mengerti kenapa aku bisa jadi begini. Kamu tidak tahy betapa sakit hati aku, semua beban ada di aku. Aku merasa terbuang sewaktu kecil karena kehilangan papa pertamaku yang aku sayang dan ternyata bukan papaku, terus mamaku berselingkuh dengan laki-laki lain yang tidak akan pernah aku anggap menjadi papaku. Aku muak, Jayden," jelas Paola sambil memeluk Jayden.
Jayden memejamkan mata. Dia bisa merasakan kesedihan dan kerapuhan paola, tapi dia tidak mau Paola melakukan pembalasan. Dia tidak mau Paola terkena hukuman atas perbuatannya nanti.
"Aku tidak akan pernah meninggalkan kamu sendirian sampai kamu memang ingin aku menjauh dari hidup kamu. Selama kamu membutuhkan aku, aku akan selalu ada untuk kamu," kata Jayden membalas pelukan Paola.
"Tidak apa-apa kamu tidak membalas cintaku, paling tidak aku ingin melihat kamu Bahagia," gumam Jayden.
Paola menatap mata Jayden yang penuh ketulusan membuat dia merasa sedih.