webnovel

Sick

Seminggu setelah kepulangannya dari Indonesia beberapa waktu yang lalu, Tidak ada yang tahu kalau Andrew pergi entah kemana. Tristan baru mendapat kabar dari Ben kalau tiba-tiba saja pihak investor sedang dalam perjalanan akan berkunjung ke Kantor dan tidak ada yang menggantikan Andrew karena wakil Direktur Dalas Group sedang berada di Switzerland. Tristan kelabakan bukan kepalang, tidak mungkin ia langsung flight ke Manhattan dalam waktu secepat ini, dan kalaupun bisa pasti tidak akan keburu, akhirnya Ken yang harus turun tangan menggantikan Andrew untuk sementara.

Andrew hanya menitipkan pesan pada Ben kalau ia akan pergi dengan waktu yang tidak ditentukan. Ponselnya dimatikan dan ia pergi tidak dengan kendaraan pribadinya. Ia meninggalkan semua akses yang bisa menghubungkannya. Andrew hanya mengajak Frank bersamanya tanpa sepengetahuan siapapun. Dan tidak ada yang tahu juga kalau Andrew akan menemui seseorang nanti.

Tristan menghubungi orang tua Andrew. Siapa tahu dia pergi kesana. Dan jawabannya nihil. Orang tua Andrew pun tidak tahu. Justru masalahnya semakin ruwet karena orang tua Andrew menjadi panik.

Tristan baru ingat kalau Andrew sempat menanyakan tentang Alyssa sebelumnya. Dan ia yakin semuanya pasti berhubungan, Tristan langsung mengunjungi apartement Alyssa. Ia yakin, Alyssa pasti tahu sesuatu. Dan kini Tristan sedang berada di ruang tamu apartement Alyssa.

Alyssa menjelaskannya secara rinci perihal kejadian malam itu. Dan sudah dipastikan Sarah yang lebih tahu masalah ini. Alyssa semakin panik, jujur saja saat melihat Andrew merintih kesakitan sebenarnya Alyssa sangat khawatir.

"Aku tidak tahu lagi harus mencarinya kemana. Tidak ada koneksi yang bisa menginfokan keberadaannya. Ponselnya mati. Aku khawatir terjadi sesuatu" Tristan mengusap wajahnya.

"Sebentar. Aku hubungi seseorang dulu" Tristan mengangguk. Alyssa pamit untuk menelepon Gabriel. Sedangkan Jade yang dari tadi menyimak, diam saja, ada yang ingin ia katakan pada Alyssa tapi tidak didepan Tristan.

Alyssa menghampiri Tristan. "Ini nomor Sarah. Kamu bisa tanyakan langsung padanya" Tristan mengangguk. Lalu tak lama ia pamit.

Jade langsung berlari menghampiri Alyssa "Mom! Maaf kalau aku menguping percakapanmu dengan Uncle Itan. Tapi sepertinya aku tahu dimana Uncle Drew." Alyssa menaikan alisnya. Jade berbisik ditelinga Alyssa, Alyssa awalnya tidak yakin tapi setelah difikir-fikir lagi tidak ada salahnya jika dicoba. Jade tersenyum.

"Ayo kita bekemas!"

*****

Andrew berada disebuah tempat bersama Frank dan juga Laki-laki paruh baya. Kini ia sedang berhadapan dengan seorang dokter pribadinya. Dokter ahli Syaraf yang juga bertugas di Dalas Hospital. Hanya dengan dokter inilah Andrew bisa menceritakan semua keluhannya. Dokter ini yang menemukannya pada saat kejadian tragis yang dialaminya dimasa lalu.

"Saya sudah hampir mengingat semuanya. Tapi yang saya tidak mengerti, mengapa kejadian-kejadian itu yang tidak bisa saya ingat?"

"Jangan dipaksakan. Suatu saat kau pasti akan mengingatnya, pelan-pelan. Tapi persentase perkembangannya sudah lebih meningkat, tinggal 23% untuk kau bisa benar-benar pulih" Andrew memijit kepalanya, tadi pagi ia kembali mengalami sakit kepala yang luar biasa. Dan ternyata setiap sakit kepala yang ia rasakan itu membuat sedikit-sedikit ingatannya kembali.

Dr. Shawn memberikan sebuah amplop pada Andrew.

"Sebenarnya saya ingin memberikan ini padamu sejak 15 tahun yang lalu. Tapi setelah tahu kalau kau mengalami masalah pada ingatanmu, saya mengurungkannya" Andrew menerima amplop itu dengan dahi berkerut. Beberapa foto berjatuhan. Andrew semakin bingung ketika melihat hanya ada foto mobil. Foto itu diambil dari jarak yang cukup jauh, dan ada beberapa foto yang resolusinya pecah karena efek zoom in, tapi Andrew masih bisa melihatnya. Ternyata itu sticker yang tertempel di belakang kaca mobil.

"Itu adalah mobil yang menabrakmu pada saat kecelakaan" Andrew tercengang. Ia terkejut, ia fikir dirinya tidak bisa menemukan jejak si pelaku, tapi ternyata? Astaga!

"Tapi bagaimana bisa kau...?" Dr. Shawn menepuk bahu Andrew.

"Pelan-pelan. Kau tidak bisa menerima informasi sekaligus, tapi saya janji. Saya akan menceritakannya lebih detil kalau waktunya sudah tepat" Andrew semakin penasaran.

"Lalu apa yang harus aku lakukan? Mengapa kau memberikanku ini kalau kau tidak ingin memberitahuku? Kau mempermainkanku?!!!" Andrew berteriak. Dr.Shawn berdiri mengancingkam Jasnya.

"Kau bisa memulainya dari sana. Cari tahu tentang mobil itu, lebih tepatnya sticker yang terdapat pada bagian kaca belakang mobil itu, Sticker itu bukan sticker biasa yang bisa dimiliki orang lain, itu sticker logo milik perusahaan." Andrew seperti tidak asing melihatnya. Dr.Shawn pamit pergi.

Andrew memanggil Frank "Aku ingin kau mencari tahu tentang mobil ini. Berikan informasinya secara detail. Ingat. Jangan sampai ada yang tahu soal ini" Frank mengangguk lalu pergi.

Andrew menatap foto ditangannya lalu meremasnya dengan kepalan kuat. "Aku akan menemukanmu dan akan ku pastikan kau mendapat balasannya!"

*****

Dubai, UAE

Sarah mondar mandir diruangan Gabriel.

"Aku harus bagaimana Gab? Tristan mengancamku! Ia menanyakan keberadaan Andrew. Memang dia bersamaku malam itu, tapi tiba-tiba saja ia menghilang setelah aku pastikan ia memasuki Emergency Room. Dan sampai sekarang aku tidak tahu ia dimana!" Gabriel mengetuk jarinya diatas meja. Ia berfikir kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi.

"Gab jangan diam saja dong! Bantu aku! Katakan apa yang harus aku lakukan? Aku takut Gab, takut!!!" Sarah berteriak. Gabriel menggebrak meja

"DIAM!!! KAU BISA DIAM TIDAK? KAU SEMAKIN MEMBUAT KEPALAKU SAKIT! KAU FIKIR INI SALAH SIAPA? SIAPA YANG BODOH MEMBAWA SI BRENGSEK MALAM ITU? KALAU SAJA KAU TIDAK CEROBOH, INI SEMUA TIDAK AKAN TERJADI!" Gabriel berteriak. Ia hampir saja lost control kalau saja ia tidak melihat Sarah menangis.

"Kau terus saja menyalahkanku Gab" Gabriel menutup matanya. Sabar Gab sabar...

"Pulanglah. Aku yang akan mengurusnya" Gabriel berjalan meninggalkan Sarah, ia butuh udara segar.

"Aku takut ingatannya kembali lagi dan semuanya akan berantakan. Kalau sampai itu terjadi, kita akan terkena masalah besar Gab. Bukan hanya aku yang akan kehilangan Andrew, tapi kamu juga akan kehilangan Alyssa. Semua usaha kita akan berakhir sia-sia" meendengar perkataan terakhir Sarah, jantung Gabriel seperti berhenti. Demi apapun, ia tidak akan membiarkan itu terjadi, tidak akan!!!

*****

Alyssa dan Jade sedang berada disebuah Taxi. Alyssa tersenyum, ia bahagia akhirnya ia sebentar lagi akan bertemu dengan Andrew. Tunggu? Bahagia? Bertemu Andrew? Astaga apa yang kau fikirkan Al!

Tapi setelah difikir-fikir lagi apa tindakkannya ini sudah tepat? Apa akan baik-baik saja jika dia menemui Andrew? Apa laki-laki itu tidak akan marah padanya nanti? Bagaimana jika Andrew mengusirnya?

"Mom kita sudah sampai. Ayo cepat Mom, aku tidak sabar!" Lamunan Alyssa terhenti karena teriakan Jade. Alyssa tersenyum melihat antusias Jade.

*****

Toronto, Canada.

Ya! Mereka mendatangi Villa Pribadi milik Andrew. Entahlah tiba-tiba saja Jade yakin kalau laki-laki itu sedang berada ditempat ini.

Alyssa dan Jade mengendap-ngendap masuk. Seluruh ruangan terasa gelap, sunyi dan seperti tidak ada kehidupan.

"Mom apa kita salah? Apa Uncle tidak ada disini?" Alyssa mengangkat bahunya acuh. Lalu ia membuka pintu kamar utama, kosong.

Jade menaiki lantai 2. Ia membuka sebuah pintu yang berada diujung, sebuah ruang yang terlihat seperti ruang isolasi. Tidak ada furnitur, semuanya kosong. Jade meringis ketika melihat pecahan beling berserakan dilantai, bau alkohol sangat menyengat indera penciumannya. Ia juga melihat ada bercakkan darah dan Seketika Jade berteriak

"UNCLE!!!" Jantung Alyssa berpacu sangat kencang, ia langsung berlari menghampiri Jade.

"Jade...apa yang....." Dan saat jantung Alyssa seperti berhenti. Oksigen tidak masuk dan tubuhnya seperti membeku.

Disanalah tubuh Andrew terbaring, dilantai dingin, topless hanya memakai celana jeans panjang. Dahi yang terluka, pelipis yang membiru karena memar dan tubuh yang penuh dengan cakaran. 

"Uncle! Please open your eyes!" Jade menangis. Alyssa dan Jade memapah Andrew memindahkannya ke kamar di lantai bawah lalu membaringkannya di King Size.

"Ambilkan air hangat dan handuk" Jade mengangguk, Alyssa mengambil Aid Box.

Alyssa menahan tangisnya, ia tidak boleh menangis, tidak sekarang.

"Mom ini" Jade menaruh di atas nakas. Andrew mengerang namun masih memejamkan matanya, Jade duduk sambil mengusap rambut Andrew. Erangan Andrew terhenti setiap Jade mengecup dahinya. Jade tidak bisa berhenti menangis. Melihat Andrew dalam keadaan seperti ini membuatnya sakit, dadanya seperti sesak. Ini menyiksanya...

"Mom akan membuatkan bubur. Kamu tunggulah disini" Jade mengangguk tanpa mengalihkan perhatiannya dari Andrew.

"Uncle please open your eyes. Don't scare me." Jade terisak. Alyssa sungguh sudah tidak bisa lagi menahannya. Ia menangis dibalik pintu. Melihat bagaimana khawatir dan perhatiannya Jade pada Andrew tadi membuatnya sesak.

"Maaf. Maaf. Maaf" Alyssa hanya  bisa melafalkan kata Maaf yang entah ditunjukkan untuk apa...

*****

Alyssa kembali masuk ke ruangan sambil membawa semangkuk bubur dan kaus milik Andrew ditangannya. Langkahnya sempat terhenti ketika ia melihat Jade sedang tertawa dengan Andrew.

"Mom. Kemari, Uncle sudah sangat lapar" Jade meloncat dari Kasur dan menarik tangan Alyssa.

Alyssa menyuapi Andrew. Andrew menatap Alyssa intens, sedangkan Alyssa berusaha keras mengalihkan pandangannya agar tidak ada eye contact diantara mereka. Ponsel Jade berdering.

"Mom. Aku akan keluar sebentar." Jade keluar, meninggalkan Andrew dan Alyssa. Hanya ada suara dentingan sendok dan piring yang beradu.

"Sudah" Andrew memegang tangan Alyssa. Alyssa menaruh piring diatas nakas, membuka obat dan membantu Andrew meminumnya.

Tatapan Andrew tidak pernah lepas dari Alyssa. Ia memperhatikan gerak gerik apapun yang Alyssa lakukan. Kening Andrew mengkerut ketika Alyssa menyerahkan salep padanya.

"Oleskan pada lukamu. Aku takut kamu infeksi" Andrew melihat luka yang ada ditubuhnya, dari dada hingga bawah perut. Ia meringis, tidak sadar kalau lukanya sebanyak itu.

Alyssa membalik tubuhnya, membelakangi Andrew dan lebih memilik mengalihkan pandangannya kearah pintu. Ia tidak ingin melihat ke arah Andrew.

"Sudah selesai" Alyssa menoleh, ia berdecak lalu merebut salep dari tangan Andrew, ia duduk di kasur sebelah Andrew.

"Bersandarlah. Di bagian leher, Lukamu belum rata diobati." Alyssa tidak sadar kalau perkataannya itu memancing pikiran liar Andrew.

"Pelan-pelan. Perih Al" Andrew meringis. Alyssa masih diam, ia mengabaikan Andrew. Setelah memberi salep. Ia mengambil kain kasa untuk memperban, betadine, dan kapas.

"Pegang rambutmu kebelakang. Jangan sampai lepas sebelum aku selesai" Andrew menurut. Alyssa membersihkan luka di seputaran kening Andrew. Luka akibat benturan. Dan memar dibagian pelipisnya. Ia tidak mengerti dengan Andrew. Apa sih sebenarnya yang dilakukan Andrew sampai terluka seperti ini?

Alyssa memakaikan kaus Andrew, siapa yang tahu kalau dalam hati Andrew tersenyum senang. Ia rela sakit kalau ia bisa diperlakukan semanis ini oleh Alyssa

"Selesai. Istirahatlah, jangan banyak bergerak" Andrew masih terus menatap Alyssa, Alyssa berdiri. Tapi tangannya langsung di cekal oleh Andrew, Andrew menarik agar Alyssa mendekat padanya.

Lalu tiba-tiba saja Andrew memeluknya, menyandarkan kepalanya pada perut rata Alyssa. Tubuh Alyssa menegang, tangannya menggantung disisi tubuhnya. Andrew mengeratkan pelukannya, mencari posisi yang nyaman.

"Tetap seperti ini. Sebentar saja, kepalaku sakit sekali. Aku tidak pernah bisa tidur karena posisi apapun akan membuat kepalaku berdenyut" Tubuh panas Andrew menempel pada tubuh Alyssa.

"Pejamkan matamu" Alyssa membelai rambut Andrew. Andrew tersenyum karena Alyssa tidak menolak. Nyamannya....

Setelah dirasa Andrew sudah benar-benar terlelap, Alyssa membaringkan tubuh Andrew dan menyelimutinya.

"Mom! Tad.." Jade membuka pintu.

"Jade Ssssh"  ucapannya terhenti ketika melihat isyarat tangan Alyssa yang menyuruhnya untuk diam. Jade mengangguk, ia berjalan perlahan menghampiri Alyssa.

"Aku mendapat email dari Uncle Gab. Ia ingin bicara denganmu. Ia meminta kau menghubunginya" Jade berbisik agar tidak membangunkan Andrew. Alyssa terbelalak. Astaga ia tidak kepikiran soal Gabriel

"Bicaralah padanya. Aku akan menjaga Uncle Drew disini." Jade duduk diruang kosong sebelah Andrew, ia membaringkan tubuhnya disana. Dan mengusap perut Andrew. Alyssa lagi-lagi tidak kuasa menahan air matanya. Ia bergegas keluar sambil membawa piring kotor tadi.

*****

07:00 PM

Andrew terbangun ketika merasakan tangannya seperti kebas. Ia menoleh dan ternyata lengannya menjadi bantalan Jade. Ia tersenyum ketika melihat posisi Jade yang bergelung padanya. Ia perlahan memindahkan kepala Jade. Membenarkan selimut dan mengecup dahinya.

Andrew berjalan ke arah belakang. ia melihat Alyssa berdiri memunggungi sepertinya sedang menelepon seseorang.

"Aku tidak mungkin meninggalkannya disaat seperti ini. Ayolah kamu bukan anak kecil lagi kan?"  Andrew berjalan mendekati Alyssa.

"Pulang atau kamu mau aku menyeretmu secara paksa?" Alyssa mengerang kesal. Andrew tersenyum, baru saja ia ingin menyentuh bahu Alyssa tiba-tiba gerakannya terhenti.

"Gabriel! Jangan coba-coba kamu lakukan itu, kalau kamu nekad, aku bersumpah, aku tidak mau melihat wajahmu lagi Gab!" Tangan Andrew mengepal. Laki-laki itu lagi.

"Al aku seperti ini karena aku sayang sama Kamu Al. Aku tidak ingin kamu memperhatikan laki-laki lain. Kamu milikku Al! Hanya aku!" Alyssa memijit pangkal hidungnya. Kalau sudah menghadapi sifat kekanakkan Gabriel seperti ini ia merasa frustasi.

"Terserah kamu Gab. Aku lelah menghadapimu" Alyssa memutus sambungan teleponnya secara sepihak. Ia yakin, pasti saat ini laki-laki itu sedang mengutuknya dengan beribu sumpah serapah, terserahlah. Alyssa pusing...

"Gabriel?" Alyssa terlonjak kaget. Ia berbalik dan menemukan Andrew yang berdiri di belakangnya, Andrew semakin mendekati Alyssa, mempersempit jarak diantara mereka.

Andrew menatap tajam Alyssa, Alyssa seperti tersihir, ia tidak bisa bergerak seinchi pun, bahkan berkedip saja tidak. Andrew mengambil ponsel digenggaman Alyssa. Jari Andrew menari di layar ponselnya. Ekspresinya berubah-ubah, yang lebih mendominasi adalah Amarah. Alyssa hanya memperhatikan apa yang dilakukan Andrew.

Andrew berjalan kearah kolam ikan. "Tidak akan ada lagi Dia mulai sekarang" Andrew bersumpah, ia tidak akan membiarkan Laki-laki itu merebut miliknya kali ini. Tidak lagi!

Alyssa terbelalak ketika melihat Andrew menjatuhkan ponsel itu ke kolam ikan. Keduanya menoleh saat mendengar jeritan Jade.

"MINE!!! OMG Uncle!!!" Alyssa panik, Andrew menatap Jade santai.

"Masuklah, aku yang akan berbicara dengannya" Alyssa takut Jade akan marah. Andrew tersenyum menenangkan.

Jade menangis. Andrew mengampirinya. Lalu membopong Jade dengan sangat enteng. Jade memberontak tapi Andrew tidak akan membiarkan Jade turun.

"Kita akan menaiki tangga. Kalau kau terus berontak kita akan jatuh" Jade diam, ia mengalungkan tangannya ke leher Andrew. Alyssa memperhatikannya, Andrew melirik Alyssa dan memberikan kedipan mata. BLUSHHHH pipi Alyssa seperti terbakar, ia salah tingkah...

*****

Gabriel membanting Ponselnya. Ia tidak menyangka kalau ternyata Alyssa sedang berada bersama Andrew. Awalnya ia mengirimi Jade email untuk menanyakan kabar anak itu tapi entah disengaja atau tidak Jade justru menceritakan bahwa mereka sedang berada disuatu tempat. Dan yang membuatnya marah adalah saat tahu kalau mereka bersama Andrew! Bagaimana bisa? Bahkan orang-orang terdekat laki-laki itu saja tidak ada yang tahu.

Memikirkan kedekatan Jade, Alyssa dan Andrew membuat amarahnya seperti sudah tidak terbendung. "Brengsek!!!! Kali ini kau boleh bersenang, tapi aku berjanji akan membuat kau menyesal karena menyentuh milikku Drew!" Mata Gabriel menyalak marah.

*****

Andrew membawa Jade kesebuah Theater Room. Jade masih mendiamkan Andrew. Andrew bertanya saja tidak satupun dijawab oleh Jade. Jangankan menjawab, menatapnya saja tidak. Andrew menjadi gemas sendiri.

Andrew menuntun Jade mendekati sebuah kotak seperti brankas disudut ruangan. Andrew menekan passwordnya. Jade hanya diam, apa sih maksudnya...

Jade melihat ada sebuah Box yang terbungkus pita dengan rapi "Ambil lah" Andrew duduk kembali di sofa.

Jade terbelalak melihat isi dari kotak itu. Sebuah ponsel keluaran terbaru dari brand iPhone.

Andrew tertawa geli melihat ekspresi Jade. Jade bergantian menatap Andrew dan kotak ditangannya dengan mulut terbuka lebar dan matanya melotot seperti akan keluar.

"It's yours" Andrew menuangkan minuman. Baru saja akan menenggaknya, tiba-tiba saja tubuhnya di terjang oleh Jade.

"Oh astaga Jade" Jade duduk dipangkuan Andrew

"Are you sure???" Mata Jade berbinar. Andrew mengangguk. Jade memeluk leher Andrew erat.

"Tapi segala fotoku ada disana" Jade cemberut hampir saja menangis lagi. Andrew mengeluarkan ponsel miliknya lalu mengarahkannya pada Jade.

"Uncle sudah memindahkannya. Hanya fotomu dan ibumu. Tidak akan ada lagi laki-laki itu. Jadi ku peringatkan. Jangan berdekatan lagi dengannya" Jade menahan tawanya.

"Siapa? Uncle iel? Kekasih Mommy?" Andrew melotot mendengar Jade menyebut laki-laki itu kekasih Alyssa. Jade meneteskan air matanya sambil tersenyum. Andrew panik, kenapa emosi anak ini cepat sekali berubah-ubah. Kenapa lagi?

"Thank you so much Dad. I love you and always do" Tubuh Andrew menegang ketika Jade mengecup seluruh wajahnya, mulai dari dahi, pipi, hidung dan bibirnya. Bukan, yang membuat Andrew shock adalah mendengar panggilan Jade untuknya...

"You Call me..." Jade menggenggam tangan Andrew. Jade masih duduk dipangkuan Andrew, tidak ada rasa canggung. Justru Ia malah menyandarkan kepalanya pada lekukan leher Andrew.

"Mungkin ini terdengar lucu untukmu. Tapi aku benar-benar merasakan ada yang berbeda saat berada didekatmu. Awalnya aku berfikir mungkin ini karena kau berteman baik dengan Mommy. Tapi setelah aku membandingkannya dengan orang lain, rasa nyaman ternyata hanya bisa ku rasakan disaat aku denganmu." Air mata Jade mengalir, Jade membawa tangan Andrew menyentuh tempat jantung Jade berdetak.

"Kau tahu? Saat aku dan Mommy menemukanmu terbujur dilantai dengan keadaan mengerikan dan luka diseluruh tubuhmu. Disini. Seperti darahku berhenti terpompa melihat kondisimu. Aku seperti akan mati. Rasanya sakit bercampur sesak, sampai aku bersumpah kalau aku tidak mau merasakannya lagi. Aku seperti tidak menyangka. Awalnya Mom juga meragukanku, tapi aku yakin karena hatiku seperti memberi signal tentang keberadaanmu." Andrew terpaku.

"Apa hati kita terkoneksi dengan baik? Rasanya menyenangkan sekali bisa merasakan hal seperti itu. Mari mulai sekarang kita jangan berjauhan. Aku takut koneksi kita akan terputus" Jade terkikik. Refleks air mata Andrew mengalir. Jika kalian bertanya bagaimana perasaan Andrew? Sudah dipastikan semuanya bercampur aduk. Complicated...

"Aku akan memanggilmu Daddy mulai sekarang. Apa kau baik-baik saja dengan itu?" Andrew menarik Jade kepelukannya. Jade mengusap punggung Andrew dengan jari lentiknya. Dalam hati Andrew berjanji. Ia akan membuat semuanya menjadi nyata.

"My darl" Rasa sakit diseluruh tubuhnya hilang begitu saja. Thanks God...