webnovel

70

Wiy;

Aku adalah orang yang aneh, Tha, aku akui aku aneh. Aku bagaikan bumi, kamu matahari dan Nelly adalah bulan. Dulu matahari selalu saja menghangatkan bumi, mulai pagi hingga petang hari. Ia disiplin waktu, tidak pernah absen untuk menerangi bumi. Ketika bumi kedinginan disiram hujan, matahari muncul dengan senyumnya yang hangat. Ia pengertian, penyayang dan dan penerang.

Bumi bahagia sekali, bumi tersenyum sepanjang hari, tak lupa berterima kasih pada mentari. Bumi tidak pernah lupa pada kebaikan yang diberikan matahari. Namun sekarang yang terjadi, matahari malah tidak mau tersenyum untuk hari ini, esok lusa bahkan nanti dan seterusnya, matahari tidak mau lagi menghangatkan dengan pengertian, kasih sayang dan penerangannya. Karena matahari sudah punya bulan, ia tidak ingin bulan cemburu.

Kini bumi tinggal sendiri, merindukan matahari sebagai cinta pertama dan terakhirnya, benar-benar rindu pada matahari. Tetapi percuma, matahari telah sayang pada bulan. Begitulah yang aku rasakan saat ini, Tha.

Bulan menginginkan matahari selalu ada di sisinya, selalu bersamanya, menikmati indahnya malam dengan sinarnya. Matahari tahu masih ada bumi menunggunya, merindukan sinarnya, matahari tahu bahwa bumi masih menyanyanginya, tapi ia cuek bahkan tidak mengenal bumi lagi. Sekarang bumi dalam kegelapan, galap ini sudah puluhan tahun, bumi menanti cahaya mentari.

Kutahu bulan akan cemburu pada bumi, tetapi bumi juga tidak peduli. Bumi juga butuh matahari. Bulan tahu ada bumi yang masih merindukan matahari, toh bumi jugalah sahabat dekat bulan, kutahu bulan sangatlah cemburu. Matahari pun tahu, tapi ia membiarkan bumi menderita dalam kegelapan, matahari membiarkan bumi merindukannya hingga bosan. Tetapi nyatanya bumi masih setia menunggu sinar matahari. Kenapa bumi begitu setia? Karena ia tahu esok pagi matahari akan bersinar kembali.

Begitulah yang terjadi di antara kita, Tha. Aneh katamu? Ya aku memang aneh, aku gila, aku rugi dan aku sia-sia. Akulah bumi itu, Tha, dan aku yakin aku tidak akan sia-sia. Akulah bumi yang mencintaimu, Tha, aku melihat masa depanku padamu. Duhai kamu matahari, terimakasih banyak atas kasih sayangmu padaku, perhatianmu dan kehangatanmu dulu, aku menginginkannya lagi. Kutahu masih ada sisa cintamu pada bumi.

Entahlah Tha, mungkin hari ini tidak, esok lusa dan nanti mungkin hatimu berubah, semoga saja aku bukan orang yang terlambat dan rugi. Terus terang, cinta bumi hanya untukmu duhai mentariku. Duhai, Tha yang aku rindu. Aku menunggu cahayamu.

***