webnovel

20

Wiy;

Dengan ini aku mengatakan apa yang telah terjadi padaku. Seminggu ini aku menangis sendu menyendiri di kamarku. Hatiku tersayat, mataku bengkak menangis pilu. Aku mengaku sudah tidak malu mengatakan ini padamu. Walau pun menurut manusia normal aku mestinya malu, ibarat aku menelan racunku sendiri. Tetapi kenapa lah aku harus malu pada satu orang? Apalagi kamu sudah lama kukenal.

Kamu tahu, Tha? Aku dan keluargaku sudah dipermalukan, aku malu pada banyak orang, pada masyarakat kampung Sepakat bahkan tamu undangan. Kamu tahu apa yang terjadi menimpaku, Tha? Remuk rasanya diriku menerima derita sedemikian rupa. Terus terang kukatakan bahwa rasa maluku padamu sudah kutiadakan, hingga aku mau menceritakan semua yang terjadi dalam minggu ini.

Tha, kamu masih ingat apa kataku dalam surelku waktu kamu datang ke rumahku minggu lalu? Bukan tentang menyuruhmu pulang, bukan tentang cincin yang hendak kamu kenakan di jari manisku, juga bukan tentang kemeja biru dariku itu. Akan tetapi ini adalah tentang dua orang yang kataku akan segera datang pada hari itu dan menyuruhmu agar segera pulang sebab aku tidak ingin mereka salah paham karena dua orang itu adalah utusan dari keluarga calon suamiku.

Kamu tahu, Tha? Dua orang utusan keluarga calon suamiku itu benaran datang setelah kamu pulang. Kukira kedatangan mereka adalah seperti adat yang dianut selama ini, ternyata mereka datang untuk memberitahu bahwa calon suamiku membatalkan pernikahan. Dengan alasan karena ibunya sakit parah secara mendadak.

Kamu percaya dengan hal ini, Tha? Tentu kamu tidak percaya, karena aku pun demikian, tidak percaya ibunya sakit. Aku tahu ibunya tidak setuju calon menantunya aku. Itu adalah strateginya membatalkan pernikahanku dengan anaknya. Katanya pula meskipun nanti ibunya sembuh dalam seminggu atau sebulan kedepan, ia tidak dapat menikahiku, ia menundanya hingga tahun depan. Tahun depan, Tha, tahun depan. Laa hawla walaa quwaata illaa billah. Bukankah tahun depan itu masih lama, Tha? Ini masih bulan februari.

Maka dengan ini kukatakan terus terang dari lubuk hatiku yang dalam, sudi kiranya kamu memaafkan kesalahanku, Tha. Aku tahu aku melakukan kesalahan besar; memalukanmu dan keluargamu, tetapi terimalah maafku. Dengan ini aku siap untuk kamu nikahi, ayolah menikah, Tha. Sembuhkanlah sakit hatiku, siramilah batinku dengan kebahagiaan, kenakanlah cincin yang sudah kamu persiapkan untukku, pakailah kemeja biru dongker dariku itu, datanglah ke rumahku, Tha. Aku siap menikah hari ini juga, bisakah kamu datang hari ini, Tha?

Kenapa baru seminggu setelah kejadian aku kabari padamu hari ini? Karena aku belum sanggup menerima kenyataan yang sedang aku hadapi, Tha. Aku benar-benar malu pada semua orang, terlebih padamu. Sehingga kupendam seminggu, kemudian kulunakkan hatiku, kubulatkan tekad, aku beranikan diriku, kuhilangkan rasa maluku padamu lalu aku mengabarimu hari ini, Tha. Kuharap kamu memaklumi keadaanku sekarang ini. Mengertilah apa yang sedang kurasakan, dengan kabarku ini kuyakin kamu merasa iba dan ingin menolongku. Keluarkanlah aku dari dunia fiksiku yang baru terjadi menimpaku, Tha.

Sad ending cerita fiksiku telah aku lalui. Aku ingin happy ending secara nyata denganmu, Tha. Karena menikah dengamu lah dunia fiksiku ini jadi romantis dan nyata adanya, tidak kejutan pernikahan yang penuh dusta seperti yang telah terjadi terhadapku. Datanglah ke rumahku, ayo kita menikah. Aku siap jadi istrimu. Aku ingin jadi bidadarimu, aku serahkan seluruh hidupku padamu, Tha. Sekali lagi maafkan aku. Aku yang telah dilanda duka: Wiy.

***