webnovel

Tawar-Menawar

"Ayolah itu sangat klise. Kau tahu benar harga itu terlalu tinggi, bukan? Biasanya aku berbelanja pada pameran seperti ini dan mendapatkan harga satu buku sekitar lima yuan," ungkap John berusaha menawar.

"Maaf, tapi kamu tidak bisa mendapatkannya dengan harga lima yuan. Setidaknya sepuluh yuan untuk buku tua itu. Kamu sepertinya sering datang yah, sampai tahu harga buku di pameran seperti ini," penjual itu dengan cepat berkata.

"Tidak, lima yuan saja sudah cukup mahal. Lihat ini, kualitas cetakannya juga sangat buruk. Di tambah ini juga buku bekas yang sudah terlihat cukup lusuh," sebut John yang enggan sambil menggelengkan kepalanya, lalu berdiri beranjak pergi.

"Baiklah, lima yuan. Ambil saja buku itu," si penjual akhirnya memutuskan untuk setuju.

"Oke," John dengan cepat mengeluarkan uang dari sakunya, dia menghitung kemudian menyerahkannya kepada si penjual.

Setelah membayarnya, dia mengambil buku itu dan segera pergi. Kamus itu sebenarnya masih terlihat bagus, sampulnya saja yang sangat lusuh. Isi cetakannya masih bagus dan dapat digunakan dengan baik.

Untuk buku bajakan seperti ini, harga umumnya setidaknya dua puluh, karena yang asli dijual dengan harga empat sampai lima puluh yuan. Alasan mengapa dia bisa mendapatkannya dengan harga sangat murah, jelas karena buku itu terlalu tidak populer, dan kamus kuno membutuhkan sedikit ekstra untuk membacanya.

Hanya ada satu dari ratusan buku di kios. John beruntung mendapatkan apa yang di acari, walau sebenarnya perekat buku itu sudah longgar dan tidak normal. Bahkan, buku itu tampaknya bisa berantakan kapan saja.

"Sayang saja, tapi setidaknya jika ini membantu, maka aku pun tak masalah dengan apa yang terjadi."

Begitu John kembali mendapatkan potongan kalimat itu, dia tidak sabar untuk langsung menerjemahkannya. Lima yuan adalah uang sakunya selama lebih dari sehari, jadi sepertinya dia mesti puasa nanti. Meskipun agak nyesek dengan kualitas dan resiko yang dibayarkan, John masih bisa mencari solusi untuk kembali merekatkan buku tersebut dan bersiap untuk berpuasa selama dua hari.

Tak lama kemudian, Yuna secara misterius juga datang menyamparinya. Gadis itu membawa tas buku dan perlahan melangkah mendekat.

"Bagaimana?" Dia berbisik.

"Aku mendapatkan hal yang aku cari," John menjawab sembari mengangkat buku itu di tangannya. Kamus berkulit merah kontras dengan buku kuning kecil di tas Yuna.

"Aduh ternyata itu..." Yuna menatap John dengan ekspresi wajah kecewa. Perasaan yang sama seperti pertama kali dia mengajaknya.

"Baiklah. Sepertinya aku akan pulang untuk beristirahat," kata John dengan tenang.

"Aih! Apa kamu begitu buru-buru?" Yuna berkata dengan cemberut. Tapi, dia juga tahu bahwa John orang yang sensitif dan tidak peka. Sosok cowok yang berbeda dan selalu seperti itu. Setidaknya ini adalah alasan mengapa dia suka senang menempel dan menjadikan John sebagai pelindungnya.

"Ya sudah, aku akan ambil tiga buku lagi, dan kita akan membaginya secara rata-rata, satu buku harganya empat. Tapi, jika ambil tiga dapat dua belas. Kamu cukup berikan aku tambahan uang enam saja," bisik Yuna.

"Aku tidak punya uang lagi," John berucap dengan polos.

Sebelumnya, memang dia bersedia bekerja sama dengan gadis itu, dan nantinya Yuna sendiri yang akan memasarkan untuk disewakan kepada orang lain, sehingga menghasilkan sedikit keuntungan. Hanya saja dia baru tahu hari ini, buku apa yang menjadi objek bisnis dari temannya itu.

Lagi pula, dia tahu bahwa di sekolah, sebagian besar siswa tidak mau menghabiskan uang mereka untuk membeli buku, dan buku-buku itu sekedar menyenangkan untuk dilihat dan dibaca, tapi tidak untuk di koleksi.

Jadi, mereka rela membelanjakan beberapa uang demi untuk disewakan dan mendapatkan keuntungan. Buku tersebut juga tipis, dan isinya tidak banyak. Membacanya berulang kali pasti akan membuat pembaca cepat bosan. Maka strategi menyewa jelas solusi yang bagus.

Alasan mengapa Yuna mengajak John karena dia bagaimanapun adalah seorang gadis dan tidak mudah baginya untuk menyewakan buku tersebut kepada para cowok. Untuk kali ini dia berinisiatif agar John membantunya dalam memasarkan hal tersebut.

"Jika kau tidak mau mengeluarkan uangmu, maka setidaknya bantu aku dengan menyewakannya," Yuna berucap dengan sedikit geram.

"Kamu bisa menyewanya di kalangan perempuan saja seperti biasa. Atau tidak, pasarkan saja sendiri," kata John dengan santai.

"Kamu gila! Bagaimana anak perempuan sepertiku bisa menjajakan ini dan mengambil keuntungan dari para anak laki-laki!" Yuna sedikit berteriak. John yang selalu bekerja sama, kini secara tiba-tiba dia berubah pikirannya, seolah tak ingin terlibat sama sekali.

"Jual saja lagi pada orang lain. Aku memiliki masalah belakangan ini dan jujur aku tidak punya waktu untuk melakukan hal ini," John merespon dengan dingin karena dia benar-benar tidak ingin terlibat dalam bisnis itu lagi.

Jika itu hanya buku-buku biasa maka takkan menjadi kendala berarti. Hanya saja buku tersebut adalah buku dengan kisah-kisah cabul yang panas dan itu terlalu buruk untuk dipasarkan dengan bebas di sekolahan.

"Berapa banyak hal yang harus kau urusi sehari? Lagi pula kamu benar-benar tidak pernah melakukannya," Yuna terus mengeluh.

"Astaga… kamu benar-benar membuat semua ini menjadi sangat runyam dan membingungkan," John mulai sedikit emosi dan menggelengkan kepalanya.

"Kamu tidak akan tahu rasanya, kecuali kamu adalah perempuan sepertiku. Tidak baik memutuskan hal ini secara sepihak. Jika sudah tidak berminat, kita bisa hentikan hal ini untuk sementara waktu. Tak baik merusak reputasi yang ada seperti ini," tegas Yuna.

"Baik, aku akan membantumu. Tapi, kita lakukan dengan caraku. Aku akan memberikan buku ini kepada Daniel Yee. Bisnismu tetap akan berlangsung di tangannya," kata John.

Daniel Yee adalah seorang siswa yang juga menyewakan buku-buku seperti Yuna. Dia juga berburu buku-buku yang nantinya akan dia kumpulkan menjadi satu katalog lalu dia jajahkan kepada para siswa. John merasa pasti Daniel bersedia bekerja sama untuk melakukan hal tersebut, karena dia tahu jelas selera Yuna dan cowok itu berbeda, tapi tetap unik.

"Terserah kamu saja," Yuna menyahut dengan enggan.

Ketika John menatapnya seperti ini, dia tahu bahwa Yuna jelas tidak mau dan tidak rela dirinya diatur seperti ini. Tetapi, sebagai seorang teman, dia sudah mengatakan hal yang cukup untuk membantu. Mengenai keputusan akhir tak berada di tangannya memutuskan adalah urusannya.

Keduanya berpisah di pameran buku yang berada di area gang-gang itu. Masing-masing dari mereka kembali ke rumah mereka sendiri.

Sesampainya John di rumah, dia menemuka pesan yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Kedua sosok yang dipertuahkan itu tengah pergi ke rumah sakit untuk menjenguk sang kakeknya

Hanya dua piring hidangan dingin yang diletakkan di tas meja dapur. Saat melihat isinya, dia menemukan sepiring telur orak-arik dengan mentimun dan sepiring daging suwir yang di saus serta diberi paprika merah.

**To Be Continued**