webnovel

Senjata Bela Diri

John mencari-cari di kamar tidur untuk sementara waktu, tetapi tidak menemukan apa pun selain pedang itu. Karena merasa putus asa, dia meninggalkan kamar dengan terus membawa pedang itu di tangannya. Dia melangkah secara perlahan ke arah lobi.

"Hati-hati kali ini, dan jangan buat suara. Aku seharusnya tidak akan menimbulkan masalah," John masih khawatir tentang peristiwa naas yang menimpanya terakhir kali.

Namun, ini bukan berarti dia tidak berani keluar. Bagaimanapun, dia menguatkan dirinya bahwa ini hanya ada dalam mimpi. Jadi, dirinya tidak akan benar-benar mati.

Hati John penuh dengan rasa ingin tahu tentang dunia luar. Tapi, dia belum berani untuk melihat keluar apalagi untuk memeriksa lebih jauh dan berjalan-jalan. Yang dia ingin lakukan hanyalah untuk sedekar mengintip area sekitar. Sambil memegang pedang, dia berdiri di depan pintu, bernapas dengan cepat selama beberapa saat, berusaha menenangkan suasana hatinya.

"Kali ini, cobalah untuk bersikap setenang mungkin. Selama dia tidak menemukanku, maka seharusnya aku akan baik-baik saja."

Dia dengan hati-hati mengulurkan tangannya lagi, memegang gagang pintu kepala ular itu. "Klik..." suara kunci pintu yang sangat halus terdengar saat dia memutarnya.

Sebuah celah berhasil terlihat di pintu, cukup bagi John untuk melangkah masuk dan keluar. Dia memegangi pedangnya, melangkah dengan sangat lambat. Ada ledakan udara dingin dari luar. Hal itu entang mengapa membuatnya kedinginan, sendinya tampak kaku saat suhu tubuhnya turun.

"Rasanya lebih nyata jika dibandingkan dengan mimpi sebelumnya. Indera yang aku rasakan sekarang tidaklah seperti mimpi," keluhnya.

John lantas mengerutkan kening. Perubahan aneh ini membuatnya sedikit terganggu. Melangkah keluar dari celah yang ada, dia berdiri di depan pintu. Dia melihat sekeliling, tapi belum memilih untuk menuruni tangga kayu yang ada di depannya.

"Sebelumnya, suara dari langkah itu terdengar terlalu keras. Aku harus melompat langsung ke arah sana, sehingga tidak akan ada suara yang terdengar," jelasnya.

Memikirkan rute yang tepat, John secara perlahan-lahan memindahkan langkahnya dan berjalan ke kanan secata perlahan. Dia mengambil langkah demi langkah.

Kabut basah perlahan terasa mulai menyelimuti, lantai yang berwarna kuning perlahan tampak menggelap. Dia melihat di bawah kakinya terdapat goresan tua yang baru saja dia lewati. Di sana, juga terdapat banyak kerikil halus.

John harus menghindari batu itu dengan hati-hati saat bergerak. Dia berhasil menahan nafasnya, lalu dengan cepat berjalan ke tepi, dan mengambil lompatan kecil.

"Hampir saja," sebut nya.

Suara langkah yang sangat halus terdengar. John berashi berdiri tegak di tanah lumpur hitam. Dia memastikan dirinya tetap fokus di saat yang sama ketika matanya melirik kondisi sekitar. Tidak ada suara aneh yang datang dari jalur itu.

"Berhasil! Aku harus berhati-hati, kalau tidak aku akan menarik sosok itu," katanya dengan sedikit lega.

John berhasil berdiri di dalam kabut dan melihat sekeliling. Di belakangnya ada pintu ruang tamu yang setengah terbuka, tempat dia baru saja keluar.

Di sebelah kiri dan kanan, semuanya hanyalah hutan yang gelap dan lebat. Yang bisa dia lihat hanyalah jalan setapak di depan. John mengambil napas dalam-dalam dan perlahan mulai berjalan mengelilingi kediaman itu.

Ke arah kiri. John melangkah secara perlahan ke arah halaman yang menghadap ke jendela ruang tamu. Terdapat ayunan hitam di halaman, rak kayu yang diikat di antara dua pohon mati. Semuanya terbuat dari dua tali rami yang tebal.

Beberapa bangku lapuk tersebar secara acak di tanah. Ada taman layu kecil di sudut tembong. John lantas berjalan lagi, dan tidak menemukan apa-apa, lalu terus melangkahkan kakinya menuju bagian belakang rumah.

"Ssst..." tiba-tiba dia mendengar suara desis saat tengah melangkahkan kakinya. John lantas berhenti. Dia berdiri dengan posisi kuda-kda di dalam kabut, rumah bangsawan yang ditinggalinya berada di sebelah kanan, dan halaman kecil berada di sebelah kiri.

Dia memegang pedang itu dengan dua tangan, berusaha agar dirinya tetap siap siaga. John dengan hati-hati melangkah, dan menatap lurus ke depan. Dari situlah suara itu berasal.

"Ssst..." suara itu kembali terdengar.

"Sepertinya ada sesuatu yang terseret di tanah," pikir nya.

John merasa bahwa situasi tersebut begitu familier. Walaupun lebih berani dari sebelumnya, dia tentu saja tegang. John berdiri dengan diam, menatap ke depan di tengah kabut gelap. Ada sesuatu yang datang menuju ke halaman belakang.

Secara bertahap, suara itu terdengar semakin dekat dan kencang. Seorang yang membuat suara desis itu perlahan muncul di depan John. Sosok itu menyerupai tubuh manusia yang aneh dengan pustula hitam di seluruh kulitnya.

Dia membawa pedang hitam panjang di satu tangan, dan gagangnya berada di lengan lainnya. Jenis dan ukuran pedang yang mirip dengan yang dia miliki.

Sosok itu hanya menampilkan wajah yang ditutupi kain berwarna abu-abu yang tebal. Tak ada yang terlihat. Sosok itu tak memiliki mata, lubang hidung, mulut, dan kain kabung yang berada di mulutnya sedikit memiliki noda darah.

Sosok manusia dengan wajah yang tidak jelas itu ternyata jauh lebih tinggi dari John. Perbedaan mereka cukup signifikan dan jika diperkirakan tinggi sosok itu sekitar seratus sembilan puluh meter. Sosok itu baru saja terlihat dari kabut dan segera menatap ke arah John.

"Ssst..."

Humanoid itu dengan enggan bergerak maju selangkah demi selangkah, mendekati John. Langkahnya sangat lambat dan aneh, dan bilah pedangnya terseret di tanah. Suara yang sedikit mendesis itu ternyata datang dari sana.

"Monster macam apa ini?" John bertanya dalam hati, tanpa sadar dirinya mundur secara perlahan.

Meskipun dia takut dengan penampilan sosok yang baru pertama kali dilihatnya, John lebih takut merasakan maut seperti yang dia rasakan ketika dia mati sekali sebelumnya.

John bukannya tenang, dirinya malah jauh lebih panik, tetapi berusaha mengontrolnya. Meskipun masih merasa takut, dia hampir tidak bisa memikirkan langkah yang harus dia lakukan.

Dia melihat ke bawah dan memperhatikan bahwa kaki kanan monster itu ternyata pincang. Dari celana panjang hitam yang sosok itu kenakan, John bisa melihat bahwa potongan daging besar tampak jelas di bagian kakinya.

"Itu tidak terlihat baik," gumam John yang mengepalkan tangannya, dia tidak bermaksud menyerangnya.

"Aku harus mencoba mengekstrak informasi dari orang ini terlebih dahulu," pikir nya.

Dirinya yang mundur perlahan-lahan, membuat jaraknya dengan pintu utama kini menjadi sedikit lebih dekat. John bisa langsung berbalik dan berlari kembali kapan saja untuk bergegas ke pintu. Di bawah skenario rencana cadangan, dia masih berpikir untuk berinteraksi dan mencoba untuk menyentuh sosok yang mengerikan itu.

"Halo. Bisakah kamu mendengarkan aku?" John menurunkan suaranya dan berbisik pada sosok tersebut.

Orang aneh itu tidak menanggapi, dan masih bergerak dengan langkah yang sama ke arahnya secara perlahan.

"Apakah kamu seorang penduduk di sini? Aku tidak memiliki intensi niat buruk, Bisakah kau memberitahuku dimana ini?" John terus mencoba untuk berkomunikasi dengan losok itu.

**To Be Continued**