webnovel

Bukan Mimpi Biasa

Pintu tersebut terbuat dari beberapa logam dan memiliki tekstur serat kayu ringan di permukaan. Dari kejauhan, bahkan pintu itu terlihat seperti sebuah jam hias besar yang berwarna merah.

Sebuah pola melingkar tergantung di tengah pintu, empat binatang yang berbeda membentuk lingkaran di dalam satu pola. John jelas tidak tahu apa maksud dari keempat simbol binatang ini. Mereka terlihat seperti Cheeta, tetapi mereka memiliki ekor bergerigi yang panjang.

Di atas pintu, ada pola berbentuk berlian, sesuatu yang di desai dengan model vertikal besar. Dia menatap segala sesuatu yang ada di ruangan itu. John mengerutkan keningnya, dia mengulurkan tangan dan menyentuh tepi kusen pintu.

Kusen pintu tampak membentuk huruf asing yang sama, tapi tak dapat dikenalnya. Hanya saja yang dia dapat lihat di sana terdapat bentuk pola rantai yang menutupi seluruh kusen pintu.

"Pintu ini terasa seperti menjaga sesuatu," John berbicara dalam hati saat dirinya merasa ada sesuatu yang ganjal.

Namun, rasa ingin tahu memang telah menguasainya. Dia mengulurkan tangan dan meletakkannya di atas gagang pintu.

Pegangan dingin itu diukir dengan bentuk kepala ular sanca hitam, dan mata merah kusam itu berkilau samar. Dia bahkan bisa melihat sisik halus dari si ular yang menjadi pertanda bahwa itu jelas asli.

Sentuhannya semakin erat. "Klik," suara pintu di buka kecil secara perlahan terdengar. John meneruskan aksinya dan sekarang di hadapannya terdapat hutan berkabut tebal.

Ada jalan setapak di tengah hutan, yang dikelilingi oleh rindangnya pepohonan dan membentang jauh ke dalam kabut yang tidak jelas. Segalanya tampak abu-abu dan hitam. John menelan air liurnya, dan perlahan berjalan keluar dari kediaman itu.

Di bawah kakinya ada tiga anak tangga kayu, bernoda merah gelap pudar, seolah-olah ada cat yang tumpah. Langkah kakinya yang berjalan di sana terasa lembut, dan tampaknya tangga itu cukup goyang, seolah bisa runtuh kapan saja.

Mencicit, John menuruni tangga itu secara perlahan. Dia kini berdiri di depan sana dan melihat ke kiri dan ke kanan. Di sekelilingnya jelas terlihat gelap, dan pohon-pohon besar menutupi langit malam.

Warna langit malam sedikit lebih terang dari kegelapan yang menyelimuti, tetapi itu tidak cukup untuk menerangi tanah setapak di tengah hutan yang lebat. Dengan kondisinya, jelas dia tidak bisa dengan mudah untuk membedakan apa pun di sana.

Namun, pada akhirnya John memutuskan untuk mengambil beberapa langkah ke depan, merasa bahwa kakinya menginjak tanah lumpur yang lembut. Hal itu membuat dirinya sedikit mengalami persoalan keseimbangan.

"Huft… huft… huft…" Terdengar ada suara aneh yang datang dari kejauhan.

John sontak memalingkan kepalanya pada arah sumber suara. Dalam kondisi berkabut, sepertinya ada sesuatu yang bergerak dengan cepat.

"Huft… huft… huft…" Suaranya kembali terdengar, begitu berirama dan sedikit berat.

"Siapa di sana?" John berteriak, menyipitkan matanya, mencoba melihat dengan lebih jelas.

"Huh…" Tiba-tiba suara itu dengan cepat berubah.

Hal itu seketika membuat dadanya berdegup dengan kencang. Jantungnya berdetak dengan kencang karena dia mulai merasa panik. Sebelum John punya waktu untuk bereaksi, dia melihat sosok hitam tinggi itu mendekat dengan cepat dalam kabut yang ada di depannya.

Sebelum John punya waktu untuk bereaksi, dia melihat sosok hitam tinggi itu mendekat dengan cepat dalam kabut yang ada di depannya. Sosok itu sangat cepat, dengan dengkuran yang aneh, bergegas ke arahnya dengan panik.

"Huh…" Suara itu semakin dekat. Bahkan kali ini, tak hanya dengkuran. Tapi, dia juga dapat mendengar suara langkah kaki dan sebuah siluet.

Semua keberanian John lantas menyusut, dirinya lantas melangkah mundur. Sayangnya dia malah tersandung tangga dan terjatuh.

"Sial!" teriak nya.

Tanpa menunggu dirinya bangun. Sosok itu terus mendekat dengan cepat, semakin cepat, seperti film yang dapat dibuat dalam mode 'time lapse, masih ada jarak di antara mereka, tetapi sosok itu dengan postur tubuh yang aneh, dan bergegas ke tempat dirinya terjatuh dalam sekejap mata.

"Aku!"

"Huh…"

Dalam kondisi yang masih setengah merangkak John lantas tiba-tiba membeku. Saat melihat sosok aneh itu dalam kabut dengan bau darah, membuat dirinya segera bangun dan kembali berlari menuju pintu kediaman yang masih setengah terbuka.

Karena dirinya begitu buru-buru dan terus menoleh ke belakang, John lantas terjatuh lago, tapi kali ini dia tidak peduli dan terus berguling hingga berhasil masuk. Sosok itu terlihat berhenti di depan pintu tersebut.

Sepasang mata hitam legam telah melihat dirinya. Sosok itu memegang pedang panjang yang besar di tangannya. Ujung pedang itu bahkan di seret menyentuh tanah. Dalam satu tebasan pedang itu berhasil menembus pintu tersebut dan serangannya mengenai John

"Aww!!!" Suara teriakan terdengar.

Tubuh John jelas ikut mencucurkan darah akibat tebasan tersebut. Dirinya yang masih tersangkut dengan pedang itu ditarik keluar. Sosok itu kembali mengeluarkan teknik lainnya dalam menebas tubuhnya.

John melihat secara langsung darahnya terpancar kemana-mana. Tubuhnya bahkan secara perlahan mulai terpisah menjadi potongan kecil yang tak beraturan dan berceceran di tangga. Dirinya tak lagi terlihat utuh seperti sebelumnya.

"Hah! Bagaimana bisa?"

John dengan mata terbuka, berusara sembari merasakan sakit yang tidak bisa dijelaskan. Dia berbaring telentang dengan luka disekujur tubuhnya.

"Apa ini akhir diriku?"

Sosok yang mendekat dengan cepat itu seperti monster yang mengerikan. Dia kembali mengarahkan pedangnya yang tampak bengkok tanpa ragu-ragu. John tidak bisa melakukan apa-apa selain menatap aksinya dengan lapang dada.

Merasakan maut yang datang menghampirinya membuat dirinya gemetaran. Secara perlahan tubuhnya mulai terasa dingin dan kaku. Dia bahkan tidak bisa menjerit.

John mencoba mengulurkan tangannya dan secara naluriah dia ingin menyadarkan dirinya. Semua itu terasa sangat sulit, tapi secara perlahan dia berhasil bangkit dari tidurnya. Kini, dia bersandar di atas kasur.

Tidak ada luka di lehernya, tetapi dia tidak tahu mengapa, dia tetap merasakan sakit di area sana. Untungnya, rasa sakit ini perlahan menghilang, seiring dengan kesadarannya yang kembali.

"Apa itu tadi? Benarkah hal yang mereka sebut sebagai terror malam hari?" John bertanya-tanya memikirkan sosok yang mendekat dan menyerangnya di dalam mimpi.

"Sialan!"

John memutuskan untuk bangkit dari tempat tidurnya. Dia melihat ke arah kaca untuk memastikan segalanya.

Kini, dia duduk di ujung kasurnya, tangannya menyentuh dahi dan rambutnya. Begitu basah, dia masih merasa menggigil, tapi sekujur tubuhnya tampak berkeringat hebat seolah dia telah berlari belasan kilometer.

"Ini memang bukan pertama kalinya aku mati dalam mimpi buruk sebelumnya, tapi perasaan yang tadi jelas benar-benar tak tertandingi!" sebut nya.

**To Be Continued**