Pagi yang cerah menyusup di dua keluarga. Gisel tengah sibuk menyiapkan keperluan sang suami sedangkan Clarine yang tengah merapikan penampilan Anton suaminya yang juga tengah bersiap untuk berangkat ke kantor. Kedua pasangan tersebut saling melirik dari rumah mereka seperti tengah berlomba untuk menjadi pasangan muda yang bersemangat dalam menjalani rumah tangga mereka.
Gisel selesai menata lauk untuk Bass kemudian membawakannya menuju carport dimana Bass tengah menyalakan mobil SUV putih miliknya itu. Tak lama kemudian, mobil sedan hitam milik Anton pun beranjak dari halaman rumahnya meninggalkan Clarine dengan celemek rendah hingga menampakkan bagaimana dress mini ketat berbelahan rendahnya itu dilihat oleh pasangan Gisel dan suaminya Bass.
Menganggap semua itu biasa, Gisel dan Bass pun tak mempedulikannya hingga mereka pun melanjutkan aktifitas Bass yang hendak berangkat ke kantor itu.
"Pulang jam berapa? Ada rapat kah?" tanya Gisel manja sambil menepuk dada tegap Bass dengan lembut.
Bass mencuri satu ciuman di pipi sambil berbisik pada tambatan hati.
"Pulang cepet kok. Nggak usah masak. Kita makan malam di luar aja, gimana?"
Belum sempat Gisel menyahut, sebuah suara menginterupsi keduanya.
"Duh..mesranya. Jadi iri," ucap Clarine sambil bergelayut manja di pagar besi milik keluarga kecil Bass itu.
Bass mengeryitkan dahi melihat pemandangan di hadapannya kini. Ia tak tahu apakah harus beryukur atau merasa sial melihat Clarine dengan pakaian yang cocok digunakan pada malam hari itu.
"Apaan sih. Kamu sama Anton juga mesra tadi."
"Tapi mas Anton nggak pernah cium pipi gitu kayak Bass tadi."
Gisel tersenyum kaku begitu pula dengan Bass yang mulai pusing dengan pemandangan pagi ini. Apalagi tadi malam ia juga tidak jadi mendapatkan jatahnya karena Gisel ketiduran, membuatnya merasa sedikit gerah dengan pakaian serta suara manja istri tetangga depan rumahnya itu.
"Ehm..aku berangkat dulu yah. Takut macet."
"Iya. Hati-hati sayang," pesan Gisel tak lupa kecupan di pipi juga. Membalas apa yang Bass lakukan padanya tadi.
Clarine memperhatikan sambil giginya mengering karena sibuk tersenyum.
Mobil Bass pun perlahan mulai keluar dari carport. Dengan perlahan tapi pasti, ia akhirnya bisa keluar lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Kini tinggal dua wanita yang baru memulai persahabatan mereka sebagai tetangga. Di mana Gisel maupun Clarine pasti akan melanjutkan obrolan mereka saat anggota keluarga sudah pergi dengan urusan mereka masing-masing.
"Kayaknya lagi seneng banget. Ada apa nih?" usil Gisel setelah kembali dari dapur dengan membawakan sedikit cemilan dan jus untuk Clarine yang tengah berkunjung ke rumahnya kali ini.
Clarine tersenyum manja, "Iya dong. Kita berjam-jam senam tadi malam –"
Gisel iri. Harusnya ia juga seperti itu semalam. Tapi berhubung dia ngantuk dan kelelahan, akhirnya apa yang diinginkan Bass sama sekali tidak terwujud.
"Enaknya. Pantesan wajah kamu berseri-seri."
"Eh kalau si Bass biasanya suka pakai gaya apa?" bisik Clarine nakal. Pertanyaan itu jelas langsung membuat Gisel bersemu merah dan malu.
"A-paan sih kok nanyak itu –"
"Ya nggak usah malu kali Sel. Aku kan juga mau tahu gimana biar cepat dapat anak, terus aku bisa praktekin ke Anton."
Clarine pura-pura ngambek. Membuat Gisel tak enak hati. Gisel pun jadi terpancing untuk menceritakan tentang pengalaman ranjangnya itu dengan Clarine dengan antusias.
"Itu aja sih nggak ada yang special," tutur Gisel masih malu-malu.
"Bener-bener istri idaman kamu Sel. Kuat buat layanin Bass yang suka tambah-tambah."
Clarine memperhatikan dengan tatapan penuh kebanggan, membuat Gisel kembali malu dan memilih untuk menghentikan pembicaraan ini.
"Udah ah jangan dibahas lagi –"
"Aku jadi yakin, ukuran p Anton nggak seperti milik Bass. Hum makannya aku susah punya anak," keluh Clarine yang lagi-lagi membuat Gisel merasa tak enak.
Istri dua anak itu hanya bisa memberikan dukungan moril untuk membuat Clarine kembali ceria seperti biasanya.
"Coba terus lah. Kalau Tuhan sudah berkehendak pasti kamu akan diberi kepercayaan untuk punya momongan."
Clarine mengangguk sambil merasakan kenyamanan atas usapan lembut jari-jemari Gisel di punggung tangannya itu.
"Amiin. Gisel…kamu memang baik banget."
"Apaan sih. Kamu muji aku terus. Oh ya aku tadinya mau buat cake. Bantu aku yuk."
Clarine menanggapi dengan antusias. Mereka pun beranjak dari teras depan menuju dapur untuk memasak cake yang hendak dibuat oleh Gisel tadi.
"Kamu mau buat cake apa?"
"Yang simple aja deh. Takutnya nggak keburu soalnya aku mau ke mall bentar mau ambil pesanan Bass."
Clarine tampak tertarik. Apapun itu jika mengenai Bass, ia terlihat begitu antusias.
"Mall mana? Aku juga mau pergi nih."
"Di Senayan –"
"Oh sama! Aku juga mau ke sana beli baju. Kita pergi bareng yuk sama anak-anak juga nggak apa-apa."
Gisel tampak berpikir sejenak. Karena Clarine terus membujuknya ia pun mengiyakan.
Setelah berkutat dengan cake cokelat selama satu jam lebih, akhirnya mereka membubarkan diri. Gisel lanjut untuk menjemput kedua buah hatiya sedangkan Clarine kembali ke rumah sambil menunggu Gisel pulang nanti dan mereka akan pergi bersama ke mall.
"Masih dua jam lagi. Kamu mau nungguin?"
"Nggak apa-apa santai aja. Aku balik dulu. Terima kasih buat cakenya."
"Kan tadi kamu juga bantuin."
"Oke..nanti aku juga traktir kamu yah," tukas Clarine bersemangat.
Wanita yang akan menginjak usia tiga puluhan tahun itupun kembali ke rumahnya dengan sepiring cake cokelat yang Gisel berikan padanya tadi. Saat akan menekan gagang pintu, ia terlebih dahulu menuju tempat sampah yang masih kosong. Menjatuhkan semua cake ke dalam tong sampah dan berlalu.
Clarine menutup pintu rumahnya dengan kakinya lalu duduk di sofa sambil melepas celemek dan dressnya hingga ia hanya menyisakan pakaian dalamnya saja.
Clarine meraih sebotol wine dan meneguknya secara langsung lewat botol. Menertawakan dirinya sendiri lalu Gisel yang baginya amat lucu.
"Gisel…Gisel. Kamu baik atau bodoh sih?" ledeknya sambil tertawa girang.
Waktu pun terus berlalu. Gisel sudah bersiap dengan kedua anaknya yang sudah ia mandikan dan memakaikan pakaian terbaik mereka. Anehnya, setelah sepuluh menit berlalu, Clarine tak kunjung keluar dari rumahnya.
Gisel mencoba menghubungi Clarine pun tak mendapatkan jawaban apapun, sehingga Gisel pun berinisiatif untuk bertandang ke rumah Clarine untuk menjemput wanita itu. Gisel menekan bel beberapa kali dan tetap tak mendapatkan jawaban. Sampai di percobaan ke empat, Clarine membuka pintunya dan sudah berdandan cantik dan seksi seperti kebiasaannya.
"Sorry. Aku ketiduran terus mandi dulu jadi nggak angkat telpon kamu."
Gisel mengangguk mahfum meski dalam hati ia masih risih dengan penampilan Clarine yang kian hari seperti ingin menarik perhatian.
"Kita berangkat? Mau naik mobil aku atau –"
"Aku aja yang nyupir. Yuk!" ajak Gisel yang akhirnya tak bisa berkata apa-apa lagi terhadap perilaku Clarine yang mulai aneh baginya.