webnovel

Terjebak Diantara Cinta Vampire dan Manusia

Lily baru berusia lima tahun ketika dia pertama kali melihat Matthew di dalam tabung cryonic yang ada di laboratorium ayahnya. Pria itu berusia dua puluh lima tahun lebih tua darinya. Sejak saat itu, Lily tidak bisa mengalihkan pandangan dari Matthew. Dua puluh tahun telah berlalu, Lily bertemu dengan Ryan. Seorang pria yang jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Lily. Ryan memperlakukannya dengan sangat lembut dan penuh perhatian. Lily menikmati hari-harinya bersama Ryan sambil terus mengembangkan cara untuk membangunkan Matthew dari tidur panjangnya. Sampai suatu ketika, laboratorium tempat Lily bekerja berhasil menemukan cara untuk membangunkan Matthew. Lily sangat gugup menantikan saat pertemuan pertamanya dengan Matthew. Namun, sesuatu yang tidak disangka terjadi. Prosedur yang dijalani Matthew tidak berjalan dengan baik. Prosedur itu mengubah Matthew menjadi vampire yang haus darah. Dan, manusia pertama yang Matthew hisap darahnya adalah Ayah Lily. Mampukah Lily menghadapi kenyataan bahwa Matthew yang selama ini ia dambakan berubah menjadi vampire penghisap darah yang merenggut ayahnya? Akankah cintanya pada Matthew ikut berubah seiring dengan perubahan dalam diri Matthew? Atau mungkinkah Lily akan berpaling dan memilih Ryan? Ikuti kisah selengkapnya hanya di Terjebak Cinta Diantara Vampire dan Manusia. Masukkan cerita ini ke dalam koleksi bacaan kalian, ya. Terima kasih. ^^

pearl_amethys · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
5 Chs

Memandang Dari Balik Tabung 4

"Lihat, siapa yang semalam diam-diam berkenalan dengan seorang pria," seru Alona ketika ia melihat Lily melangkah masuk ke dalam ruang kerja mereka.

Lily langsung meletakkan tas yang ia bawa di atas meja kerjanya dan langsung memelotot pada Alona. "Untuk apa kau memberitahu tempat tinggalku pada Ryan?"

Mata Alona berbinar-binar. "Dia benar-benar mendatangi apartemenmu? Apa dia menginap semalam?"

Lily mendesah pelan. "Dia hanya berdiri di seberang apartemenku."

"Aku hanya menantangnya untuk mendapatkan nomor telponku. Tapi kenapa kau sampai memberitahukan tempat tinggalku," gerutu Lily sambil duduk di kursi kerjanya. "Aku bahkan tidak ingin dia mengetahui nomor telponku."

"Tapi dia menarik, bukan?" tanya Alona.

Lily langsung melirik pada Alona. "Menarik apa maksudmu?"

"Dia menarik perhatianmu, kan?" goda Alona.

Lily menggelengkan kepalanya.

"Oh, come on. Aku melihatmu waktu bersamanya semalam. Kau terlihat menikmati obrolan kalian. Aku sampai penasaran apa yang sedang kalian bicarakan," ujar Alona. "Ditambah, kau menantangnya untuk menghubungimu. Itu artinya dia sedikit menarik perhatianmu."

Lily tertawa mendengar ucapan Alona. "Bukan begitu. Kami tidak membicarakan apapun. Aku hanya menceritakan bagaimana caranya membangunkan beruang yang sedang tertidur panjang."

"Oh, tunggu." Alona melirik Lily dengan penuh penasaran. "Kamu juga bercerita padanya?"

Kening Lily berkerut. Ia lalu mengangguk pelan.

Alona seketika tertawa sambil bertepuk tangan. Ia bertanya sekali lagi pada Lily. "Kau bercerita padanya?"

Lily kembali menganggukkan kepalanya.

Alona lalu mengguncang bahu Lily. "Ini sebuah kemajuan, Lily!"

"Apa maksudmu?" ujar Lily.

"Akhirnya ada yang menarik perhatianmu selain Matthew," jawab Alona.

Lily langsung menggelengkan kepalanya. "No, bukan seperti itu."

Alona tersenyum sambil menatap Lily. "Akui saja kalau Ryan memang menarik."

Lily menghela napas panjang. "Aku akui memang menyenangkan mengobrol bersamanya. Kami akan makan nanti malam."

"Kalau kau mau makan malam bersamanya, kenapa kau masih datang hari ini? Harusnya kau mengurus dirimu dengan pergi ke spa dan membeli pakaian yang indah."

Lily berdecak pelan. "Harusnya kau tahu apa alasanku datang hari ini. Kau sendiri, kenapa kau ada disini? Bukannya semalam kau sudah mendapatkan seorang pria?"

Alona tertawa pelam. "Aku memang menghabiskan waktu dengan Alex tadi malam."

"Alex? Pria yang mengobrol bersamamu semalam?"

Alona menganggukkan kepalanya.

"Kau tidak tertarik dengannya?"

"Dia sangat menarik."

"Tapi—" sela Lily.

"Tidak ada tapi. Kami berdua cocok," sahut Alona.

"Lantas kenapa kau ada di sini sekarang?" tanya Lily.

Alona mengalihkan perhatiannya ke arah lain sambil mengigit bibirnya. Lily mengikuti arah tatapan Alona. Mereka menoleh ke pintu yang mengarah ke lemari penyimpanan yang menyimpan perlengkapan mereka.

"Siapa yang ada di dalam sana?" tanya Lily penasaran. Ia lalu berdiri dari tempat duduknya dan berjalan ke arah pintu ruang penyimpanan tersebut.

Setelah tiba di depan pintu lemari penyimpanan, Lily segera membuka lemari tersebut. Matanya membulat ketika ia melihat seorang pria tengah bersembunyi di dalam lemari penyimpanan. Lily kemudian kembali mengalihkan perhatiannya pada Alona. "Apa yang kalian berdua lakukan di sini?"

Alona melangkah mendekati Lily. "Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Kami hanya berjalan-jalan di sekitar laboratorium karena Alex penasaran dengan apa yang aku lakukan di sini."

"Kau tidak membawanya ke ruang penyimpanan, kan?" tanya Lily.

Alona langsung menggelengkan kepalanya.

Alex melangkah dari lemari yang menyimpan perlengkapan laboratorium Lily dan Alona. "Apa yang kalian lakukan di sini sangat menakjubkan. Tenang saja, Alona tidak mengizinkanku masuk ke dalam lemari es kalian. Aku hanya melihatnya dari luar."

Lily langsung menoleh pada Alex. Ia lalu kembali menatap Alona. "Kalian tidak melakukan apapun di sini?"

Alona kembali menggelengkan kepalanya. "Kami cuma berkeliling dan–" Alona menggigit bibirnya dan tersenyum malu-malu pada Lily.

Lily menghela napas panjang. "Lebih baik kau cepat bawa Alex keluar sebelum Max menemukan kalian berdua."

"Aku sudah mau pergi sebelum aku melihatmu di pintu depan," sahut Alona. Ia kemudian mendekati Lily dan memegang tangannya. "Kamu bisa merahasiakan ini dari dari Max, kan?"

Lily menghela napas panjang. "Aku bisa mengaturnya. Lebih baik kalian pergi secepatnya."

Alona langsung melirik Alex yang masih berdiri di depan pintu lemari penyimpanan mereka. Ia mengangguk pelan dan Alex segera melangkah mendekati Alona.

"Aku sangat berhutang padamu, Lily," ucap Alona.

Lily mengangguk pelan. "Cepat pergi. Aku tidak mau temanku satu-satunya mendapat masalah karena membawa sembarang orang berkeliling laboratorium."

Alona menganggukkan kepalanya. Ia lalu segera meraih tangan Alex dan menggandengnya untuk pergi meninggalkan ruang kerja mereka.

Lily menghela napas panjang ketika akhirnya Alona dan Alex pergi dari hadapannya. Ia lalu beralih ke meja kerjanya dan langsung menyalakan komputernya. Lily membuka rekaman kamera pengawas di seluruh fasilitas laboratorium milik ayahnya itu. Ia mendesah pelan setelah melihat video Alona dan Alex yang sedang berkeliling di dalam laboratorium.

Setelah mengubah rekaman kamera pengawas yang menangkap Alona dan Alex yang sedang berkeliling laboratorium, Lily kembali membuka riset yang sedang ia kerjakan. Ia kembali membaca laporan-laporan dari penelitian sebelumnya. Lily sedang mempelajari penyakit langka yang diderita oleh Matthew. Sebuah kanker otak ganas yang membuat Matthew hampir meninggal dua puluh tahun yang lalu.

Lily mempelajari sel kanker milik Matthew yang di ekstraksi ketika Matthew menjalani operasi sebelum keluarganya memutuskan untuk membekukannya dan menunggu sampai pengobatan untuk kanker tersebut ditemukan. Sementara Lily mempelajari tentang pengobatannya, ayahnya mempelajari bagaimana membalikkan proses pembekuannya tanpa merusak sel dan fungsi tubuh Matthew.

"Sudah kuduga aku akan menemukanmu disini," ujar Max sambil melangkah masuk ke dalam ruang kerja Lily.

Lily menoleh ke arah Max yang sekarang duduk di sebelahnya. "Memangnya aku bisa ditemukan dimana lagi selain di sini?"

Max tertawa pelan mendengar ucapan Lily. "Bagaimana perkembanganmu?"

Lily mengangkat bahunya. "Kau tahu semua perkembangannya, Max. Terakhir kali serumku di uji coba, kamu menyaksikannya dari dekat."

Max mengangguk pelan. "Kau belum menemukan hasil yang memuaskan."

Lily mengangguk lesu. "Aku tidak tahu kapan aku akan berhasil menemukan obat untuk menyembuhkan Matthew."

Max menepuk bahu Lily. "Kau pasti akan menemukannya. Kita sudah selangkah lebih dekat."

Lily tersenyum pada Max sambil menganggukkan kepalanya. "Semoga aku tidak terlambat menemukan obat untuk Matthew."

****

Thank you for reading my work. I hope you enjoy it. You could share your thought in the comment section, and don't forget to give your support through votes, gifts, reviews, etc. Happy reading ^^

Original stories are only available at Webnovel.

Keep in touch with me by following my Instagram Account or Discord pearl_amethys ^^

pearl_amethyscreators' thoughts