webnovel

Tante Seksi Itu Istriku

Siapa bilang, memiliki istri cantik dan seksi itu enak? Yah, kalau di bayang-bayang orang lain itu enak. Mmm, katanya sih itu nikmat, Boss! Tapi kamu tahu nggak, sih? Upss! Nggak perlu tahu, lah! Apalagi kalau kamu masih bocil. Maka stop sebelum membaca! Usman Sayuti, seorang lelaki yang memulai hidupnya untuk bekerja di swalayan. Ia memiliki bos cantik dan seksi yang bernama Farisha Angelina. Diusia tiga puluh tahun Farisha belum menikah. Karena hal itu, orang tuanya khawatir jika anak mereka tidak memiliki keturunan atau membuat malu keluarga. Orang tua Farisha mendesak agar segera menikah. Namun sudah banyak lelaki yang dikenalkan padanya dan selalu ia tolak mentah-mentah. Karena lelah dijodohkan berkali-kali, Farisha yang bosan memutuskan untuk menikah dengan Usman. Setelah pernikahan terjadi, barulah Usman mengetahui kebenaran tentang Farisha yang ternyata penyuka sesama jenis. Bagaimana cara Usman agar bisa menyadarkan Farisha? Mari sruput kopimu, Kawan! Dan marilah ikuti kisah ini bersama.

Wanto_Trisno · Real
Sin suficientes valoraciones
222 Chs

Dipukuli Pria Tidak Dikenal

Usman menerima cincin yang diberikan oleh Farisha padanya. Sebuah cincin yang terlihat indah dan elegan serta terlihat sederhana. Tetapi terlihat mewah dan cocok untuk digunakan sebagai cincin pernikahan.

"Itu sudah cocok untuk kamu, Usman. Sekarang sini biar cincinnya disimpan oleh ibu. Nanti setelah itu, kita pakai cincin itu untuk tanda kita nikah." Farisha juga merasa senang melihat cincin itu. Walau hatinya getir, membayangkan bagaimana ia menyerahkan kepercayaan terhadap seorang pemuda yang bodoh itu.

"Kita belum membayarnya, Nak. Kamu bayar duluan, gih! Nanti biar ibu yang simpan cincin itu. Biar kalau sudah menikah, kalian bisa memakainya." Azhari mendorong anaknya untuk membayar cincin itu.

"Eh, aku lupa. Mbak, ini cincin sepasang jadi aku ambil. Ini kartunya," ungkap Farisha menyerahkan kartu kredit pada wanita itu.

"Ini saya terima ya, Kak. Jadi sepasang cincin harganya menjadi, emm ... bentar, Kak. Aku periksa terlebih dahulu. Aku orang baru, jadi masih belum bisa. Maafkan, Kak."

"Ita, nggak perlu disebut. Lagian harga nggak penting. Yang penting cincin ini bisa dibeli," balas Farisha. Ia menyerahkan kembali cincinnya untuk diperiksa.

Tak lama mereka membeli cincin. Karena harus mengurus hal yang lainnya. Dipastikan sebelum pernikahan mereka dua minggu ke depan, mereka akan melakukan persiapan. Walaupun tidak bersama Benny, entah ke mana pria itu berada. Yang pasti Farisha juga tidak berharap ayah yang tidak ia akui. Seharusnya ayahnya juga yang menikahinya. Namun itu tidak akan terjadi karena sifat Benny yang tidak suka berada di rumah. Dan tidak mau mengurus hal yang tidak disukainya. Apalagi mendapatkan menantu seperti Usman, Benny tidak akan pernah setuju.

"Terima kasih atas kunjungannya. Semoga pernikahannya nanti berjalan lancar. Dan nggak ada penyesalan, yah." Wanita itu menyindir Farisha yang mau-maunya menikah dengan orang jelek seperti pemuda di belakang.

"Apa maksudmu ngomong kayak gitu? Kamu berharap aku nggak nikah sama dia? Maaf, sepertinya anda harus lebih jaga sikap kalau berjualan. Dan semoga Mbaknya tidak segera dipecat dari pekerjaan ini," balas Farisha dengan menyunggingkan senyum ketus.

Karena mendapat kata-kata dari Farisha, wanita itu terdiam. Ternyata sakit juga kalau dikatai seperti itu. Ia jelas kesal dan memendam amarah. Namun ia sadar, dirinya yang belum menjadi baik dalam melayani.

"Ayo, Usman, Ibu. Kita pergi dari sini! Daripada di sini bikin emosi mulu." Walaupun kesal, Farisha masih mau mengambil cincin itu. Ulah karyawati yang seperti itu, bukan karena toko perhiasannya. Tetapi karena pegawainya yang tidak menjaga sikap.

Tak lama mereka berada di toko perhiasan, rupanya sedang diawasi oleh seorang pria yang merupakan lelaki pilihan Benny. Ia adalah pria yang pernah ditolak oleh Farisha sebelumnya. Karena itu, pria itu masih tidak menerima perlakuan Farisha yang menolak dirinya.

"Heh, jadi dia milih menikah dengan lelaki culun itu? Seleranya sungguh sangat rendahan, hehh!" hembusnya sambil menghirup vape dengan mulutnya.

Azhari dan Farisha mengajak Usman ke tempat lain. Namun tak lama kemudian, muncul seorang pria tinggi, berpakaian rapih dan membawa vape di tangannya. Ia juga menghirupnya sejenak dan menghembuskan asap dari mulutnya.

"Hei, Farisha ... apa kau masih ingat aku? Halo juga Tante, tidak disangka, Tante ini masih oke, padahal udah punya anak yang sudah berumur tiga puluh tahun. Oh, dunia ini sungguh tidak adil. Mengapa anak Tante ini lebih memilih untuk menikah dengan pemuda culun sepertinya?"

"Maaf, kamu siapa, yah? Saya tidak mengenal kamu. Dan tolong jangan ganggu anak saya yang sudah mau menikah dengan lelaki yang dicintainya." Azhari tidak terima pria itu menghina.

"Oh, maaf Tante. Bukan aku menghina, yah. Tapi apa mata kalian itu sungguh tidak bisa melihat? Oh, buta kah mata kalian dengan lelaki itu? Padahal lelaki itu juga sangat kampungan dan tidak jelas. Sudah pendek, hitam, dekil, hidup lagi, huahaha!" tawanya renyah.

"Maaf, kami sedang tidak ada waktu melayani kamu! Lebih baik kamu pergi dari hadapan saya!" hardik Azhari. Jelas dirinya tidak suka dengan kata-kata lelaki itu.

"Tunggulah sebentar, Tante. Tapi Tante juga masih terlihat cantik dan menggoda. Bagaimana kalau aku temani Tante malam ini? Dijamin puas sama aku, Tante," ujarnya dengan sebuah senyuman kuda.

"Dasar orang gila! Pergi enggak? Kamu berani-beraninya sama ibuku!" bentak Farisha, mengusir lelaki tidak tahu diri itu. Farisha ingin sekali menampar atau mendaratkan pukulan pada pria tidak bermoral di depannya. Namun ia sudah menyangka kalau dirinya tidak mungkin bisa menang darinya.

Jika Farisha memukulnya, bisa-bisa lelaki itu menahan dan berbuat hal-hal yang lebih. Ia tidak ada yang bisa diandalkan. Sedangkan lelaki yang di belakang, tidak mungkin bisa membelanya. Ia tahu Usman juga tidak akan bisa melawan pria di depannya.

"Hohhh, kenapa, Manis? Kamu nggak terima aku bersama dengan ibumu, hemm? Bagaimana kalau dengan kamu? Biarkan aku mencicipi tubuhmu terlebih dahulu? Setelah itu, kamu bisa menikah dengan si culun itu, hemm?"

"Keparat!" hardik Farisha sambil melayangkan pukulan. Namun ditangkap oleh lelaki itu. "Sialan! Lepaskan!"

"Hehh ... mulutmu itu sangat kotor, Sayang? Bagaimana kalau mulutmu itu bisakah memuaskanku, hemm?" godanya sambil memegang tangan Farisha dengan erat.

"Pergi!" bentak Usman yang langsung memberi tendangan keras pada pria yang tidak dikenalnya. "Kamu mau ganggu dia, lawan aku dulu!" Dengan penuh semangat dan terpancing emosi, Usman langsung bergerak untuk menjadi yang paling depan.

"Sialan! Kamu beraninya melawanku, hemm? Akan kubuat kamu menyesal!" cibir lelaki itu. Ia membuang vape di tangannya dan meninju Usman. "Namaku Chandra! Dan kamu harus mengingat itu baik-baik. Sebelum kau kehilangan tangan atau kakimu."

Usman menjadi bulan-bulanan Chandra yang terus memukuli sampai babak belur. Farisha ingin menolong tapi tidak banyak yang peduli. Apalagi tidak banyak lelaki yang berada di tempat itu.

"Tolong! Toloong! Rampok! Ada rampok, tolong!" teriak Farisha. Yang terdengar keras. "Lepaskan, Bajingan!" umpatnya sambil memukul lelaki itu.

Nyatanya tangan Farisha tidak bisa membantu Usman. Sementara Azhari tidak berani membantu. Ia berdiri lalu ikutan berteriak minta tolong. Butuh waktu beberapa menit sebelum akhirnya berdatangan banyak lelaki yang berada di tempat yang jauh.

"Kenapa jadi seperti ini! Sudahlah ... lagian sudah puas mukulin orang ini, hahaha!" tawanya lalu melepaskan Usman. "Sudah, ini hanya salah paham saja! Aku tidak bermaksud untuk menghajarnya. Aku hanya takut kalau lelaki ini adalah jambret. Lihat saja mukanya, jelek begitu," hina Chandra dengan tenang. Tanpa ia meninggalkan tempat itu.

"Itu calon suamiku! Apa haknya kamu memfitnahnya, hah? Kamu yang mau merampok kami. Tolong Bapak-bapak, Mas-mas. Itu perampok."

Namun tidak ada yang mendekat. Mereka hanya melihat saja tanpa ada niatan membantu Farisha. Walaupun mereka melihat wanita secantik Farisha, mendengar wanita itu mengatakan lelaki dekil itu calon suaminya. Dalam pikiran mereka, Farisha seperti orang gila.

***