webnovel

Bab 12. Jenderal Hongli Dianugerahi Gelar Dato

Paduka Sangaji tersenyum bahagia menyambut calon pemangku panglima angkatan perang kerajaannya. Beliau merentangkan kedua tangannya lalu memeluk tubuh Jenderal Hongli dengan penuh keyakinan. Sang Jenateke (putra mahkota), yang duduk setengah berbaring di sebuah kursi kebesarannya karena masih sakit di sebelah kursi kebesaran ayahnya, menyambutnya dengan senyuman mengembang sambil mengangkat jempolnya kepada calon penggantinya sementara sebelum merentangkan kedua tangannya. Hongli membungkukkan badanya dan memeluk tubuh sang Jenateka. Mungkin karena terlalu erat pelukan itu dan Hongli tak mengerti di bagian tubuh mana Sang Jenateke terluka, sehingga menjadikan sang pewaris tahta Kerajaan Tambora itu terdengar menjerit tertahan.

      "Oh, maafkan hamba, Yang Mulia Raja Muda," berucap Hongli terkejut dan merasa bersalah.

       "Tidak apa-apa...."

       "Hongli. Nama hamba Hongli…"

    "Iya, Hongli. Terima kasih," sahut Jenateke, sembari meletakkan telapak tangannya pada dada kirinya yang terbebat dengan sejenis perban putih yang sudah tampak berubah merah karena rembesan darah segar.

       Jenderal Hongli melihat itu nampak sedikit tercekat kaget. "Maaf, Yang Mulia Raja Muda, apakah hamba boleh melihat lukanya?"

        "Oh, iya. Silakan, Hongli."

         Jenderal Hongli dengan hati-hati menyingkirkan bagian baju kebesaran Jenateke ke samping, untuk kemudian membuka kain perban. Tampak luka bekas anak panah menganga dengan warna menghitam. Dan warna hitam tersebut telah merambat ke hampir seluruh tubuh Jenateke. Wajah Jenderal Hongli menyiratkan keprihatinannya.

         "Ini bekas panah beracun yang sangat kuat, Yang Mulia Raja Muda. Dan tampaknya racunnya sudah mulai menyerang ke bagian tubuh lain dan urat saraf. Maaf, Yang Mulia Raja Muda, sudah berapa tabib yang mengobatinya?"

        "Sudah puluhan tabib," Yang menyahutkan Paduka Sangaji. "Tapi belum ada perubahan. Malah tambah parah."

         "Iya, Paduka Yang Mulia. Karena pengobatannya hanya di luarannya saja sementara racunnya belum tersedot. Ampun, Paduka, apakah boleh hamba untuk memberikan pengobatan awal?"

       "Oh, iya, silakan, Hongli. Saya sangat berterima kasih sekali," jawab Jenateke.

        Jenderal Hongli segera menegakkan jari manis dan telunjuknya di bawah dagu sembari memejamkan mata dan mengumpulkan tenaga murninya. Secara kasat mata, tenaga murni yang berwana putih kemilau itu mengalir dan terkumpul pada kedua jari tangannya itu. Lalu dengan satu gerakan refleks, ia menyentuhkan kedua jarinya itu ke permukaan luka Jenateke. Tubuh pendekar agung dari negeri Tiongkok itu pun bergetar akibat kekuatan pengerahan tenaga dalamnya.

       Dan secara kasat mata pula, wana kehitam-hitaman yang ada pada suluruh tubuh Jenateke mengalir ke inti luka, tersedot oleh kedua jari mantan jenderal perang Kekaisaran Dinasti Ming itu.

        Setelah semua semua racun tersedot habis, tubuh Jenateke pun menampakkan warna alami aslinya, kuning langsat. Jenderal Hongli menarik kembali kedua jari tangannya yang telah berubah menghitam itu secara refleks pula. Warna hitam yang terkumpul di kedua jari tangannya itu lenyap setelah ia usah-usah dengan jari-jari tangan kirinya.

       "Bagaimana rasanya sekarang, Yang Mulia Raja Muda?"

       Jenateke mencoba menggerak-gerakkan tubuhnya secara bebas. Pelan-pelan wajahnya memancarkan sinar kegembiraan. Rasa sakit yang selama ini ia rasakan dan sangat menyiksanya, kini lenyap tiada tersisa.

        "Oh, demi Dewata Agung, sakit yang selama ini menyerang seluruh urat sarafku kini benar-benar telah lenyap, Ayahanda Sangaji. Ananda benar-benar merasa sehat sekarang. Hanya sakit pada lukanya ini saja yang tersisa. Terima kasih Hongli. Kausungguh seorang pendekar sekaligus tabib yang luar biasa hebat! Terima kasih, terima kasih..!"

     Paduka Sangaji (Baginda Raja) ikut gembira dan bersyukur demi menyaksikan sebuah keajaiban yang tersaji di depan matanya. Beliau beranjak dari kursi kebesarannya lalu memeluk sang Putra Mahkotanya. "Selamat, Anandaku. Ayahanda pun sangat berbahagia dan bersyukur atas kesembuhanmu." Lalu memalingkan wajahnya kepada Jenderal Hongli dan berucap, "Atas nama diriku sebagai seorang Sangaji dan atas nama rakyat Tambora aku menyampaikan ucapan terima kasih yang amat besar kepadamu, Tuan Hongli!"

       Jenderal Hongli bertabik hormat. "Lebih-lebih hamba, Paduka Yang Mulia. Besar ucapan terima kasih hamba atas penerimaan Paduka Yang Mulia terhadap hamba untuk mengabdikan diri di kerajaan Paduka Yang Mulia ini. Kebahagiaan tersendiri bagi hamba karena Yang Mulia Raja Muda bisa tersenyum kembali. Pintu luka Yang Mulia Raja Muda akan pulih dalam waktu yang tak lama lagi, hamba rasa."

       Jenateke beranjak dari kursi pembaringannya lalu berdiri mengapit Jenderal Hongli. Dan kepada seluruh rakyat Tambora yang menyaksikan peristiwa itu, beliau bersabda dengan suaranya yang lantang berwibawa, "Wahai seluruh rakyatku yang kucintai. Dengarkan sabdaku. Mulai saat ini, Tuan Hongli aku angkat sebagai pendampingku. Panglima pendamping. Artinya, perintahnya adalah sama sahnya dengan perintahku! Menentang perintahnya sama halnya dengan menentang perintahku!"

         Baginda Sangaji berdiri dan melanjutkan ucapan sang  putra mahkotanya, dengan sabdanya:  Mulai hari ini, kepada Tuan Hongli, atas namaku selaku Sangaji dan atas nama Kerajaan Tambora yang kupimpin, aku memberi gelas atas Hongli dengan gelar Dato, seorang yang besar pembawa kebaikan demi kejayaan kerajaan yang kita cintai ini!"

        Sabda kedua manusia agung itu disambut gegap-gembita oleh seluruh rakyat Kerajaan Tambora yang hadir di tempat itu. Mereka mengelu-elukan nama Dato Hongli berkali-kali.

        Dan sambutan gegap-gempita itu kembali berlangsung ketika Jenderal Hongli atau yang kini telah bergelar Dato Hongli, diberi kesempatan oleh Banginda Sangaji untuk berbicara.

         Dengan sikap dan wibawa kenegarawan yang dimilikinnya, Dato Hongli pun berkata dengan suaranta yang jernih dan menggelegar:

         "Kepada sulurh rakyat Tambora yang saya hormati. Perkenalkan nama saya Honglli, dan sekarang  dianugeri gelar Dato Hongli. Saya adalah pendatang dari sebuah negeri yang amat jauh yang benama Dataran Sinae. Sejak hari ini telah dipercayakan oleh Paduka Jenateka sebagai pendamping beliau dalam tugas kepanglimaan, dan demi Dewata Agung saya mengucapkan sumpah untuk memberikan kesetiaan sejati dan pengabdian terbaik saya demi kejayaan Kerajaan Tambora yang tercinta ini. Saya adalah orang yang sangat memegang teguh kalimat bijak: Di mana bumi dipijak, maka di situ langit dijunjung!"

        Maka sejak itu Dato Hongli benar-benar memenuhi janjinya untuk memberikan pengabdian terbaiknya kepada kepada kerajaan sanggar. Setelah Jenateke pulih sepenuhnya, Dato Hongli dengan setia mendampingi dalam setiap tugas kepanglimaan. Musuh-musuh Kerajaan Tambora ditaklukkan. Ada yang ditaklukkan lewat penyerangan balik, ada juga yang dilakukan dengan misi damai. Namun ada pula kerajaan-kerajaan kecil yang secara suka rela menyatakan diri tunduk dan berada di bawah kekuasaan Kerajaan Tambora sebagai kerajaan pelindung. Berkat bekal ilmunya sebagai mantan seorang jenderal penakluk di sebuah kemaharajaan, Dato Hongli dengan mudah membantu untuk membangun sebuah angkatan perang yang sangat tangguh dan menggetarkan nyali angkatan perang di kerajaan-kerajaan lain. Puncaknya, Kerajaan Tambora pun berubah sebagai sebuah kerajaan yang disegani dan mampu menciptakan kedamaian dan kemakmuran bagi seluruh rakyatnya.

       Ada pun keluarga barunya, La Mbila dan La Hiri, diangkat derajat kehidupannya. Oleh Dato Hongli mereka ditarik ke dalam lingkungan kerajaan dan tetap hidup bersamaannya sebagai keluarganya sendiri, dan La Gunta Marunta yang sudah dianggapnya sebagai akemenakannya ia angkat sebagai orang kepercayaannya setelah ia gembleng dengan ilmu kedigdayaan yang sangat mumpuni.

       Dato Hongli bersahabat baik dengan Jenateke dari kerajaan lain, termasuk dengan Jenateke dari Kerajaan Mbojo. Oleh Jenateke Sangaji Mbojo ia pun dimintai untuk ikut membantu membangun pasukan perang yang kuat dengan memberikan pelatihan ilmu olah kanuragan kepada segenap prajurit kerajaan.

        Mengingat Kerajaan Tambora sudah menjadi sebuah kerajaan yang kuat, aman, dan tenteram. Ada pun antara Kerajaan Mbojo dan Kerajaan Tambora merupakan dua kerajaan sahabat, maka segenap prajurit dari kedua dari kedua kerajaan tersebut tak jarang mengadakan latihan perang bersama, sehingga kedua kerajaan dikenal memiliki angkatan perang yang tangguh di kala itu. Dan kedua kerajaan yang bersahabat itu pun pernah sama-sama mengalami masa-masa kejayaan, ketentraman, dan kemakmuran.

          Mungkin karena merasa tugas dan pengabdiannya harus diakhiri, maka sang Pendekar Besar ini pun mundur dari urusan kenegaraan dan sekaligus urusan keduniawian. Tanpa seorang pun tahu, kemudian ia lenyap bagai ditelan bumi. Pencarian dilakukan oleh kedua kerajaan,  yaitu Kerajaan Tambora dan Kerajaan Mbojo, pun tak pernah menemukan jejaknya. Bagaimana tidak, Dato Hongli telah memilih sebuah gua yang tersembunyi di balik dinding cadas curam yang sebuah gunung yang bernama Sorowua. Di situ dia mengasingkan diri, untuk menyucikan diri dari dosa-dosa keduniawiannya.

         Mengingat Kerajaan Tambora sudah menjadi sebuah kerajaan yang kuat, aman, dan tenteram. Ada pun antara Kerajaan Mbojo dan Kerajaan Tambora merupakan dua kerajaan sahabat, maka segenap prajurit dari kedua dari kedua kerajaan tersebut tak jarang mengadakan latihan perang bersama, sehingga kedua kerajaan dikenal memiliki angkatan perang yang tangguh di kala itu. Dan kedua kerajaan yang bersahabat itu pun pernah sama-sama mengalami masa-masa kejayaan, ketentraman, dan kemakmuran.

          Mungkin karena merasa tugas dan pengabdiannya harus diakhiri, maka sang Pendekar Besar ini pun mundur dari urusan kenegaraan dan sekaligus urusan keduniawian. Tanpa seorang pun tahu, kemudian ia lenyap bagai ditelan bumi. Pencarian dilakukan oleh kedua kerajaan,  yaitu Kerajaan Tambora dan Kerajaan Mbojo, pun tak pernah menemukan jejaknya. Bagaimana tidak, Dato Hongli telah memilih sebuah gua yang tersembunyi di balik dinding cadas curam yang sebuah gunung yang bernama Sorowua. Di situ dia mengasingkan diri, untuk menyucikan diri dari dosa-dosa keduniawiannya.

 

* * *