webnovel

Taman Air Merah

Theodor memilih pesta ulang tahun tak biasa. Theo dan kekasihnya Nauctha sebenarnya memilih Tovkla Water Park sebuah wahana taman air out door berada di Ibu Kota tetangga sebut saja Detulca. Namun, karena suatu hal yang tak terduga mobil yang mereka tumpangi mengalami masalah. Akhirnya mereka liburan di Winter Water Park sebuah wahana taman bermain out door yang di dominasi warna putih dan biru di kota kelahiran mereka, bernama Alustra. Teror dimulai ketika mereka akan mencoba wahananya. Seorang hantu Wanita menyamar menjadi salah satu pengawas wahana taman bermain tersebut. Ada motivasi apakah sang hantu menampakkan diri pada mereka?

Yi_EunSha · Horror
Sin suficientes valoraciones
56 Chs

Kondisi Theo

"Ada kamera tersembunyi di dalam situ?!" pekik Kabil tak percaya di balas tanpa ragu oleh Theo dengan sebuah anggukan kecil.

"Kondisimu terlalu parah ya, kalau begitu kami tidak akan menyesal menginap di sini sekarang. Karena seorang pasien yang bengal sepertimu, akan sangat sulit di tangani hanya oleh dua orang tuamu, dan Psikiatermu" balas Lucas prihatin sambil bersedekap.

"Kalian akan lebih terkejut kalau melihat kelakuanku saat tidur. Jangan salahkan aku kalau kalian mulai kewalahan ya, tinggalkan rumah ini secepatnya kalau menyerah" kekeh Theodor ringan sambil membaringkan diri ke atas tempat tidur.

"Theo!! Makan siang sudah siap!! Bawa teman-temanmu turun Nak!!" teriak sang Ibu dari lantai bawah. Semua muda mudi itu berjalan menuju meja makan. tetapi semua pendatang baru itu menyadari ada yang aneh di setiap jalan menuju kamar Theodor. Banyak tergantung lukisan klasik daripada foto keluarga.

"Di setiap lukisan yang kita lewati, tersimpan kamera tersembunyi. Ku harap jangan canggung apa lagi membahas hal ini dengan kedua orang tuaku. Jika anak mereka bukan aku, tidak perlu mereka memasang kamera tersembunyi itu di berbagai tempat" tiba-tiba Theo mengucapkan hal tersebut, setelah melihat ekspresi semua temannya yang merasa seluruh gerak gerik mereka diawasi sambil terus berjalan menuju anak tangga.

"mengapa sampai seperti itu? Seberapa parah penyakitmu itu huh?" Nauctha mulai lebih cemas dari sebelumnya.

"Yeah, mulai dari aku akan merasa tercekik saat bermimpi, beralih ke kebiasaan berjalan sambil tidur. Itu sudah terjadi bahkan sebelum aku mengenal kalian semua. Saat itu aku masih sekolah dasar tingkat akhir," kenang Theodor tersenyum miris seolah sedang membicarakan masalah orang lain saja.

"Ya ampun, sekarang aku tidak heran lagi kenap ada banyak kamera di sekitar ruang gerakmu" gumam Arletha menganggukkan kepala perlahan.

"Dan jangan pernah ada di antara kalian semua yang mencoba menghentikan aku saat berjalan sambil tidur oke, karena jika itu terjadi, jelas itu bukan aku. tetapi dia orang lain. Dia sangatlah kuat dan hanya psikologku yang dapat mengimbanginya. Karena psikologku juga sampai saat ini, aku masih hidup" tampak jelas dari nada bicara Theodor paling akhir, dia sangat bersyukur.

"Kalian menyukai kamar kalian? Anak-anak?" tanya Ibu Theodor seramah mungkin.

"Ya, terima kasih juga atas jamuannya Bibi" jawab Lucas meringis sungkan-sungkan.

"Kami yang seharusnya berterima kasih pada kalian semua. Dengan adanya kalian, semoga Theo tidak mengalami...." belum selesai sang Ibu berbicara, sang Ayah menyikut Istrinya lembut.

"Tidak masalah Dad, mereka sudah tahu kebiasaan burukku saat tidur setelah beberapa hari..., tinggal bersama saat liburan" jawab Theo sambil mengiris daging sapi bakar, kaya akan bumbu rempah-rempah.

"Kalian...tidak berinisiatif untuk menjauhi Putra kami? Bahkan setelah melihat kebiasaan Putra kami?!" pekik sang Ibu terkejut.

"Gangguan tidur seperti yang dialami Theo bisa terjadi pada siapa pun Paman, Bibi, jadi kami memakluminya" jawab Kabil super tenang sambil memasukkan sepotong kecil daging sapi bakar ke dalam mulutnya. Reaksi terkejut Ayah dan Ibu Theodor kini berubah dengan senyuman penuh haru.

"Putra kami beruntung memiliki kalian. Semoga, persahabatan kalian berlangsung sangat lama" doa Ayah Theodor bersuka cita sambil mengajak Istrinya bersulang.

Melihat kelakuan sepasang Suami Istri ini, semua muda mudi itu tertawa bersama. Mereka semua menghabiskan waktu sambil berbincang-bincang, menonton film, makan camilan bersama-sama hingga tak terasa, malam pun telah tiba. Untuk pertama kalinya, para muda mudi ini membenci malam.

"Wow, ramai sekali di sini, selamat malam semua," sapa Oliver Kelz yang tiba-tiba datang.

"Kenalkan semua, ini saudara, sekaligus Psikiaterku Oliver Kelz" seru Theodor pada seluruh temannya.

"Senang bisa menyapa kalian hari ini. tetapi aku hanya memiliki sedikit waktu hari ini. maaf. Semoga besok aku bisa bergabung" sambut Oliver tersenyum pada semua teman Theodor dan diakhiri dengan menjabat tangan seluruh teman saudaranya.

"Um, bisakah aku meminjam Theo sebentar?" tambah Oliver masih tersenyum ramah.

"Lakukan yang terbaik untuk kesembuhan teman kami itu oke," jawab Lucas melambaikan tangan pada keduanya.

Sesampainya dikamar Theodor, Oliver tercengang dengan banyak tas dan benda asing berada di dalam kamar seorang Theodor Rulf.

"Kau..., mengizinkan mereka tinggal di kamarmu? Malam ini?" tanya Oliver mengerutkan kening, sambil memicingkan mata menatap khawatir pada Theodor.

"Tidak masalah. Para Pria diluar sana sudah mengetahui segala rahasiaku. Dimulai dari mimpi buruk yang kapan saja bisa membahayakan nyawaku, atau soal kebiasaan berjalanku" kekeh Theodor sesantai dipantai sambil duduk di atas tempat tidurnya.

"Soal...kau bisa melihat memori terakhir dari jazad orang mati?"

"Itu juga. Tidak hanya orang mati. Aku ternyata juga dapat melihat memori seseorang yang tengah koma" jawab Theodor membuat Oliver menatapnya serius. Sangat serius.

"Orang yang koma? Siapa? Ada hubungannya denganmu?" selidik Oliver penasaran.

"Tidak, waktu kami berlibur ada sedikit kecelakaan. Dan orang itu mengalami koma. Itu saja" jawab Theodor tiba-tiba berusaha menutupi kejadian sesungguhnya.

Kebiasaan Oliver adalah mencari tahu sampai akhir dan itu agak membuat Theodor jengah. Seolah tidak ada ruang privasi di antara mereka berdua. Lagi pula, jika dia menceritakan apa yang terjadi padanya ketika berada di tempat rekreasinya, bisa-bisa Oliver libur dari pekerjaannya dan mengawasinya selama berhari-hari.

Akhir-akhir ini Oliver tidak berperan sebagai saudara ataupun Psikiater melainkan lebih mirip dengan pengasuh anak berusia lima tahun.

"Kesimpulannya, mereka sudah tahu penyakitmu. Dan artinya berlibur pun, tidak menghilangkan mimpi burukmu. Ini kabar tidak baik Theo. Perawatanmu harus ku tambah dua bulan lagi" keluh Oliver mengacak-acak rambutnya.

"Hey, aku yang mengalami semua masalah itu. tetapi kau yang tampak butuh perawatan bung, apa akhir-akhir ini pekerjaanmu membuat stres?" potong Theodor mengerutkan kening bingung.

"Penyakitmu cukup serius aku mohon jangan selalu menganggap itu angin lalu. Bagaimana perkembangan mimpi burukmu? Apa mimpi berepisodemu juga muncul di sana?" tanya Oliver menatap tajam kedua bola mata Theodor.

"Hey bro..., jangan pernah mengarang cerita apa pun oke, tidak diizinkan berbohong. Aku di sini demi kesembuhanmu" potong Oliver ketika Theodor akan membuka mulut, meneruskan kebohongannya dengan kebohongan selanjutnya.

"Mimpi itu tidak berlanjut saat aku berlibur. Malahan, mimpi itu terasa seperti sedang di setel mundur ke belakang. Dan...beberapa peristiwa dalam mimpi seolah menjadi nyata bagiku sekarang"

"Menjadi nyata? Maksudmu?"

"Kau tidak akan mempercayai apa yang akan ku katakan sekarang. tetapi mimpi yang nyata tersebut, juga nyata teman-temanku alami" jawab Theodor sangat serius.

"Maksudmu, orang-orang dalam mimpimu itu muncul di dunia nyata?" tanya Oliver ingin memastikan apa yang dia baru saja dengar. Wajahnya mengatakan apa kau bercanda?

"Mereka...hidup di dunia kita juga?" tambah Oliver semakin mendesak.

Jika ini kuteruskan, Oliver akan terseret seperti yang lainnya. Harus ada satu anak muda di sini yang waras. Batin Theodor memerhatikan mimik cemas di wajah Oliver.

"Maksudku, karena mereka selalu mendengarkan cerita seram yang kulihat di dalam mimpi, mereka semua jadi ikut memimpikan apa yang ada di dalam mimpiku itu. Mereka sangat penakut" terang Theodor.

"Aku mencium kebohongan di matamu Theo. Baiklah, mari kita lihat kesaksian teman-temanmu" kekeh Oliver dengan tatapan awas kau, kebohonganmu akan segera terbongkar!

Oliver pergi meninggalkan kamar Theo, lalu melongok dari lantai atas ke lantai dasar tepatnya ke arah ruang TV.

"Baru saja kudengar, ada yang bernama Zack! Bisakah Zack bicara denganku dan Theo sekarang!" teriak Oliver membuat perhatian muda mudi yang sedang asyik menonton itu teralihkan ke lantai atas. Pemuda bernama Zack langsung naik ke atas menemui Oliver.

"Ini hanya semacam tanya jawab biasa saja jadi..., santailah saja oke," kata Oliver membawa Zack masuk ke dalam kamar Theodor. Terlihat Oliver telah menuangkan secangkir teh beraroma vanila lalu menyodorkan ke arah Zack.

"Minumlah," tawar Oliver yang tak enak jika ditolak Zack. Saat itu, mau tidak mau Zack meminumnya sampai habis.

"Berbaringlah di atas sofa sekarang," perintah Oliver. Zack sekarang, dalam pengaruh teh yang telah dicampur dengan zat, pembuat pikiran orang, yang meminumnya mudah untuk dikontrol. kini Zack sepenuhnya dikontrol Oliver.

Ayolah Zack, jangan terlalu mengikuti perintah Oliver. Aku tidak ingin juga membahayakan nyawanya. Geram batin Theodor kesal tidak dapat berbuat apa pun.

Terlihat Oliver sedang menggunakan hipnoterapi kali ini. Zack mengikuti gerakan bandul kalung yang di bawa Oliver. Kini Zack, masuk ke alam bawah sadar lebih dalam, dan semakin jauh lebih dalam lagi.

"Zack, apa saja yang kau alami ketika pesta ulang tahun Theodor berlangsung?"

"Petualangan menakjubkan. Seperti hidup di dalam dunia mimpi" jawab Zack membuat Oliver mengerutkan kening sambil menoleh ke arah Theodor.

"Petualangan seperti apa itu?" tanya Oliver kembali sambil mengawasi mimik dari Zack.

"Pasienmu itu aku Oliver. mengapa kau mencoba mengorek urusan pribadi orang lain? Apa sebegitu kau tidak percayanya padaku?" potong Theodor bangkit dari tidurnya, mengambil segelas air putih, dan di percikkan ke wajah Zack secara bertahap.

"Kalau tidak ada yang kalian rahasiakan dariku, mengapa reaksimu seperti itu? Theodor?" tanya Oliver bersedekap tanpa melakukan hal lain lagi.

"Tidak ada satu pun rahasia Oliver. Aku sudah mengatakan apa yang kualami tadi" jawab Theodor lega akhirnya Zack bereaksi, mulai sadarkan diri.

"Lanjutkan soal mimpimu yang terasa menjadi nyata itu. Sebelumnya kau sangat yakin itu hanyalah sebuah mimpi. tetapi terasa menjadi nyata?" tuntut Oliver pada Theodor.

"Zack turunlah sekarang. Aku ingin bicara empat mata dengan pengasuhku ini" cibir Theo sambil melirik kesal pada Oliver.

"Apa yang ingin kau sembunyikan darinya? mengapa tidak kau biarkan saja Zack berada di antara kita? Atau kau, takut Zack membocorkan jauh lebih banyak lagi informasi rahasia tentangmu hmm?" potong Oliver memberi isyarat pada Zack, agar tetap duduk di atas sofa.

"Terserah apa maumu. Bisa kuteruskan pembicaraan yang tertunda di antara kita berdua?" jawab Theo menekankan kalimat terakhir agar terdengar jelas Zack.

Menyadari kehadirannya tidak diinginkan si pemilik kamar, Zack berinisiatif untuk berdiri tetapi kedua kakinya, seolah mengalami lumpuh!

"Kau tidak akan bisa pergi dariku tanpa izinku Zack..." lirih Oliver masih menatap tajam Theodor.

"Wah, licik. Kau sudah merencanakannya sejak awal?" geram Theodor marah, melihat keadaan Zack yang karena efek obat dalam minumannya tersebut, menjadi lumpuh dalam satu jam ke depan.

"Berhenti memikirkan orang lain terlebih dahulu bodoh!" teriak Oliver menggebrak meja yang berada ditengah-tengah mereka bertiga.

"Nyawamu, taruhannya di sini. Bukan orang lain. mengapa kau merahasiakan hal yang tak seharusnya kau rahasiakan. Jika kau tidak menganggapku Psikiatermu, setidaknya anggaplah aku saudaramu!" maki Oliver kehilangan kesabarannya.