webnovel

Malam Pesta

Sebuah kisah tentang kehidupan sekelompok orang yang memakai dogtag atau liontin nama. Takdir kehidupan yang tak pernah mereka inginkan, tapi harus mereka jalani. Suka atau tidak, mau tidak mau, mereka harus menerima takdirnya.

Banyak yang harus mereka lalui demi bisa bertahan hidup. Begitu pula dengan seorang anak laki-laki, dia berharap bisa menjalani hidupnya yang terasa sulit dan tanpa tujuan.

Di malam yang gelap, di tengah hutan kota, seorang anak laki-laki berusia sekitar 11 tahun dengan membawa katana di pinggangnya dan memakai dogtag dengan tulisan, Sena Izumi. Dia berjalan seorang diri tanpa rasa takut.

Saat melihat sebuah pohon yang besar, dia berhenti lalu mendongak melihat ke atas pohon tersebut.

Sena melihat dahan pohon yang besar, lalu dia pun melompat ke atas dahan pohon yang paling tinggi. Matanya menatap kebawah, terlihat suasana kota yang begitu ramai. Terlihat indah dari atas. Hembusan angin menerbangkan rambutnya yang cukup panjang.

Di sebuah gedung yang mewah, sedang diadakan pesta dari kalangan elit. Suara tawa para undangan terdengar sangat riuh.

Di depan pintu masuk, sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di depan gedung. Dari mobil tersebut, keluarlah sepasang suami istri bersama putri mereka yang berusia sekitar 10 tahun.

"Dad, tempat ini ramai sekali," ujar gadis kecil itu.

Kedua orang tuanya tersenyum menanggapi ucapan putri mereka.

"Tentu saja, Chalista. Di sini sedang ada pesta," jawab ibu.

Gadis yang dipanggil Chalista itu terlihat senang. Dia sangat menyukai pesta.

"Sudah, ayo masuk!" ajak ayah.

Ibu dan ayah menggandeng Chalista masuk ke dalam. Sampai didepan pintu, mereka langsung disambut oleh pemilik pesta.

"Selamat malam, Tuan Cristiano dan Nyonya Cristiano," sapa pemilik pesta.

"Selamat malam juga, Tuan Bastian." Nyonya Cristiano membalasnya sambil tersenyum.

Mereka berbincang-bincang, tanpa menyadari ada beberapa orang yang sedang mengawasi pergerakan keluarga Cristiano.

"Bagaimana keadaan di sana?" tanya seorang pria pada rekannya lewat earphone.

"Di sini aman!" jawab rekannya.

"Ingat! Target kita adalah gadis kecil itu. Begitu ada kesempatan cepat tangkap dia!" perintah pria yang lain.

"Baik!"

Chalista merasa bosan dengan suasana pesta. Dia pun memutuskan untuk pergi jalan-jalan ke luar dari gedung. Chalista pergi tanpa memberitahu kedua orang tua nya.

Chalista sangat menikmati Pemandangan di luar gedung yang sangat indah. Hingga tanpa dia sadari, dia sudah sampai di bukit hutan kota. Chalista tak tahu jika di atas pohon ada seseorang yang sedang berbaring.

"Lihat bintang di sini lebih menyenangkan," ujar Chalista.

Sena terkejut mendengar suara seseorang di bawahnya. Dia bangun dan duduk, pandangannya beralih ke arah Chalista yang sedang berdiri menatap langit.

Sena terus memperhatikan Chalista dari atas pohon. Sedikit rasa penasaran muncul di dalam hati Sena, tentang gadis kecil itu.

Chalista menutup matanya, menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajah cantiknya. Tak berapa jauh dari Chalista, beberapa pria perlahan mendekati gadis kecil itu.

Awalnya, Sena sama sekali tidak peduli. Namun, melihat pria itu hendak mengayunkan pedangnya kepada Chalista, Sena langsung turun dari atas pohon dan menggendong Chalista menjauh.

"Kyaa!" Chalista terkejut karena tiba-tiba ada yang menggendongnya.

Pria itu terkejut karena dalam sekejap mata, ada sekelebatan bayangan yang membawa targetnya itu pergi. Pria itu melirik ke samping dengan pandangan tajam seperti binatang buas.

Pria itu menatap tajam Sena yang menggendong Chalista. Tanpa banyak bicara, pria itu kembali menyerang Sena dan Chalista. Bagi Sena, menghindari serangan pria itu sangatlah mudah.

Sena terus menghidari ayunan pedang pria itu dengan lincahnya, sambil menggendong Chalista.

"Hei, bocah! Jangan ikut campur urusanku! Cepat serahkan anak itu pada kami! Jika tidak, kau akan mati!" teriak pria itu memberi peringatan.

Chalista yang ketakutan, memeluk erat leher anak laki-laki itu sambil memejamkan matanya. Tubuhnya gemetar ketakutan.

"Pegangan yang erat!" bisik Sena

Chalista hanya bisa menurut saja. Sena terus menghindari gerakan pedang pria itu. Dia melompat ke sana kemari dengan mudahnya, dia pun melompat ke atas dahan pohon.

Baru saja Sena melompat ke atas dahan pohobn, seorang pria lainnya muncul dari belakang Sena dengan membawa pedang. Dia terkejut, segera menghindar dengan melompat turun kembali ke bawah.

"Hei! Hei! Apa-apaan kau ini? Sudah aku bilang, cukup aku saja yang membunuhnya! Untuk apa kau ikut campur!" pria itu berteriak-teriak pada temannya yang baru datang.

"Aku sudah bosan menontonmu aksimu itu! Sejak tadi, kau bahkan tidak bisa menyentuhnya. Bagaimana bisa kau membunuh gadis itu!" jawab teman pria itu dengan nada meremehkan.

"Cih, aku hanya ingin bermain sebentar. Aku belum serius." Pria itu membalasnya dengan asal.

'Ini tidak baik,' gumam Sena dalam hati.

"Sudahlah, Yun! Kita serang dia bersama-sama!" ajak teman pria yang dipanggil Yun itu.

"Baiklah. Tidak ada pilihan lain," balas Yun dengan seringai di wajahnya.

Situasi Sena saat ini semakin terpojok. Dia harus menghadapi dua orang pria dewasa dengan membawa pedang. Ditambah lagi, sekarang dia tak sendiri. Sena saat ini membawa seorang gadis di pelukannya.

Pergerakkannya terbatas karena ada Chalista. Sena menatap kedua pria itu secara bergantian. Tatapan yang tajam tanpa rasa takut, Sena perlihatkan pada kedua pria itu.

"Hehehe ... Kau sudah seperti tikus yang terpojok," ujar pria satunya.

Sena terdiam. Dia semakin mempererat pelukannya pada Chalista. Kedua pria itu berjalan mendekati Sena dan Chalista.

Keduanya bersiap untuk menyerang kembali Sena dan Chalista.

"Hehehe ... Bocah, sebaiknya kau menyerah dan serahkan gadis kecil itu pada kami. Dengan begitu kau bisa kabur dengan mudah," ujar Yun.

Chalista menatap kedua pria didepannya yang semakin dekat itu dengan pandangan takut. Tubuhnya semakin gemetar ketakutan, dia pun semakin erat memeluk Sena.

Sena mengalihkan pandangannya kearah Chalista. Lalu kembali menatap kedua pria yang semakin dekat, mereka kembali mengangkat pedangnya dan bersiap mengayunkan senjatanya.

*

Sementara di dalam gedung. Keluarga Cristiano tak menyadari jika putri mereka tak bersamanya. Hingga sebuah pertanyaan menyadarkan Tuan dan Nyonya Cristiano.

"Tuan dan Nyonya Cristiano, saya dengar Anda datang bersama putri Anda. Kalau boleh tau, dimana putri Anda, Tuan, Nyonya?"

"Putri kami ada bersama kami ..." ucapan tuan Cristiano terpotong.

Dia baru menyadari jika putrinya tak lagi bersama dengannya di pesta. Nyonya Cristion terlihat panik.

"Dimana Chalista?" tanya nyonya Cristiano.

Tuan Cristiano mengedarkan pandangannya keseluruhan ruangan mencari keberadaan putrinya. Namun, dia tak menemukan keberadaan Chalista.

"Chalista! Chalista! Di mana kamu, sayang?" panggil nyonya Cristiano.

"Chalista!" panggil tuan Cristiano.

Kedua orang tua Chalista terlihat panik saat mengetahui putrinya menghilang. Tuan Cristiano segera menghubungi beberapa anak buahnya yang sedang berjaga di pesta itu.

"Cepat cari Chalista! Temukan dia, di mana pun dia berada!" perintah tegas Tuan Cristiano.

"Baik, Tuan!" jawab para pengawal.

Para pengawal langsung berpencar mencari anak majikan mereka, Chalista.