webnovel

Takdir Cinta Sang Arjuna

Bagi Caramel, gak ada yang lebih sial dan menyakitkan dari cinta yang terkhianati dan pernikahan akibat perjodohan. Apalagi harus terperangkap dalam kehidupan bersama seorang CEO menyebalkan. Dan, bukan perkara yang mudah buat Caramel untuk berdamai dengan hatinya ketika dia akhirnya harus memilih antara bertahan untuk sebuah akhir yang membahagiakan atau membiarkannya pergi dengan membawa segenap hatinya. Bagi Arjuna, keputusannya untuk menerima perjodohan hanyalah semata-mata demi Papa. Toh kalo dikemudian hari pernikahannya ternyata gak berjalan mulus, dia bisa bercerai. Tapi ternyata cinta datang lebih cepat dan membuatnya nyaris menyerah untuk mengalah. Sampai akhirnya ... sesuatu dari masa lalunya datang dan mengancam semua hal yang udah susah payah diusahakannya. Mampukah Caramel dan Arjuna melewatinya bersama tanpa ada lagi hati yang harus menjadi korban?

Chan_Chew · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
24 Chs

20

"Baik, Pak. Saya akan pantau terus gerak-geriknya. Bapak jangan khawatir."

Arjuna memasang senyum terbaiknya begitu menutup sambungan telepon barusan. Caramel mungkin bisa aja melarangnya untuk menemuinya, tapi dia gak tau kalo Arjuna justru menugaskan Prabu untuk terus mengawasi setiap gerakannya dari jauh.

"Jun?" Tiba-tiba terdengar suara Papa Orland di ruangan kerjanya. "Kenapa kamu senyam-senyum gitu? Gimana kabar menantu kesayangan Papa?"

"Loh, Pa? Kok tumben ke sini?" Bukannya menjawab ucapan Papa barusan, Arjuna malah balik bertanya. Dia segera menyusul Papa Orland duduk di sofa yang memang tersedia di ruangannya. "Ada masalah apa sampe Papa ke sini?"

"Gimana kabar Caramel? Papa dengar Caramel mengundurkan diri dari perusahaan ini. Ada masalah apa, Jun?"

"Gak ada masalah kok, Pa.", sahut Arjuna berbohong. "Caramel pengen fokus di rumah jadi ibu rumah tangga."

"Bagus itu. Trus kapan kamu mau kasih Papa cucu? Papa udah gak sabar pengen nimang cucu, Jun."

BOOM! Arjuna bisa melongo mendengar ucapan papanya barusan. Jadi itu tujuan Papa dateng ke kantor? Cuma buat menodongnya soal cucu?

"Ditunggu aja tanggal launchingnya Pa." Kali ini Arjuna gak berbohong. Firasatnya gak lama lagi dia bakal bergelar ayah, mengingat mereka udah melakukan ... Ya you know lah! "Pertanyaan aku belom Papa jawab loh. Papa tumben ke sini. Ada masalah penting apa sampe Papa ke sini?"

Papa Orland menggeleng. "Papa cuma mau ajak kamu sama Caramel makan siang. Buruan gih kamu jemput Caramel. Papa tunggu kalian di sini ya?"

BOOM! Arjuna merasa mendapatkan serangan bom kedua. Gimana mungkin coba mengajak Caramel ketemu dan mereka bertiga bisa makan siang kalo Caramel sendiri masih melarangnya buat menemuinya? Alamak jan! Entah kali ini Arjuna harus menyebutnya kemalangan atau justru ...

Arjuna melirik selintas ke Papa Orland. "Papa serius?"

"Iya, Ayo buruan jemput Caramel."

Arjuna mengangguk lemas sesaat sebelum keluar ruangan. Diam-diam dia merapal sebuah doa, semoga aja Caramel setuju dengan rencana makan siang ini. Ah, Arjuna jadi gak sabar buat ketemu Caramel lagi.

*

Caramel mendorong trolley belanjaannya dan mengamati sejenak barisan barang yang tertata rapi di rak display. Hari ini mau gak mau dia harus pergi belanja karna ada beberapa barang yang dibutuhkannya. Itung-itung sekalian refreshing.

Semenjak memutuskan untuk resign, Caramel melakukan semua aktivitasnya di rumah. Dari mulai beberes rumah sampe menyiram tanaman. Selalu begitu setiap hari dan itu mulai membuatnya merasa bosan. Caramel butuh udara segar.

"Masih ada barang yang mau dibeli lagi, Mel?" Tanya Arjuna tiba-tiba, membuat si empunya nama menoleh ke arah asal suara. "Sini biar aku yang dorong trolleynya. Kamu jalan aja, pilih semua barang yang pengen kamu beli."

"L... lo ngapain di sini, Jun? Tau dari mana gue di sini?"

Arjuna memasang senyum terbaiknya. "Taulah. Kan anak buah aku banyak. Mereka bisa setiap saat kasih informasi ke aku kalo kamu tuh lagi dimana, sama siapa, dan lagi ngapain."

Caramel menggeleng kesal. Caramel terus mendorong trolleynya menyusuri lorong. Moodnya langsung berantakan semenjak kedatangan Arjuna tadi. Hey, bukannya dia udah bilang ya? Arjuna gak boleh menemuinya sebelom hari sabtu depan?

Arjuna mempercepat langkahnya menyusul Caramel yang mulai menjauh. Dan Hap! Arjuna berhasil menghentikan langkah Caramel dengan satu genggaman di pergelangan tangannya.

"Aku kan tadi udah bilang, sini trolleynya aku aja yang dorong. Kamu pilih aja barang yang mau kamu beli."

Caramel geleng-geleng kepala. Kayaknya Arjuna udah balik ke kebiasaan lamanya yang suka muncul tiba-tiba tanpa diundang. Dan jelas itu bikin Caramel sebal setengah mati. Dan sesuai dengan ucapan Arjuna, Caramel meninggalkan cowok itu beberapa langkah di belakangnya lengkap dengan trolley belanjaan yang masih kosong melompong.

"Habis ini kita ke butik ya. Trus ke salon, Mel." Arjuna mendorong trolleynya sambil terus memandangi Caramel dari belakang.

"Emang mau kemana? Ngapain?"

"Makan siang bareng Papa, Mel."

"Maksudnya?" Caramel menyahut tanpa menoleh. Langkahnya terhenti tepat di sebuah box pendingin berisi daging segar. "Ah ini palingan cuma modus lo doang biar bisa ketemu gue. Ya kan?"

Arjuna merangkul pinggang Caramel dengan mesra. "Bukan. Tadi papa ke kantor, nanyain kamu. Trus ngundang kita buat makan siang bareng."

Caramel mengangguk-angguk. Jadi ini demi Papa Orland? Baguslah. Awas aja kalo sampe Arjuna bohong dengan modus receh beginian.

"Oke. Dan tolong lepasin tangan lo dari pinggang gue."

HAHAHA ... Arjuna langsung tertawa.

*

"Halo Caramel, apa kabar?" Papa Orland menyalami menantu kesayangannya itu begitu Caramel dan Arjuna tiba di ruangan Arjuna. "Kamu sehat kan?"

Caramel mengangguk. Dipasangnya senyum terbaiknya. "Sehat, Pa. Papa apa kabar?"

"Sehat.", sahut Papa Orland. "Kamu yakin kamu sehat? Muka kamu agak pucet, Mel."

"Sehat, Pa. Cuma agak pusing sama lelah aja. Gak tau nih akhir-akhir ini Caramel cepet banget ngerasa capek ama pusing. Mungkin masuk angin."

"Udah ke dokter? Mungkin karna kamu lagi hamil muda, Mel. Makanya cepet ngerasa lelah."

Gleg! Caramel menelan ludahnya dengan susah payah. Hamil? Dia hamil? Gak mungkin. Dia kan cuma melakukan hubungan itu sekali. Itupun di saat dia tertidur. Jadi gak mungkin lah dia hamil.

"Anyway, Jun, tadi Papa udah reservasi tempat di resto langganan Papa. Mendingan kita langsung ke sana aja ya?" Suara Papa Orland membuyarkan lamunan Caramel.

Gak pake banyak kata, Caramel ikut mengekor di belakang Arjuna sembari meninggalkan ruang kerja Arjuna.

*

Arjuna menekan tunel tombol pengecil volume suara dan menghentikan laju mobilnya tepat di sebuah rumah mungil bernuansa minimalis modern setelah diliriknya selintas sosok cewek di sebelahnya. Entah sejak kapan Caramel tertidur dengan tenang. Arjuna menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah Caramel. Wajah polosnya bikin Arjuna gak tega buat ngebanguninnya.

Cowok berwajah tampan bak Dewa Yunani itu pun akhirnya memutuskan untuk menggendong Caramel dan membawanya masuk ke dalam rumah. Ini adalah salah satu cara yang paling tepat daripada membangunkannya dan menimbulkan keributan gak berfaedah. Arjuna membopong tubuh Caramel layaknya Bridal Style sembari menaiki anak tangga.

Deg!

Nafas Arjuna mendadak tertahan seraya langkahnya yang berhenti. Gak disangkanya tiba-tiba Caramel menyurukan kepalanya ke arah lehernya seraya tangannya yang melingkari lehernya, memberikan sensasi geli dan unik bagi Arjuna. Belum pernah Arjuna merasa sampe panas dingin diperlakukan begitu. Ah untung aja kamar Caramel tinggal beberapa meter lagi.

Arjuna akhirnya menyerah. Dia membuka pintu kamar Caramel yang bernuansa coklat kayu itu dengan sebelah tangannya dan melangkah masuk. Diturunkannya tubuh Caramel di atas ranjang dan melepaskan sepatu hak Caramel. Ada gurat perasaan de javu menyusup di hati Arjuna. Beberapa bulan yang lalu, apa yang dilakukan Arjuna saat ini pernah dilakukannya. Cuma saat itu dia bukan siapa-siapa bagi Caramel.

Sleep tight, Caramel.

Arjuna bergegas keluar dan menutup pintu setelah mencium kening Caramel. Dia menuruni anak tangga menuju ruang keluarga dan langsung merebahkan tubuhnya di sofa empuk di sana sambil melonggarkan dasinya. Papa Orland benar, kondisi Caramel gak sebaik biasanya. Sepanjang hari tadi muknya pucat.

Mungkinkah Caramel bener-bener hamil? Ucapan Papa Orland mengusik pikirannya.

*