webnovel

The Slayer (1)

Tower Lantai 1, 16 Januari 2024.

Selesai melakukan pembantaian yang sama sekali tak membuahkan hasil selain kristal drop, aku masuk lebih dalam untuk mengganti senjata pada jebakan yang kupasang tepat di lingkaran sihir di mana goblin respawn. Ini adalah solusi tercepat untuk membunuh monster tanpa harus membuang-buang waktu dan item, termasuk mempertaruhkan nyawa. 

Sebut saja, aku memasang sebuah bug dengan sengaja. Biarlah begitu. Lagipula bila melihat statusku yang tak ada perubahan selama lima bulan ini, bukankah itu juga sebuah bug yang disengaja oleh sistem? Sebetulnya siapa pengatur sistem busuk ini?

"Kau sudah kembali, pemandu," ucap salah seorang player yang menyewa jasaku untuk memandu kelompoknya. Itu adalah sekelompok player baru yang diisi oleh lima orang pria dengan dua wanita. Jumlah yang cukup banyak untuk bayaran yang sedikit. 500 ribu untuk satu kali perjalanan.

Aku tak menyangkalnya, sebab rumor tentang aku yang tak bisa naik level sama sekali tidak dapat ditutup-tutupi. Yah, aku memang sudah siap akan semua ini.

"Apa kau keberatan kalau kami mengakhiri kontraknya sekarang?" tanya salah seorang player lain tanpa basa-basi meski rekannya berbisik untuk jangan mengatakannya terang-terangan, tapi player itu menyanggah kalau percuma saja meminta bantuan untuk naik level pada player yang tidak bisa naik level.

"Tentu," kataku seakan tak ada masalah sama sekali. Meski sebetulnya ada hati yang perih tiap mendengarnya.

"Kalau begitu," ucap player sebelumnya sambil menggosokkan kedua tangan. Aku paham kalau ia meminta kompensasi. "Karena ini baru setengah hari, apa bisa bayarannya juga setengah?"

"Hey! Bukannya sudah ada keterangan di kontraknya?!" keluh rekannya dengan suara yang pelan.

Aku mendengus. Hanya melihat orang-orang yang banyak memberikan reaksinya akan tindakan barusan, juga menunggu tanggapanku. Aku tak menyangka kalau tower dan gate sama sekali tak merubah apa pun soal keserakahan manusia, justru itu membuatnya makin buruk.

***

Lantai 40 Gedung Asosiasi Player Indonesia.

Aku masuk ke ruangan Kaisar Anggara, pria tiga puluh delapan tahun itu bekerja sebagai Manajer Pelaksana Departemen Pelatihan Player. Ia sudah banyak membantuku sejak masalah tidak bisa naik levelku sampai ke telinga Asosiasi Player Indonesia, terutama dalam memberiku uang tambahan dengan memberi pekerjaan sebagai pemandu para player baru. Meski jumlahnya tak sebanding dengan menjual kristal drop dari para goblin yang kukalahkan dengan jebakan itu.

Bagaimana tidak? 50 ribu untuk harga satu kristal drop goblin. Sementara aku biasa mendapat 200 sampai 400an kristal drop goblin tiap hari. Sayangnya pengeluaran untuk item, kebutuhan harian, bayaran sekolah Fiona dan biaya rumah sakit Ibu selalu lebih dari sepuluh juta per bulannya. Sangat sulit untuk menabung.

"Apa kau minta untuk kenaikan gaji, lagi?" tanya Kaisar tanpa mengarahkan pandangannya padaku. Ia cukup sibuk dengan segala berkas yang menumpuk di meja kerjanya.

Aku tak berkata, hanya menyerahkan sebuah amplop surat di hadapannya.

"Apa ini?" tanya Kaisar.

Melihatku yang masih mematung dengan tatapan kosong membuat pria itu mengembus napas. "Aaah...." keluhnya sambil mengusap kepala. "maafkan aku, rumor memang sulit dihilangkan,"

"Itu bukan salahmu, kau sudah banyak membantuku selama ini," kataku.

"Apa yang mau kau lakukan?" tanya Kaisar menghentikanku yang hendak keluar.

"Apalagi? Aku mau memanen kristal," aku menjawab.

"Aku tahu, kau lebih berpengalaman dibanding siapa pun soal lantai satu, tapi jangan coba-coba untuk masuk lebih dalam," Kaisar memperingati dengan tatapan tajam.

"Ya ya ya...." aku asal bicara, karena sebetulnya aku sudah mencapai lantai 3 sejak satu tahun yang lalu. Ya, bagaimana pun menghadapi monster yang sama untuk waktu yang lama adalah hal paling membosankan, terlebih karena sistem telah mengatur pola serangan mereka. Aku bahkan bisa membunuh hobgoblin dengan mata tertutup.

"Tunggu," seru Kaisar, kembali membuatku tak jadi keluar dari ruangannya. "Kau mungkin akan menolaknya, tapi ini permintaan khusus," ucapnya sambil menyodorkan berkas.

"Lagi? Aku baru saja memberimu laporan pencabutan, apa kau ti—" kalimatku hanya sampai di situ sebab Kaisar memberikan sorot mata tajam.

Aku menggaruk kepala lalu berkata, "Harusnya kau tidak merekomendasikanku pada mereka,"

"Neo Oberyn," ucap Kaisar mengacuhkan omonganku.

"A-apa yang kau—"

Kaisar mengangguk. "Pria itu yang merekomendasikanmu,"

"Tapi, kenapa? Dia orang pertama yang tahu kalau aku tidak bisa naik level,"

Kaisar mengangkat bahu lalu memaksa aku menerima berkas itu dengan melemparnya. "Tanyakan itu padanya langsung,"

Belum sempat menanggapi, pria yang disebut namanya baru saja membuka pintu.

***

Gedung Asosiasi Player Indonesia

"Apalagi yang kau mau? Bukannya urusan kita sudah selesai?" tanyaku sembari melangkah di lorong yang cukup banyak dilalui oleh para pegawai.

"Ayolah, kita baru saja bertemu setelah sekian lama. Sebaiknya kau tanya kabarku lebih dulu," ucap Neo yang menyamakan langkah denganku.

Aku mendengus dan memberikan tatapan sebal ke arahnya. Terlebih bila mengingat apa yang dilakukan orang itu saat pertama kali aku menjadi seorang player: melemparku ke sarang goblin—yang bahkan ada high goblin di sana. Kalau saja aku ini wanita, pasti sudah dijadikan pemuas nafsu mereka.

Neo terkekeh lalu berkata, "Aku cuma penasaran dengan omonganmu … apa itu hanya bualan?"

"Ayo ke lantai tiga." ujarku dengan tatapan malas.

***

Tower Lantai 3.

Berbeda dengan dua level di bawahnya, tempat ini terbagi ke dalam lima wilayah kekuasaan: Goblin, Gnoll, Orc, Ogre, dan Troll. Satu-satunya alasan kenapa wilayah goblin tidak direbut adalah adanya Goblin Paladin yang memiliki kekuatan setara dengan player tingkat unique, sementara keempat spesies lainnya tak memiliki monster dengan kekuatan setingkat itu. 

Di sebuah gua wilayah goblin, tempat yang biasa dijadikan rumah monster hijau itu, aku berdiri menghadap hobgoblin yang memakai rompi besi. Monster sebesar orc itu menatap marah sambil mengacungkan senjata kesukaan rasnya, tongkat raksasa. 

Aku menyeringai lalu berkata, "Melawan hobgoblin adalah hal mudah, lawan saja secara frontal seperti saat melawan goblin biasa," sambil memakai penutup mata yang diberikan oleh Neo. "Kau hanya perlu sedikit bergeser masuk saat dia mengayunkan senjatanya, dan tepat saat benda itu menghantam tanah, lakukan tebasan," kataku sambil mempraktikkannya. "Kalau seranganmu tidak mengenai titik vital, kau cukup melakukan serangan kedua dan seterusnya,"

Aku membuka penutup mata setelah melakukan demonstrasi, lalu mengambil drop kristal.

"Bagaimana kalau itu ada banyak?" tanya Neo sambil mengarahkan mata pada segerombol hobgoblin yang datang.

"Yah ... lakukanlah hal yang sama dengan sedikit improvisasi," ucapku sambil berlari menerjang gerombolan hobgoblin. Melakukan pembantaian yang sangat membosankan. ""

"Kau punya keterampilan untuk seorang player level satu," ucap Neo begitu semua hobgoblin terbunuh.

Aku mengambil semua drop kristal lalu memasukkannya ke inventory. "Yah ... kau juga akan punya kemampuan yang sama kalau melewati waktu selama aku di lantai bawah,"

Melihat mata Neo yang menyipit, aku sadar kalau ia takkan sudi melakukan hal serupa denganku.

Aku mendengus lalu berkata, "Berikan aku bayaran ... itu tidak gratis,"

"Sampai jenis apa kau bisa membunuh goblin?" tanya Neo begitu mengirimiku sebuah kristal ungu. Kristal yang didapatkan dari membunuh monster tingkat SS, seperti Lord Goblin.

Kristal putih untuk monter tingkat D ke bawah, kirstal biru untuk monster tingkat C, kirstal kuning untuk monster tingkat B, kirstal jingga untuk monster tingkat A, kirstal merah untuk monster tingkat S, kirstal untuk untuk monster tingkat SS, kirstal hitam untuk monster tingkat SSS. Semakin pekat warnanya, menunjukkan semakin kuat monster yang telah dibunuh.

"Sialan, bocah itu hanya ingin pamer." umpatku dalam hati.

"Aku hanya sampai ke high goblin, itu pun hampir membunuhku kalau aku tidak membawa banyak item," jelasku.

Melihat ekspresi Neo, jelas kalau ia tidak percaya akan perkataanku. Aku mengembus napas panjang lalu menunjukkan pencapaian pada statusku.

------------------------------

PLAYER HAN

------------------------------

KILLING REPORT

------------------------------

GOBLIN: 89.078

HOBGOBLIN: 1.579

GOBLIN SHAMAN: 987

GOBLIN RIDERS: 79

HIGH GOBLIN: 1

------------------------------

Mata Neo menilik dengan teliti antara aku dan status windowku. Aku tak tahu apa yang dipikirkannya, tapi kalau boleh menebak, pasti ia terkejut akan jumlah goblin yang kubunuh. Sementara saat ini sedang gencar-gencarnya berita tentang para pemandu player yang kesulitan memburu goblin. Yah, tentu saja itu karena aku mengakali sistem, semoga saja bocah itu tidak mencari tahu.

"Kalau kau seterampil ini, kenapa tidak memburu gnoll atau monster yang lebih kuat? Mereka bisa memberimu kristal lebih mahal ketimbang kristal goblin," tanya Neo sambil mengaktifkan skillnya. Membunuh goblin yang berlari mendekat tanpa perlu repot-repot mengayunkan pedang. Jujur saja, skill wind blade itu sangat efektif. Apalagi bisa digunakan dalam radius yang luas.

"Kelompok mereka jauh lebih banyak," kataku sambil melempar sebilah pisau pada goblin yang terbirit-birit. "Mereka juga punya ... flesh power,"

"Apa itu?" tanya Neo membiarkanku mencabut pisau dari kepala goblin.

"Intinya sama seperti buff. Peningkatannya bisa sampai lima kali lipat. Kalau menggunakan itu, gnoll biasa bahkan bisa sekuat high goblin," aku menjelaskan sembari membersihkan pisau dari darah goblin.

"Aku tak pernah mendengarnya," kata Neo sambil berpangku tangan dengan kembali mengaktifkan skillnya.

Aku mendengus kesal. "Kalau begitu coba saja lawan saat mereka menggunakan itu,"

Melihat tatapan Neo yang merendahkan membuatku kembali berkata, "Jangan pakai skill tadi."

***

Di hutan belantara dengan banyaknya semak belukar, tempat idaman para gnoll sebab banyak monster yang bisa dijadikan sebagai santapan—aku melihat dengan tatapan kesal pada Neo yang baru saja membunuh gnoll yang mengaktifkan flesh power.

"Apa?" tanyanya dengan ekspresi dingin.

"Sialan! Kalau membunuh gnoll dengan meledakkan kepalanya, sama saja menggunakan skill tadi," aku mengumpat sendiri.

"Ayolah, berikan contoh yang benar," kataku akhirnya setelah bertukar pandangan cukup lama.

"Aku memberimu contoh seperti yang kau berikan sebelumnya," ucap Neo sambil menjentikkan jari, membunuh gnoll yang tersisa menggunakan skillnya. "Tapi, bukan berarti aku harus melakukan persis seperti yang kau contohkan," sambungnya lalu mengaktifkan wind strom. Itu sangat kuat sampai memaksaku menutup wajah menggunakan kedua lengan. "Setiap player punya karakteristik dan cara membunuh masing-masing,"

Aku mengatur napas begitu Neo menyudahi skillnya, yang tepat sedetik kemudian bagaikan sedang hujan kristal. Jujur aku terpana akan aksinya, sesuatu yang mustahil kudapatkan meski berjuang lebih keras dari apa yang kulakukan selama ini, meski mengganggu sistem dengan lebih buruk ketimbang sebelumnya.