webnovel

Penyembuh dari Rasa Sakitnya adalah Orang Tuanya Sendiri (2)

Suara dentuman musik yang memekakkan telinga serta aroma parfum, rokok dan alkohol yang menyengat bercampur menjadi satu. Para pengunjung menari mengikuti alunan musik yang dihasilkan sang DJ. Tempat yang menjadi sarana penghilang penat serta stress oleh beberapa orang—klub malam—

Andre berdiri di hadapan DJ equipment sambil memainkan alat tersebut. Benar, Andre adalah seorang DJ. Ia mempelajarinya secara otodidak sejak menonton serial Amerika tentang seorang siswa SMA yang menjadi seorang DJ. Dan tentu saja tanpa sepengetahuan papanya. Saat masih belajar, ia menggunakan alat milik salah seorang teman dekatnya. Pekerjaannya ini pula tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Ah tidak, sepertinya ada 1 orang yang mengetahui ini. Yura.

Tepat pukul 2 pagi, Andre pergi meninggalkan klub malam tersebut. Ia mengendarai motornya tak tentu arah. Saat melewati taman, Andre berhenti dan duduk di salah satu bangku yang ada di taman tersebut. Ia mengeluarkan handphonenya dan menyalakannya. Tidak ada yang dilakukan dengan handphonenya itu, sehingga ia menutupnya kembali. Tiba-tiba saja, pikirannya dipenuhi oleh 1 orang. Orang yang mengetahui tentang ia yang menjadi DJ di klub malam.

—flashback on—

Hari itu, saat Andre baru keluar dari klub sekitar pukul 10 malam, ia bertemu dengan Yura yang habis dari minimarket. Andre sangat gelagapan saat bertemu dengan Yura. Ia khawatir jika Yura mengadukan Andre yang keluar dari klub malam kepada guru. Kondisinya sangat canggung saat itu. Ketika Andre sedang berpikir harus apa, Yura sudah pergi meninggalkannya seolah ia tidak peduli apapun.

Keesokan harinya, Andre masih khawatir dan telah mempersiapkan diri jika kena teguran guru. Tetapi, bahkan sampai seminggu kemudian pun hal yang dikhawatirkannya tidak kunjung terjadi. Ia mulai berpikir, apakah Yura tidak pernah mengadu? Tapi kenapa? Mungkin saja Yura masih marah atau memiliki dendam kepada Andre karena pernah berlaku tidak adil kepadanya. Sehingga Yura tetap masih memiliki alasan untuk mengadukannya walaupun sebenarnya ia tidak peduli. Benar, kejadian yang sudah lalu itu, dimana Andre menyuruh Yura membersihkan lapangan sendirian.

Untuk memastikan kenapa Yura tidak mengadukannya kepada guru, Andre memutuskan untuk menemui Yura. Ia mencari Yura kemana-mana tetapi tidak menemukannya. Ia kemudian bertanya kepada seorang teman sekelasnya, dan mengetahui bahwa setiap jam istirahat, Yura selalu berada di rooftop sekolah.

Setibanya di rooftop, ia melihat Yura sedang duduk sambil membaca sebuah komik. Mungkin karena menyadari kehadirannya, Yura mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Andre. Andre yang ditatap sedikit kikuk, ia kemudian berjalan menghampiri Yura. Jujur saja, selama ia sekelas dengan Yura, Andre baru menyadari bahwa Yura sangat cantik dan imut. Ah, sebelumnya ia juga sadar akan hal itu, hanya saja saat ini benar-benar sangat cantik!

"Hai." Andre tidak tahu harus memulainya dari mana, jadi ia hanya bisa menyapa Yura. Setelah berdiam diri cukup lama, Andre pun memberanikan diri untuk bertanya kepada Yura perihal pertemuan mereka seminggu yang lalu dan kenapa Yura tidak mengadukannya kepada guru.

Hal yang tidak disangka, Yura menjawab dengan tenang. "Karena menurutku itu bukan urusanku."

Ah, ini adalah jawaban yang melegakan dan juga masuk akal. Andre benar-benar bersyukur bahwa Yura memiliki pemikiran seperti itu. Andre tiba-tiba saja mengingat kejahatan yang pernah ia lakukan kepada Yura.

"Yura, itu ... anu, aku minta maaf ya karena pernah jahat ke kamu. Yang waktu aku nyuruh kamu bersihin lapangan basket sendirian sampe kamu pingsan." Jujur saja, walaupun Andre sangat mengharapkan maaf dari Yura, ia tetap akan menerima jika tidak dimaafkan. Karena menurutnya, hal yang dilakukannya itu sedikit sulit untuk mendapatkan maaf.

"Gapapa, lagian udah berlalu kok." Jawab Yura sambil tersenyum walaupun hanya sekilas.

Andre cukup tercengang melihat Yura. Karena pikirannya tentang Yura benar-benar salah. Dan juga, Andre takjub melihat senyum manis Yura. Sepertinya ini adalah kali pertama ia melihat Yura tersenyum seperti itu. Dan tidak tahu bagaimana, tetapi suasananya sudah tidak secanggung tadi. Andre mulai menjelaskan kenapa dia ada di klub malam itu dan apa yang dilakukannya di sana. Sedangkan Yura mendengarkan Andre dengan serius. Bisa dibilang, Yura adalah pendengar yang baik.

Setelah selesai menjelaskannya, Andre menunggu jawaban Yura. Yura terdiam sejenak, kemudian berkata.

"Jadi DJ itu keren, nggak ada yang salah kok selagi kamu nggak ngelakuin hal-hal yang melanggar. Karena mau gimanapun, kamu masih pelajar. Lakuin aja apa yang kamu mau selagi masih hal yang positif."

Andre menatap Yura dengan pandangan kagum. Yura adalah orang pertama yang mendengarkan Andre dan tidak menghakimi seenaknya. Bahkan, Yura mendukung Andre untuk melakukan apapun yang disukainya.

Mereka bercerita banyak hari itu. Tidak, sebenarnya Andre 'lah yang banyak bicara, karena Yura hanya diam mendengarkan dan menjawab sesekali. Dan sejak saat itu, sepertinya Andre mulai menyukai Yura. Ia menyukai Yura sebagai seorang perempuan.

Tetapi, sepertinya ada sedikit halangan karena Yura sudah menjadi pacar Brian. Ah, kenapa perasaan Andre datang terlambat. Tetapi, Andre tidak akan menyerah karena Brian dan Yura masih pacaran, jadi ia masih ada kesempatan untuk merebut hati Yura.

Sebulan setelah pembicaraan mereka di rooftop, Andre berniat untuk menyatakan perasaannya kepada Yura. Ia sudah memikirkan bagaimana harus mengungkapkannya. Tetapi, perasaannya itu tidak pernah bisa ia katakan kepada Yura, sampai kapanpun.

—flashback off—

Andre tetap duduk di taman itu sampai matahari terbit. Saat menyadari bahwa ia sudah sangat lama berada di tempat itu, Andre berdiri dan mengendarai motornya pulang menuju rumahnya. Jaraknya tidak terlalu jauh.

Saat baru membuka pagar rumahnya, ia melihat adik perempuannya yang sedang duduk di teras rumah. Adiknya yang melihat kakaknya pulang, segera berlari ke arah Andre dan memeluknya. Ia menangis di pelukan kakaknya.

"Aku takut kakak nggak pulang lagi." Ucap adiknya sambil terisak.

"Jangan nangis, yang penting sekarang kakak udah pulang." Jawab Andre dengan suara yang hampir seperti bisikan. Ia hanya bisa menenangkan adiknya karena rasanya sangat menyakitkan saat melihat adiknya menangis. Saat adiknya sudah tidak menangis lagi, baru ia melepaskan pelukannya.

Tak lama setelah itu, orang tua Andre keluar dari dalam rumahnya. Papa Andre berjalan menghampirinya dan memeluknya. Andre sedikit terkejut karena awalnya ia mengira papanya akan memukulnya.

"Maafin papa ya. Papa nggak pernah mengira bahwa apa yang papa lakukan itu buat kamu nggak nyaman. Maaf."

Andre hanya bisa terdiam mendengarkan permintaan maaf papanya. Ia bingung harus merespon seperti apa. Karena ini sangat mendadak.

Ia berpikir, apakah papanya sudah menyadari segalanya setelah apa yang Andre ungkapkan tentang kakaknya tadi malam?

"Mulai sekarang, papa bakal dukung apapun yang kamu lakukan asalkan itu positif. Kamu mau maafin papa, 'kan?"

Kalimat ini ... mirip dengan apa yang Yura katakan. Andre tetap diam sambil menatap papanya. Detik berikutnya, ia mengangguk dan memeluk papanya. Mama Andre yang sedang menyaksikan suami dan anaknya itu juga ikut menangis.

Jujur, Andre saat ini sangat bahagia saat papanya mendukung apapun yang ia lakukan. Permintaan maaf yang ingin ia dengar sejak lama, kini terwujud juga. Papanya yang memulai semua rasa sakit yang ia rasakan, kini menjadi penyembuh dari rasa sakit itu sendiri.

*

Siang harinya, Brian bersama teman-teman The Clouds-nya berada di rumahnya sekarang. Brian mengajak teman-temannya itu ke rumahnya karena ia mau menunjukkan sesuatu.

"Sebelum markas kita diperbaiki, kita latihan di rumahku aja dulu. Kita pakai alat musik di sini." Ucap Brian sambil menunjukkan sebuah ruangan di rumahnya yang akan menjadi tempat latihan mereka.

"Wah, gila nih merek mahal semua." Celetuk Gilang.

"Ya ini hasil nabung juga sih. Kebanyakan hadiah dari kak Felix sama orang tuaku."

"Makasih ya, Bri. Karena udah mau kasih tumpangan kita tempat latihan sekaligus minjemin alat musiknya." Kata Reza sambil menekan tuts piano secara asal.

"Sama-sama. Lagian ini juga untuk band kita. Hm, kita mulai latihan sekarang aja ya?" Usul Brian yang disetujui teman-temannya.