webnovel

1.

Masih di depan cermin, memoleskan berbagai macam produk yang dirasa perlu untuk mempercantik diri. Dengan telaten, jarinya bergerak memeta setiap inchi wajahnya agar tidak terlewat barang sedikit pun. Walaupn ia tau bahwa walau tanpa semua ini dia akan tetap cantik. Tapi tidak ada salahnya kan memberi kesan di hari pertama?

"Kim Seora, mau sampai kapan kau berdandan? Kau ini mau kuliah, bukan mau menjual diri."

Presensi di depan pintu itu bersuara setelah sejak tadi hanya memperhatikan sang adik yang tak kunjung selesai dengan acara di depan cermin. Sudah sekitar 10 menit dia berdiri di ambang pintu, tapi yang ditunggu tidak kunjung beranjak. Sebenarnya apa yang dia dandani sampai memakan waktu yang begitu banyak.

"Cepat turun dan sarapan, aku akan mengantarmu." katanya sambil berlalu.

Yang di perintah hanya berdecak, "Mulut Kim Seokjin itu benar-benar tidak bisa dijaga. Apa dia baru saja mengatakan 'menjual diri'? Wahh, sulit dipercaya dia mengatakan hal semacam itu pada adiknya."

Tidak ingin membuat sang kakak murka, Seora akhirnya beranjak dan segera menuruni tangga menuju meja makan. Terlihat lelaki itu tengah menata makanan di meja. Lelaki tampan, mapan, dan pandai memasak, bukankah sangat cocok untuk dijadikan suami? Seora bahkan sering kali berfikir, gadis mana yang beruntung bisa menikah dengan kakaknya kelak. Hah, andaikan mereka bukan saudara, mungkin dia akan mengajaknya menikah.

Mendudukkan diri di depan kakaknya, Seora mulai melahap sarapan paginya. Nasi goreng kimchi buatan sang kakak yang tidak pernah mengecewakan. Meski sudah sering menyicipinya, tapi gadis itu tetap saja berdecak kagum akan cita rasa yang benar-benar pas. Bagimana bisa ada lelaki sesempurna ini?

"Wahh, rasanya benar-benar luar biasa." katanya sambil terus melahap apa yang ada didepannya sampai habis tak bersisa. Yang dipuji hanya menyungginggkan senyum.

"Kau betah kan tinggal disini denganku?"

"Ya mau bagimana lagi, oppa yang memaksaku tinggal disini."

Terhitung genap seminggu Seora menempati hunian ini dengan sang kakak. Beberapa tahun belakangan ini ia tinggal di Busan dengan neneknya. Tapi neneknya meninggal saat tepat sebulan Seora masuk universitas.

Ibu Seora sudah meninggal dalam kecelakaan saat Seora berumur 12 tahun. Sejak saat itu pun, sang ayah membenci Seora. Mengatakan bahwa dia adalah penyebab kematian ibunya. Setiap bertemu dengan ayahnya, sumpah serapah tak pernah absen dari mulut sang ayah. Bahkan dia tak segan melukai fisik Seora, sampai dia memiliki trauma.

Setelah kematian ibunya, ayahnya pergi meninggalkan kedua anaknya dirumah orangtuanya. Yang dia pikirkan hanya pekerjaan. Bahkan hampir tidak pernah menengok anaknya barang sekali pun. Sampai akhirnya saat itu Seokjin akan masuk SMA. Ayahnya membawanya ikut ke Seoul, tanpa membawa Seora. Selama SMA Seora tinggal dengan neneknya. Setiap ayahnya sedang melakukan perjalanan bisnis, Seokjin selalu mengunjungi rumah neneknya. Tentu saja tanpa sepengetahuan ayahnya. Ayahnya bisa murka kapan saja jika tau itu.

Sebenarnya Seokjin sudah mengajaknya untuk tinggal disini sejak lama, tapi Seora selalu menolak. Bahkan saat neneknya meninggal, dia tetap keras kepala ingin tinggal disana walau sendirian. Sampai pada akhirnya Seora menyerah dan menyetujui ajakan kakaknya untuk pindah ke Seoul untuk tinggal bersama. Alasannya karena ia tidak tahan diteror oleh kakaknya yang setiap hari mengirim pesan dan menelepon menanyakan semua kegiatan gadis itu. Apakah kakanya itu pikir dia anak kecil yang tidak bisa menjaga diri?

"Ini caraku untuk menjagamu."

"Kau pikir aku bisa hidup tenang sementara pikiranku selalu khawatir padamu yang tinggal sendirian jauh disana?"

"Tidak tau kemungkinan apa saja yang akan terjadi disana, jika terjadi sesuatu padamu aku bisa menyesal seumur hidup."

"Iya-iya aku paham. Hentikan omonganmu itu. Masih pagi sudah cerewet, sebaiknya kita segera berangkat."

***

Kedua kakak-beradik itu sedang menunggu pintu besi didepannya itu terbuka. Unit apartemen mereka berada di lantai atas, jadi perlu waktu untuk turun kebawah. Butuh beberapa menit sampai akhirnya denting lift berbunyi dan terbuka. Tak me unggu waktu lama, mereka segera masuk kedalah kotak besi itu.

"Tunggu!!!"

Seora yang berada di dekat pintu segera menekan tombol untuk menahan pintu tetap terbuka setelah mendengar teriakan dan melihat seseorang yang tengah berlari ke arahnya. Lebih tepatnya ke arah lift. Setelah berhasil masuk, pintu lift tertutup.

"Oh, Yoongi. Bangun kesiangan lagi?"

"Iya, semalam aku minum dengan anak-anak." Ucapnya sembari menengok pada orang yang mengajaknya bicara. Sekilas matanya melirik pada presensi seorang gadis yang nampak asing di matanya. Mengerti akan arah tatapan Yoongi, Seokjin menggeser posisi agar sang gadis terlihat.

"Kenalkan ini Seora, adikku. Mulai minggu lalu dia tinggal bersamaku."

Merasa namanya disebut Seora yang sejak tadi hanya diam segera menoleh pada kedua lelaki itu. Matanya mengarah pada lelaki pucat disebalah kakaknya itu. Memang tidak setampan kakaknya, tapi cukup manis untuk seorang lelaki dengan wajah seputih kapas dan bibir yang merekah bak buah delima, apakah rasanya juga manis? Pikiran Seora terlalu jauh.

"Halo, aku Kim Seora."

Seora memperkenalkan diri didengan senyum yang canggung. Matanya masih setia menatap lelaki yang tak kunjung merespon ucapan perkenalannya itu. Sepersekian detik lelaki itu segera membuang pandangannya, membawanya menatap lurus ke depan.

"Min Yoongi." ucapnya datar.

Tolong siapapun pukul kepala Seora, dia tak habis pikir bagaimana bisa lelaki itu memperkenalkan diri dengan begitu acuh? Bahkan memberi senyum pun tidak. Oh jangan lupakan juga fakta bahwa lelaki itu sama sekali tidak mengucapkan terimakasih pada Seora setelah tadi ia menahan pintu lift untuknya.

Wajahnya yang pucat itu sangat cocok dengan kepribadiannya, bagaimana bisa..

Ucapan Seora dalam hati itu terpotong setelah terdengar bunyi ponsel berdering yang ternyata milik Seokjin. Tak butuh waktu lama sang pemilik segera menjawab panggilan itu.

"Ya, kenapa?

"…."

"Oh benarkah? Kalau begitu aku akan segera sampai kesana."

"…"

"Baiklah."

Bersamaan dengan berakhirnya panggilan tersebut, pintu lift berdenting dan terbuka menandakan mereka telah sampai dilantai paling bawah.

"Seora-ya, bosku tiba-tiba memajukan jadwal meeting jadi aku tidak bisa mengantarmu lebih dulu. Kau tau kan arah universitas dan kantor berbeda."

"Baiklah tidak apa-apa, aku bisa naik bus."

"Tapi kan kau tidak tahu rute bus kesana."

Benar juga, dipikir-pikir Seora memang tidak tau jalanan dikota ini. Wajar saja dia kan memang pendatang baru. Kepindahannya ke universitas yang baru ini semua kakaknya yang mengurus, dia hanya tinggal terima beres. Bahkan ia belum pernah menginjakkan kaki disana, jadi ini benar-benar kali pertama.

"Tidak apa-apa nanti aku bisa berta.."

"Oh Yoongi-ya, kalian kan satu universitas jadi tolong bawa adikku sekalian bersamamu ya."

Ucapan Seora hatus terpotong dengan ide gila kakaknya itu. Apa katanya tadi 'bawa sekalian'? Apa dia pikir adiknya sebuah barang yang seenaknya bisa dibawa sembarangan orang.

"Tidak oppa, aku bisa sen.."

"Tidak-tidak, aku tidak ingin kau tersesat dan hilang. Yasudah kau ikutlah dengan Yoongi, aku pergi dulu." Ucapnya sambil meninggalkan kecupan di puncak kepala sang adik dan berlalu pergi.

Meninggalkan dua insan manusia yang saling terdiam mematung. Seora tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Yoongi bahkan tidak menjawab permintaan Seokjin yang memintanya untuk membawa Seora.

"Maaf tapi jika kau keberatan aku bi.."

"Cepatlah."

Tidak tapi kenapa daritadi semua orang memotong ucapannya. Apakah ucapannya tidak diperlukan disini? Seora hanya mendengus kesal menatap punggung Yoongi yang perlahan menjauhinya berjalan ke arah mobil milik pemuda itu. Mau tidak mau Seora harus mengikutinya. Andai saja dia tau jalanan disini, bisa dipastikan dia tidak akan sudi satu mobil dengan manusia es ini.

Disinilah Seora sekarang, duduk diseblah Yoongi. Pandangannya fokus menatap jalanan dibalik kaca, mencoba menelusuri dan menghafal setiap detailnya. Bisa saja kejadian seperti ini bisa terulang kapan saja. Tapi tentu saja Seora tidak berharap ini terjadi lagi.

Satu mobil dengan Yoongi benar-benar berat untuknya. Bagaimana tidak, lelaki itu bahkan tidak pernah mengalihkan pandangannya dari jalanan didepan sana dengan wajah datarnya itu. Siapapun yang melihatnya pasti ingin sekali menampar wajah tanpa ekspresi itu.

Tadinya Seora sempat mengajukan beberapa pertanyaan untuk memecahkan suasana diantara mereka, tapi hanya di jawab dengan deheman seperti benar-benar tidak niat menjawab. Jadi akhirnya Seora memutuskan untuk diam seperti sekarang. Ia tidak mau emosinya makin memuncak dan mencakar lelaki di sampingnya ini. Saat ini dia harus meredam emosinya karena dia sadar bahwa Yoongi sudah bersedia pergi bersama dengannya.

'CKITTTTT!!!'

Baru juga meredam emosi, lagi-lagi emosi Seora harus naik lantaran tiba-tiba dan tanpa aba-aba Yoongi menghentikan mobilnya dipinggir jalan. Hampir saja kepalanya terbentur dashboard didepannya. Apa lelaki ini berniat membunuhnya?

"Kau turunlah disini."

Seora menoleh pada Yoongi, matanya menatap nyalang pada lelaki itu. Emosinya sudah berada di ubun-ubun sekarang, siap meledak kapan saja. Baru saja membuka mulut ingin menanyakan maksut dari ucapan Yoongi, lelaki itu segera menoleh pada Seora.

"Aku punya banyak fans, jika mereka melihatmu turun dari mobilku mungkin mereka akan menjambak rambutmu."

Rasanya seora benar-benar ingin menampar mulut lelaki di depannya ini. Itu adalah kata-kata paling panjang yang keluar dari mulutnya hari ini. Tapi apa katanya tadi,banyak fans? Wahh, Seora menganga hampir tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Dimana lelaki ini mendapatkan semua kenarsistikan itu. Dia pikir apakah dia se keren itu untuk mempunyai banyak fans. Muka pucat dan datar seperti itu siapa yang akan suka.

Tanpa menjawab Seora segera melepaskan seatbelt dan berniat segera keluar dari mobil itu. Ia bahkan tidak perduli dimana tempatnya berhenti ini, yang ia inginkan hanya segera menjauh dari orang sinting disampingya ini.

"Baiklah. Terimakasih atas tumpangannya, Tuan Banyak Fans!" Ucapnya sambil menutupㅡtidak, lebih tepatnya membanting pintu mobil itu. Sumpah serapah tak henti-hentinya Seora keluarkan saat mobil Yoongi berlalu begitu saja melewatinya.

"Dasar laki-laki tidak punya hati."

******