webnovel

Mimpi Aneh

Hana berlari dari kejaran puluhan serigala yang siap memangsanya, deru nafasnya mendera, peluh keringat membasahinya, nafas tersengal berlarian tanpa arah tujuan.

"Di mana ini, apakah aku sudah mati? Tolong siapa saja ..., tolong akuuuu ..., aku masih belum mau mati ...," batin Hana berteriak hebat, airmatanya mengalir dengan deras sampai dia tersungkur di tanah berumput.

"Kau mau lari kemana lagi, kemana pun kau berlari, kau tetap tidak akan ku-lepaskan," teriakan laki-laki menggema di udara dengan keras.

Hana membalikkan tubuhnya, seketika dia tersentak, hening, puluhan serigala yang mengejarnya lenyap, berganti dengan puluhan prajurit dan seorang pria di hadapannya menatapnya dengan tajam.

"Si-si-apa kalian?? Dimana aku?" merangkak mundur ketika laki-laki tadi terus menghampirinya.

"Kau ..., kau melupakanku? Aku ..., Eliot suami-mu," bersujud meraih tangan Hana dan menciumnya ...

Hana tersentak, terbangun dari mimpi. Mimpi buruk. Bahkan mimpi itu terasa sangat nyata baginya.

Akh, ini karena aku terlalu banyak minum semalam.

Hana membenarkan posisinya, duduk di tepi ranjang, meraih gelas berisi air di samping ranjang tidurnya. Meletakkan gelas tadi dan berdiri. Baru selangkah dia berjalan, Hana meringis kesakitan, melihat telapak kakinya yang kotor dan penuh luka seperti dia habis berlari tanpa mengenakan alas kaki.

"Apa ini? Dari mana aku, kakiku sakit sekali," berjinjit perlahan memasuki kamar mandi.

Ponsel Hana berdering saat dia mengenakan baju, dia lirik Rani yang menelpon.

"Hanaaa," teriakan Rani dari sebrang telpon, Hana menjauhkan ponselnya sebentar sebelum dia menjawab telpon Rani.

"Iya Ran, ada apa?'

"Kau sedang apa, temani aku keluar, sekarang," pinta Rani.

"Kau di mana sekarang?"

"Aku di salon langganan, cepatlah ke sini, aku bete nih sendirian"

"Iya, aku ke sana sekarang"

Hana meraih tasnya di meja, melirik kembali kakinya.

Sepertinya aku harus ke apotik dulu, batin Hana.

Hana mengunci pintunya, berjalan menuruni tanga perlahan, kakinya masih terasa sakit. Ia berdiri tak stabil di depan gedung sewaannya menunggu taksi. Sebuah taksi berhenti di hadapannya, Hana membuka pintunya, saat dia akan menutup pintu taksi Hana terkejut karena ada seorang pria masuk bersamanya.

"Ah, maaf, anda yang memberhentikan taksinya ya," Hana yang canggung, malu sendiri menerobos masuk ke taksi.

Lelaki tadi hanya menatap Hana. Hana yang merasa tidak enak, "Kalau begitu saya yang keluar, sekali lagi maaf ya," lelaki tadi bergeser sambil mengusap hidungnya, membuka pintu..

Hana keluar menahan sakit di kakinya, lelaki tadi melirik kaki Hana yang berdiri tidak stabil, berjalan melewati laki-laki tadi.

"Kau mau ke mana," lelaki tadi menarik lengan Hana menghentikan langkah Hana.

"Aku mau ke apotik depan, kakiku sedang sakit," tatap Hana, melihat wajah lelaki di hadapannya seolah ada dejavu yang terlintas di ingatan Hana, namun bayangannya masih terasa samar.

"Masuk-lah," membuka kembali pintu taksi.

"Ti-tidak usah, saya masih bisa menunggu taksi yang lain kok," tolak Hana.

Lelaki tadi mendelik tajam tiba-tiba, "Aku bilang masuk," perintahnya tidak bisa di tolak, Hana tambah terkejut ketika dia masih berdiam diri dan lelaki tadi menariknya masuk ke dalam taksi.

Apa ini, siapa dia, memerintahku dengan seenaknya. Batin Hana.

" Apotik lampu merah pertama, Pak" ucap lelaki tadi berbicara kepada sopir taksi.

Hana hanya meliriknya, ponsel Hana kembali berdering, Hana merogoh tas dan mengangkat telponnya.

"Kau di mana Han, kok lama sekali," suara Rani dari semberang telpon.

"Tunggu sebentar ya Ran, aku mampir ke apotik dulu," sahut Hana setengah berbisik melirik lelaki di sampingnya yang terus memandanginya tanpa berkedip.

"Apotik, kau sedang sakit," suara Rani terdengar Khawatir.

"Tidak, nanti aku ceritakan ya, aku tutup sekarang," Hana mematikan ponsel dan memasukkan ke dalam tasnya.

Suasana hening bercampur canggung, karena tatapan mata lelaki tadi seolah ingin menerkam Hana seperti makanan. Tak lama taksi berhent,

"Terima kasih, Tuan, saya turun di sini saja," Hana mengeluarkan dompet memberikan uang kepada sopir taksi, suara dehaman dari lelaki tadi membuatnya tak berani menerima uang dari Hana, Hana melirik kembali orang tadi yang menatapnya, segera memasukkan uang dan dompet ke dalam tasnya, mencoba membuka pintu di sebelahnya, namun tak bisa dia buka, namun lelaki tadi tetap tak bergeming.

"Maaf, Nona pintu yang itu rusak, Nona hanya bisa bisa menggunakan satu pintu," melirik ke arah lelaki tadi.

Hana membalikkan tubuhnya lagi, "Maaf, Tuan, saya numpang lewat dan terima kasih atas tumpangannya," duduk Hana bergeser ke arah lelaki tadi, meminta untuk keluar.

GREEPP!! Lengan Hana di cengkram, "Berikan hal lain sebagai pengganti ongkosmu," Hana memundurkan tubuhnya.

"Apa maksudmu, Tuan, tolong beri saya jalan Tuan, teman saya sedang menunggu," pinta Hana terus menjauhkan tubuhnya dari lelaki tadi, sepersekian detik Hana melihat mata lelaki tadi berubah warna.

"Tu-tuan, kenapa dengan mata anda," lelaki tadi tersentak atas ucapan Hana, tangannya meraih pintu, membuka, turun dan mempersilahkan Hana keluar. Hana berlari tertatih memasuki apotik, tak berani menengok ke belakang lagi.

BRAAKK!! Pintu taksi tertutup, seketika berubah menjadi mobil hitam yang sangat mewah.

"Sial, aku kehilangan makan siang lagi," ucapnya geram, matanya kembali berubah warna.

"Anda bisa makan camilan yang sudah saya siapkan, Tuan," ucap si sopir taksi yang sudah berubah wujud.

"Baiklah, kita makan camilan dulu, sebelum aku makan makanan utama-ku," seringai lelaki tadi, mobil pun melesat, menghilang dalam keramaian.

Hemm, padahal aku semalam sudah mendatanginya, tapi sepertinya dia belum mengenaliku.

"Kau beli apa sih, Han," tanya Rani dari bangku creambath saat melihat Hana masuk tertatih.

"Aku beli salep, kaki-ku sakit sekali," Hana yang duduk, melepaskan sepatunya, memeriksa kondisi kakinya.

"Kau terluka di mana sih," Rani duduk menghampiri Hana, ia menyeringit ketika melihat kedua kaki Hana lebam penuh luka.

"Aku juga nggak tahu Ran, saat terbangun tadi pagi, tahu-tahu kakiku seperti ini, padahal pas pulang semalam nggak apa-apa, hanya saja semalam aku mimpi, mimpi aneh ...," sambil mengoleskan salep di kakinya, Hana mencoba mengingat kembali mimpinya, namun yang terlihat hanya gambaran buram, dia tak bisa lagi mengingat mimpinya.

"Sudahlah, nggak usah di pikirkan ..., ngomong-ngomong semalam kamu pulang dengan siapa," selidik Rani.

"Dengan Morris, dia menjemputku," sahut Hana.

"Benarkah, hari ini kau ada janji dengannya"

"No,no, dia bilang hari ini ada meeting bertemu dengan klain," Hana yang menggeleng sambil memasukkan sisa salep ke dalam tasnya.

"Jadi kau free dong," Hana mengangguk

"Oke, kalau begitu habis ini kita nonton dan belanja sampai puas," Rani yang sudah selesai dengan aktifitas salonnya langsung menggandeng Hana keluar dari salon.

Hana menghabiskan waktu dengan menonton dan berbelanja, kaki sakitnya seakan hilang kalau sudah menikmati hal seperti itu. Yang Hana tidak tahu, kemana pun dia pergi seseorang terus mengintainya dari kejauhan, Terus mengikuti kegiatan Hana.

Saat Hana sedang mengantri minuman, seseorang mengambil kesempatan berdesakkan, kaki Hana yang memang masih sakit, berdiri tidak stabil terdorong ke belakang, tubuh Hana hampir terjatuh, namun sesorang lelaki menariknya dengan cepat sehingga Hana terjatuh di pelukannya, dan tanpa sengaja bibir Hana menyentuh bibir lelaki tadi. Mata mereke beradu, Hana tersentak, segera menarik tubuhnya dari lelaki tadi.

"Ma-maaf, tidak sengaja," ucap Hana yang masih duduk di atas tubuh lelaki tadi. Lelaki tadi menekan rasa dalam tubuhnya,

"Sampai kapan kau akan tetap di situ," seringainya menatap Hana tajam.

"Hah," Hana tersadar dan segera bangkit dari tubuh pria tadi, berdiri dengan kaki tidak stabilnya. Lelaki tadi membereskan bajunya. Hana menatap lelaki di hadapannya, yang ternyata lelaki yang memberikannya tumpangan saat dia akan ke apotik.

"Kau'' tunjuk Hana, lelaki tadi meninggalkan Hana.

Cih, dia pergi. Apa maksudnya, aku juga di rugikan tahu, itu kan ciuman pertamaku. Batin Hana.

"Ada apa Han," Rani yang menghampiri karena lama menunggu Hana yang tak kunjung datang dengan minumannya.

"Ah, tidak apa-apa, tadi ada yang mendorongku"

"Kau tidak apa-apa Han, mana yang terluka" Rani yang segera memeriksa kondisi Hana, khawatir.

"Tidak, ta-pi minumannya aku belum dapat, tuh masih ngantri" Hana yang melirik ke arah antrean minuman tado.

"Ya ... sudah, kau tunggu di sana, aku saja yang antri minumannya ya," Rani menunjuk kursi tunggu di dekat eskalator. Hana menuruti dan berjalan duduk di kursi yang di tunjuk Rani.

Hana menyandarkan tubuhnya sambil matanya berkeliling ke sana kemari.

"Nih," Rani yang sudah kembali dengan dua minuman di tangannya.

'Makasih ya Ran" Hana menyeruput minumannya dan melanjutkan matanya yang berkeliling tadi, dan,

"Uhuk, uhuk!!!" Hana tersedak, " Kenapa Han," Rani berbalik, segera menepuk punggung Hana yang tersedak, tangan Hana menunjuk sesuatu.

"Apa Han,"

"It-itu, orang itu" Hana yang gelagap ketakutan, karena orang yang menolongnya tadii saat jatuh sedang menatapnya dengan tajam.

"Orang, orang yang mana Hana, tidak ada orang" seketika Hana melihat ke tempat mereka tadi saling bertatapan. Kosong. Hana celingak celinguk sendiri.

Hiihh, apa aku salah lihat tadi. Tengkuk Hana bergidig.

***

Bersambung