webnovel

Suamiku Duda Muda

"Apa!" Lisa melebarkan matanya. "Aku harus mau nikah sama dia, si duda itu, haruskah?" Siang itu tanpa badai, Lisa harus menerima permintaan kedua orang tuanya untuk menikah sekaligus menjadi istri kedua dari seorang pemuda yang baru saja berpisah dari istrinya, namanya Gionino. Hanya berbekal hubungan baik keluarga yang tercipta diantara kedua orang tua mereka, urutan bisnis memang nomor satu. Ancamannya kalau dia tidak mau, perusahaan ayahnya yang sudah mulai goyang itu akan jatuh, tak akan bisa bangun lagi. Tapi, kenapa harus dengan anak terakhir mereka, bukan yang pertama, bahkan belum menikah. "Ica!" "Lisa, namaku Lisa!" dia pasti jahat pada mantan istrinya sampai digugat begitu. Lisa yakin. Bagaimana kehidupan rumah tangga mereka? Apa Lisa bisa menerima dan tahu alasan rahasia suaminya menjadi duda diusia muda? Mohon dukungannya, semua. Spesial dari Pelantun_Senja.

Pelantun_Senja · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
32 Chs

Tidur Denganku

Keahlian tangan Gio memang tak terpatahkan, mungkin koki di hotel terkenal akan mengakuinya, entah darimana keahlian itu menurun pada Gio, mau menyamakan pada orang tua dan saudara, sejak mereka menikah hari itu, Gio tak pernah lagi membahas masalah keluarga di depan Lisa.

Satu lagi, Gio tak pernah menjawab kala kakaknya bertanya apa Lisa sudah hamil atau belum, seolah pertanyaan itu adalah bara api yang ingin Gio lemparkan balik pada mereka yang bertanya.

Kadang aku gelisah apa dia benar-benar cinta, Lisa.

"Gi, kecap asinnya bagaimana, perlu aku tambahkan tidak?" bertanya sambil meletakan dagunya di bahu Gio, itu ucapan terima kasih dalam bentuh sentuhan.

Gio tidak menjawab, tapi dari embusan napasnya yang teratur dan lirikan ramahnya, Lisa bisa mengartikan kalau itu disetujui, dia lantas meninggalkan kecupan di pipi kanan Gio sebelum mengambil kecap asin sebagai pelengkapnya.

Dia senyum, Lisa tahu itu.

Walau bibir Lisa bekas minyak gorengan sekalipun, Gio tak akan menghapusnya, baru Gio hapus kalau mau tidur, dia pamerkan pada orang di luar sana kalau itu kecupan dari Lisa.

"Mbak Linda, sabar ya, suamiku memang suka begitu orangnya." itu yang selalu Lisa katakan pada tetangga-tetangga.

Gio dan Lisa terbilang akrab dengan tetangga meskipun mereka hanya sekali dua kali ke luar rumah dalam satu bulan, kebanyakan di dalam rumah kalau akhir pekan, atau kalau tidak ke rumah orang tua Lisa, menginap di sana. Tapi, sekalinya Gio dan Lisa ke luar pasti ada banyak makanan dan minuman yang mereka bagikan, itu yang membuat mereka akrab.

"Enak sekali, Gi, ya ampun!" Lisa mengerjap, tangan suaminya itu luar biasa, karunia-Nya. "Aku mau makan satu baris ini semua!" sudah menandai.

Gio hanya mengangguk dan tersenyum, malam menjadi indah selepas bekerja kalau ada Lisa di dekatnya, bukan sengaja mengikat istrinya itu, dia hanya ingin Lisa tahu dari semua keraguan yang ada itu tidak beralasan, dia murni ada di sini untuk Lisa meskipun istrinya itu masih berandai-andai akan pernikahan yang telah mereka rajut itu.

"Aku saja yang cuci piringnya, Gi. Itu bentuk terima kasih karena makanan malam ini, eheheheh."

Gio yang tak terlalu banyak bicara hanya mengusak kepala Lisa sebelum akhirnya dia pergi ke ruang kerja, menyelesaikan tanggung jawabnya hingga nanti bisa pergi tidur dengan nyenyak di samping istrinya.

"Gi," panggilnya, terdengar Ji, bukan Gi karena itu yang Gio contohkan diawal, pembacaan huruf bahasa asing. "Apa aku boleh menonton drama setelah ini?"

"Kewajibanmu sudah?" yang Gio maksud adalah beribadah. Lisa mengangguk, kalau itu sudah, maka dia beri izin sang istri untuk pergi tidur.

Gio habiskan separuh malamnya di sini, Lisa pernah mengatakan kalau ruang kerja itu adalah istri sebenarnya Gio di sini karena Gio betah sekali di sana sepanjang malam seolah tak merindukan Lisa.

Perlahan Gio ingat dalam renungannya di depan layar laptop menyala terang itu, pertama kali dia menyentuh dan membuka tubuhnya di depan seorang perempuan, dia itu Lisa, pertama kali di depan mata Lisa yang juga hampir terjungkal karenanya.

"Ayo, tidur denganku, Ica!" niatnya mengajak, bukan memerintah, tapi karena dia kaku akhirnya dia seperti terdengar memerintah Lisa.

Lisa yang merasa masih baru pertama kali menikah dan masih gadis tentunya terkejut, kedua tangan meremat ujung seprei, sedang kakinya mencengkram tipis selimut itu.

"Kam-kamu bisa tidur di sebelah sini, Gi. Seperti kemarin kan, waktu kita ada di rumahmu, sini!" menepuk sisi ranjangnya yang kosong.

Memangnya tidur itu bisa diartikan dengan apalagi, begitu batin Lisa.

Gio menyeringai, kedua tangannya dengan sigap membuka kancing piyama tidurnya, satu per satu dia buka dan akhirnya terlepas tepat di depan Lisa, bisa Lisa lihat tubuh sempurna suaminya itu, dia tahu Gio menahan malu, dia juga malu, fokus pada malunya sendiri-sendiri.

"Gi, kenapa lepas baju?"

"Aku kan mengajakmu tidur denganku, tidur denganku, Ica!" menjawab sambil melepas celananya, menyisakan celana boxer pendek yang langsung membuat Lisa merona. "Buka bajumu!" titahnya.

"Gi, aku, aku, aku rasa kita tidur bersampingan begini saja, bagaimana? Kan sama saja seperti kita tidur bersama, aku tidur denganmu, iya kan?"

"Beda, Ica. Lepas atau aku tarik kakimu ya!" mengancam.

Lisa masih belum ada pergerakan, bola matanya terlihat begitu panik, bergerak ke satu sudut ke sudut lainnya, keringatnya pun ke luar sebiji-biji jagung.

Ini gila kalau sampai mereka melakukan hubungan suami-istri sedang belum ada yang jatuh cinta di sini.

"Ica!"

"Iya, aku buka!" menjawab sambil berteriak, terkejut sendiri.

Lisa lantas melepas kancing piyamanya, Gio sudah merangkak ke sampingnya, baru dua kancing saja dia gentar, gemetar hebat seperti orang yang tengah demam tinggi, dia menggigil di sini.

"Ica," panggilnya berbisik di samping telinga Lisa.

"Iy-iya, Gi?" belum melanjutkan kancing ketiganya, dia urungkan, dia kancingkan lagi, siapa tahu suaminya berubah pikiran.

Ini rumah kedua orang tua Lisa, dia berteriak tadi saja pasti menjadi bahan omelan ibunya esok pagi, belum kalau dia mandi dan ke luar kamar dengan rambut basah.

Aargghh,

Pasti malu sekali!

"Gi-Gi ...." mau berteriak lagi, Gio menempelkan bibirnya di bahu terbuka Lisa, dia yang menurunkan tadi, membuka baju Lisa lalu membuat istrinya itu sembunyi ke balik selimut, bahkan udara pun tak Gio izinkan menikmati tubuh istrinya malam ini.

Hup,

Lisa terperangkap, suaminya sudah ada di atasnya, setengah menindih dirinya yang kecil itu.

"Ica, aku minta padamu, malam ini jangan pernah kamu lupakan, ingat aku dan hanya aku saja, Ica. Aku sama sepertimu yang hanya aku!"

Lisa tidak bisa berfikir jernih.

"Ica, aku mulai sekarang ya, cakar aku kalau kamu sakit, tapi maafkan aku, Ica."

Dan malam itu terjadi seperti yang ada di bayangan Lisa juga keinginan di hati Gio. Walau di posisi yang perih, Lisa bisa melihat wajah senang suaminya itu, mata Gio yang berkaca-kaca setelah menerobos dinding kegadisannya dan menerima cengkraman di bahunya yang putih itu.

Tok, tok, tok ....

"Ica, sudah tidur?" masih suka berlaku seperti tamu.

Lisa membuka mata, baru saja dia berniat tidur setelah memainkan ponselnya, membalas chat dari teman-teman lucunya.

Jeglek,

"Gi-" tidak bisa berbicara, Gio menjatuhkan kepalanya di bahu Lisa. "Lelah ya? Tidur ya, Gi. Ayo!" sambil mendekap, Lisa tarik masuk tubuh itu, menutup pintu dan dia dorong sampai berbaring di ranjang. "Aku tadi main medsos sebentar, Gi. Tapi, sumpah aku tidak membuat akun, hanya melihat-lihat akunmu." mengaku daripada dimarahi nantinya, hanya ada satu akun sesuai aturannya, media sosial Gio saja.