webnovel

Pesta Pernikahan

Acara pernikahan Theo dan Reina akan segera di laksanakan, tepat di hari ini mereka akan menikah dan mengucapkan janji suci.

Di sebuah ruangan, Reina sudah siap dengan gaun yang telah melekat di tubuhnya juga riasan natural yang menambah kecantikan parasnya.

Nathan dan Edwin menghampiri Reina. "Cantik sekali putri Ayah." Reina tersenyum begitu melihat ayah juga adiknya.

"Wah Kak Reina cantik sekali." Puji Nathan melihat penampilan kakaknya.

Reina lagi tersenyum, "Terima kasih."

"Bersiaplah sayang, acaranya akan segera di mulai."

"Ayah." Reina menatap ayahnya sendu.

"Iya sayang." Edwin menatap Reina dengan lembut dan penuh kasih sayang.

Reina tersenyum, air matanya ingin keluar, tapi Reina berusaha menahannya, lalu Reina berkata, "Sebenarnya aku ragu Ayah," ungkap Reina.

"Aku lebih ragu lagi." Nathan ikut menyuarakan pendapatnya.

"Nathan diam." Mendapat teguran dari ayahnya, alhasil Nathan memilih diam, jika tidak, dia pasti akan kena marah.

"Sayang dengarkan Ayah, ini adalah jalan terbaik untukmu, Theo akan memberikan apa yang tidak bisa Ayah berikan. Entah itu harta, jabatan, maupun kebahagian, maafkan Ayah Reina, Ayah belum bisa membahagiakan mu."

"Ayah, maafkan Reina juga, karena selama ini Reina hanya menjadi beban untuk Ayah." Air mata Reina jatuh.

"Tidak sayang, justru berkat kamu, Ayah dan Nathan masih hidup, kamu adalah anak juga kakak terbaik untuk kami." Edwin memeluk tubuh Reina dengan erat.

"Benar apa kata Ayah, Kak Reina." Nathan tersenyum melihat ayah dan kakaknya, Edwin lalu melepas pelukannya.

Kini Reina memeluk sang adik, "Nathan, tolong jaga Ayah dengan baik, Kakak tidak bisa lagi menjaga Ayah."

"Iya Kak Reina."

Reina melepaskan pelukannya, "Ingat jangan bertengkar."

"Kalau soal itu aku tidak jamin." Nathan tersenyum kecil.

"Kamu harus mengalah."

"Tidak bisa begitu."

"Anak nakal, dengar apa kata kakak mu," tegur Edwin.

"Ya baiklah, demi Kak Reina." Reina tersenyum.

Reina, Nathan dan Edwin saling melepaskan rindu, sebelum status Reina berubah, dan mungkin mereka tidak akan bisa bertemu setiap hari. Ketika Reina sudah menjadi istri sah dari Theo, maka Reina akan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk suami, bukan lagi ayah atau adiknya.

.

.

.

Theo sudah siap dengan tuxedo yang dia kenakan, Adya mommy nya dengan setia menemani Theo putranya.

"Sayang."

"Iya Mommy."

Taehee memeluk tubuh Theo, "Mommy sangat senang, akhirnya tiba juga hari yang sangat Mommy nantikan."

Theo mengusap punggung Adya pelan, lalu Adya melepaskan pelukannya.

"Bagaimana dengan Safira, apa dia akan pulang?" tanya Adya.

"Dia akan pulang besok lusa Mommy."

Adya tersenyum sedih, "Sayang sekali, adikmu tidak bisa menyaksikan pernikahan kalian."

"Tidak apa Mommy."

"Tuan." Farel datang untuk memberikan informasi kepada tuannya.

"Nyonya Adya." Farel membungkuk hormat, dan Adya hanya tersenyum.

"Ada apa?" tanya Theo.

"Acaranya akan segera di mulai, pendeta menyuruh Tuan untuk segera bersiap, dan juga perintah Tuan sudah saya laksanakan," jawab Farel.

"Ya, kamu boleh pergi."

"Baik Tuan, saya permisi Tuan dan Nyonya." Farel pergi meninggalkan ruangan.

"Sayang, kamu memberi perintah apa kepada Farel?"

"Bukan apa-apa Mommy, ayo Mommy kita ke sana."

Theo mengajak Adya untuk segera pergi, begitu Theo dan Adya datang, para wartawan dan hadirin yang datang langsung menatap keduanya.

Theo membuat para wanita berteriak histeris, Theo begitu tampan menggunakan tuxedo yang dia pakai. Dan jangan lupakan ketampanannya yang memancar, juga jidat paripurna dan gaya rambut yang sangat menggoyahkan iman.

Adya juga menjadi topik pembicaraan, bagaimana tidak, meskipun Adya sudah tua, tetapi paras dan tubuhnya terlihat sangat awet muda, bahkan Adya terlihat seperti sebaya dengan anaknya.

Adya segera duduk di tempatnya, sedangkan Theo dengan gagah berdiri untuk menyambut calon istrinya. Biasanya pengantin akan terlihat sangat gugup, tapi tidak dengan Theo, dia sama sekali tidak merasa gugup, bahkan wajahnya tetap datar.

Tak lama, pintu terbuka, memperlihatkan Reina juga sang ayah yang sedang menuntunnya untuk berjalan. Reina dan Edwin mulai melangkah, itu tak luput dari perhatian semua orang, berbagai komentar bermunculan, ada yang memuji kecantikan Reina, dan ada juga yang mengatakan jika Reina matre. Reina mulai terbiasa untuk tidak mendengarkan komentar orang lain, karena kenyataannya, mereka tidak tau apapun tentang Reina.

Para pria, termasuk teman juga sahabat Theo meneguk ludah, bagaimana tidak, Reina seperti seorang dewi yang turun dari surga.

Begitu tiba di hadapan Theo, Edwin menyerahkan tangan Reina.

"Tolong jaga Reina dengan baik Theo," amanat Edwin.

"Iya."

Reina ingin melepaskan tangannya, namun Theo dengan cepat menggandeng tangan Reina, lalu mereka segera menghadap sang pendeta.

Sang pendeta memulai acara sakral, selama pendeta berbicara, baik Theo maupun Reina mereka hanya terdiam. Mereka tidak mendengarkan apa yang pendeta sampaikan, sampai mereka tersadar karena harus mengucapkan janji suci.

"Lareina Zeline, aku mengambil engkau menjadi seorang istri, untuk saling memiliki dan juga menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, dan pada waktu sehat maupun sakit. Untuk selalu saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang sangat tulus." Theo dengan lancar mengucapkan janjinya.

"Theobald Nicholas, aku mengambil engkau menjadi seorang suami, untuk saling memiliki dan juga menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, dan pada waktu sehat maupun sakit. Untuk selalu saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang sangat tulus." Meskipun Reina kesusahan mengucapkan janji suci, tapi pada akhirnya Reina lancar mengucapkan janjinya.

Sang pendeta langsung menyatakan jika Theo dan Reina sudah resmi menjadi sepasang suami istri, kini acara yang di nantikan tiba, di mana mereka berdua akan berciuman di hadapan hadirin untuk pertama kalinya.

Mereka berdua saling berhadapan, dengan perlahan Theo membuka tudung yang menutupi wajah Reina. Begitu terbuka, Theo terkejut dengan kecantikan istrinya, namun sedetik kemudian wajah Theo kembali dingin dan datar.

Reina dengan perlahan menatap mata suaminya, saat mereka saling bertatapan, Reina mencoba menyelami tatapan Theo, namun yang Reina lihat hanyalah kegelapan.

Karena hadirin bersorak agar mereka segera berciuman, dengan secepat kilat.

Chup!

Theo hanya menempelkan bibir mereka sebentar, hanya dalam satu kali kedipan mata. Reina tidak merasakan apapun selain hanya angin lalu, yah meskipun itu membuat jantung Reina berdegup kencang.

Tepuk tangan memeriahkan suasana, Theo tersenyum begitupun dengan Reina. Namun senyum mereka terlihat berbeda, hanya mereka yang tau arti dari senyuman yang mereka pancarkan.

Begitu selesai, para hadirin langsung bergantian untuk mengucapkan selamat kepada sepasang pengantin baru. Hadirin yang datang di dominasi oleh teman, sahabat, juga rekan kerja Theo karena Reina tidak mengundang siapapun di pernikahannya. Alasan kenapa Reina tidak mengundang siapapun di pernikahannya itu karena kebanyakan kenalan Reina berada di daegu.

Adya, Edwin dan Nathan memberi selamat kepada Theo dan Reina. Setelah itu, barulah yang lain memberikan selamat kepada mereka berdua.

"Yo bro, selamat atas pernikahanmu."

"Selamat Theo."

Thomi, Daniel, Alvaro dan Aditya memberikan ucapan selamat kepada sahabat mereka Theo.

"Terima kasih semuanya."

"Istrimu cantik sekali." Puji Thomi dan Reina hanya tersenyum.

"Gak nyangka, akhirnya kamu nikah sama seorang dewi, beruntung banget sahabat kita ini," ucap Aditya.

"Kasian aja Reina, nikah sama dewa, tapi dari neraka." Thomi tertawa lantang, lantas saja Theo menatap Thomi tajam.

"Aku hanya bercanda." Ucap Thomi begitu melihat ekspresi Theo yang tidak bersahabat.

"Perkenalkan aku Daniel." Daniel langsung mengalihkan pembicaraan.

"Dia itu kepala polisi, ini Alvaro ketua intel, ini Thomi pemilik restauran, dan ini aku Aditya, pemilik bar terbesar di korea." Jelas Aditya dengan panjang lebar.

"Giliran bagian dia, Aditya menjelaskannya dengan rinci." Ucap Alvaro membuat aditya tertawa.

Daniel adalah kepala polisi kota seoul, Thomi adalah pemilik restauran bintang lima yang memiliki cabang di berbagai negara asia, Alvaro adalah ketua intel yang paling di takuti di asia, dan terakhir Aditya pemilik bar terbesar di negara korea selatan.

"Sudah selesai?" Theo menatap sahabat-sahabatnya.

"Ya sudah ayo pergi, mereka tidak boleh di ganggu terlalu lama." Akhirnya sahabat Theo pun pergi.