webnovel

Merindukan Keluarga

Sepanjang malam Reina hanya menangis dan menangis, bahkan Theo tidak kembali ke kamarnya, karena lelah akhirnya Reina bisa tertidur.

Begitu cahaya mentari masuk, Reina bangun, tidurnya begitu sangat singkat. Setelah bangun, Reina kemudian segera membersihkan diri dan turun ke bawah untuk menyapa mertuanya juga sarapan pagi bersama.

"Pagi sayang." Sapa Adya begitu melihat menantunya.

"Pagi Mommy."

"Dimana Theo?"

"Dia." Reina harus jawab apa sekarang, namun untungnya.

"Aku di sini Mommy." Theo datang dari arah belakang mansion.

Adya menatap anaknya bingung, "Darimana kamu?"

"Habis olahraga." Adya tersenyum lalu beralih menatap Reina.

"Ya ampun, kenapa mata menantu Mommy sembab seperti ini?" Adya mengusap pipi Reina pelan.

"Kamu kenapa sayang?" tanya Adya.

"Tidak apa-apa Mommy." Jawab Reina sambil tersenyum.

Adya kembali menatap ke arah anaknya, "Theo, kenapa dengan istrimu?"

"Dia terlalu bahagia, bukan begitu sayang?" Theo memeluk pinggang Reina.

Mengingat kejadian semalam, air mata Reina hampir rubuh.

"Sayang kenapa?" Adya cemas.

"Aku terlalu bahagia Mommy," bohong Reina.

Dan tanpa permisi, air matanya kembali jatuh, Theo langsung memeluk tubuh Reina dan mengusap punggungnya pelan.

"Kenapa kamu berbeda?" batin Reina.

"Ya ampun menantu Mommy." Adya tersenyum melihat kemesraan mereka berdua, tanpa tau apa yang sebenarnya terjadi.

"Jangan menangis, ayo ikut aku sayang, aku harus mengganti pakaianku dulu." Theo membawa Reina kembali ke kamar mereka.

Begitu tiba, Theo langsung menyudutkan Reina di belakang pintu.

"Gak usah cengeng," bentak Theo.

Reina makin menangis, lagi-lagi Theo membentaknya.

"Sekali lagi aku mendengar kamu menangis, aku akan menghukum mu." Ancam Theo, namun Reina tidak mau berhenti menangis.

"Baiklah, kamu mau di hukum, hari ini kamu jangan makan apapun termasuk minum." Theo menghempas tubuh Reina, sampai Reina terjatuh ke lantai.

"Dan lagi, kamu mengotori bajuku dengan tangisan palsu mu itu." Theo mengusap-usap bajunya seperti membersihkan sesuatu.

"K-kenapa?" Ucap Reina sambil sesegukan.

"Berhenti menangis."

"Kenapa kamu berbeda?" Ucap Reina tidak jelas, namun masih terdengar oleh Theo.

"Berbeda?" Taehyung kembali mendekati ke arah Reina.

"Jangan mendekat, jika kamu mendekat, aku akan teriak." Reina menunduk karena takut.

"Percuma kamu teriak, mau sekencang apapun itu, mereka tidak akan mendengar teriakan mu. Mau tau kenapa?" Reina memberanikan diri menatap Theo.

"Karena kamar ini kedap suara, sayang." Theo memegang dagu Reina, namun Reina langsung menghempas pegangan Theo.

"Tidak ingin aku sentuh hem?" Theo makin mendekatkan tubuh mereka.

"Minggir." Reina memalingkan wajahnya.

"Sepertinya akan sangat menyenangkan jika kamu mendesah di bawah kungkungan ku, bukan begitu sayang?"

"Aku tidak mau," tolak Reina.

"Itu kewajiban mu sebagai seorang istri," jelas Theo.

"Tapi tunggu, permasalahannya adalah aku tidak mau berhubungan intim denganmu, jadi maaf." Theo tersenyum evil lalu pergi untuk membersihkan diri.

Begitu melihat Theo menghilang di balik pintu kamar mandi, Reina terduduk dengan air mata yang kembali turun.

Pikiran Reina mulai menerawang tentang nasib ke depan yang akan terjadi kepadanya, Reina harus segera bertindak, meski sebenarnya ini sudah terlambat.

"Aku harus bicara dengan Ayah." Tanpa membawa apapun, Reina langsung turun ke bawah bermaksud untuk pergi ke mansion ayahnya.

"Sayang, kamu mau kemana?" Adya lantas bertanya begitu melihat Reina berjalan terburu-buru.

"Emm Mommy, aku."

"Kenapa sayang?"

"Aku ingin pulang Mommy, aku ingin melihat Ayah juga Nathan."

"Theo akan mengantarkan kamu pergi, tunggu, biar Mommy panggil Theo."

Reina menggenggam tangan Adya, "Aku ingin sekarang Mommy, aku sangat merindukan mereka, jadi aku tidak bisa menunggu Kak Theo."

Melihat menantunya, Adya jadi tidak tega, "Baiklah, ayo, Mommy akan menemanimu."

"Terima kasih Mommy."

Supir pribadi keluarga Nicholas dengan sigap segera mengantar majikannya ke mansion keluarga Zayn.

"Sayang, apa ada sesuatu yang tidak baik?" Firasat seorang ibu tentu tau bahwa menantunya sedang tidak baik-baik saja.

"Semua baik-baik saja Mommy."

"Sini sayang." Adya merengkuh tubuh menantunya.

Reina bersyukur, karena Reina mendapatkan mertua yang baik, tidak seperti anaknya.

"Mommy."

"Iya sayang?"

Reina ragu untuk bertanya kepada mertuanya.

"Apa ada yang ingin kamu tanyakan sayang?"

"Tidak Mommy, aku hanya ingin mendengarkan suara Mommy." Adya hanya mengira bahwa Reina sedang tidak baik karena merindukan keluarganya.

"Semua akan baik-baik saja, jadi wajar jika kamu begitu merindukan keluarga, karena dulu, Mommy juga begitu, belum beberapa jam, tapi Mommy sudah rindu dengan keluarga."

Reina merasa nyaman dengan mertuanya, Adya begitu sangat baik dan Adya juga memperlakukan Reina seperti anaknya sendiri.

Begitu selesai membersihkan diri, Theo tidak melihat keberadaan Reina di kamar, lantas saja Theo segera mencari Reina ke lantai bawah.

"Reina," panggil Theo.

"Lareina."

"Tuan mencari Nyonya?" Tanya salah satu maid.

"Iya, dimana dia?"

"Nyonya Reina pergi dengan Nyonya Adya, beliau akan pergi ke mansion keluarga Zayn." Tanpa menjawab, Theo langsung pergi untuk menyusul

"Sialan!" maki Theo.

Theo segera pergi menuju mansion mertuanya.

.

.

.

Begitu tiba di mansion ayahnya, Reina dan Adya segera masuk ke dalam.

"Ayah."

"Reina." Reina langsung berlari dan memeluk ayahnya.

"Reina kangen sama Ayah." Reina menatap ayahnya sendu.

Edwin mengusap kepala Reina, "Ayah juga merindukanmu Reina." Reina tersenyum lalu melepaskan pelukannya.

"Adya silahkan duduk, mau minum apa?"

"Tidak usah Edwin, jangan terlalu sungkan, aku ke sini hanya ingin menemani Reina."

"Maaf jika anakku merepotkan."

"Tidak merepotkan, lagi pula Reina juga anakku."

"Ayah, di mana Nathan?" Reina menatap sekeliling, namun tidak ada tanda keberadaan adiknya.

"Seperti biasa, dia pergi dengan teman-temannya."

Reina, Adya dan Edwin duduk di sofa ruang keluarga.

"Sayang, kenapa matamu sembab?" tanya Edwin.

"Aku habis menangis," jawab Reina.

"Menangis kenapa?"

"Aku merindukan Ayah juga Nathan."

"Ya ampun sayang." Edwin tersenyum melihat tingkah anaknya.

"Sayang, belajarlah untuk menjadi istri yang baik."

"Ayah, jika semisal aku gagal dan kami bercerai bagaimana?" tanya Reina khawatir.

"Sayang." Adya mengusap kepala Reina, lalu membawa Reina ke dalam pelukannya.

"Ayah tau kamu cemas, tapi Ayah yakin kamu bisa."

"Sayang, jika ada masalah, ceritakan kepada Mommy juga Ayahmu."

"Apa Mommy juga Ayah begitu mendukung hubungan pernikahan kami?" tanya Reina.

"Tentu saja, Ayah sangat mendukung, karena kamu menikah dengan pria baik seperti Theo."

"Dia tidak baik Ayah," batin Irene.

"Mommy juga sangat mendukung hubungan kalian, karena dari dulu Mommy menginginkan Reina untuk menjadi menantu Mommy."

Reina tersenyum mendengar ucapan dari Edwin dan Adya. Itu artinya, Reina harus bertahan, karena keluarganya sangat mengharapkan hubungan mereka. Reina tidak masalah jika dia yang harus berkorban, ini demi kebahagian keluarganya.

"Kamu adalah wanita yang kuat sayang."

"Terima kasih Ayah."

Adya dan Edwin tersenyum begitu melihat Reina tersenyum manis.

"Reina." Theo datang terburu-buru.