webnovel

Keraguannya Menjadi Kenyataan

Acara pernikahan Theo dan Reina tidak hanya sampai di situ, setelah acara resepsi selesai, mereka langsung mengadakan pesta yang dilaksanakan di gedung ini juga.

Theo dan Reina sudah menganti pakaian mereka, dan semua hadirin tampak bersuka cita.

"Senyum," ucap Theo.

"Hah?"

"Jangan cemberut seperti itu." Theo tidak ingin orang-orang berprasangka buruk karena melihat ekspresi Reina.

"Untuk saat ini, bersenang-senanglah sepuasnya." Begitu berkata demikian, Theo pergi meninggalkan Reina sendirian.

Reina menatap sekitar, tidak ada siapapun yang dia kenal di sini, namun beruntungnya Nathan menghampiri Reina.

"Kemana Abang Theo?" tanya Nathan.

"Dia pergi menemui yang lain."

"Tapi, kenapa dia pergi dan malah meninggalkan Kak Reina sendiri." Protes Nathan, tak seharusnya Theo meninggalkan istrinya sendiri.

"Tidak apa Nathan, dia itu sibuk."

"Abang Theo sangat menakutkan." Nathan berbicara sambil menatap sekitar, dia takut seseorang menguping pembicaraannya dengan Reina.

"Kenapa?"

"Sahabat juga temannya sangat berpengaruh di korea, tak heran kenapa orang-orang takut kepadanya." Reina tersenyum mendengar penuturan adiknya.

Lalu Reina pun mengubah topik pembahasan mereka, "Nathan, dimana Ayah juga Mommy?"

"Mereka sedang menyambut para tamu." Reina mengangguk sebagai jawaban.

Reina hanya di temani oleh adiknya, lalu tak lama Adya datang dan menghampirinya.

"Reina sayang."

"Iya Mommy."

"Ayo ikut Mommy sebentar." Reina mengangguk lalu Adya memperkenalkan menantunya ini kepada rekan, teman dan sahabatnya yang lain. Adya begitu senang saat memperkenalkan Reina, dan juga Adya begitu membanggakan Reina, mengatakan hal-hal yang baik dan itu memang benar.

Selesai memperkenalkan Reina, Adya mengajak Reina untuk makan, karena Adya tau Reina belum makan apapun sedari tadi.

Reina makan bersama dengan Adya, Edwin dan Nathan. Adya menanyakan keberadaan Theo kepada Reina, dan Reina menjawab jika Theo sedang berkumpul dengan sahabatnya.

"Theo memang suka lupa dan sibuk sendiri, maklum pekerjaannya banyak." Ucap Adya sedikit tidak suka dengan sikap anaknya, tak seharusnya Theo malah lebih memilih bersama sahabatnya di bandingkan bersama dengan istri juga keluarganya.

"Tak apa Adya, wajar jika Theo begitu sibuk," ucap Edwin.

Sedangkan Nathan rasanya ingin memaki kakak iparnya itu, namun Nathan urung, kalau dia memaki, pasti ayahnya ini akan kumat dan marah-marah tidak jelas.

Selama acara pesta, Reina hanya berada di samping Adya, Edwin dan Nathan. Sedangkan Theo sibuk dengan sahabatnya karena Reina tidak bisa melarang dan Reina juga tidak mempermasalahkan hal itu.

.

.

.

Baik acara resepsi dan juga pesta telah selesai, Adya menyarankan agar Theo segera pulang bersama Reina, karena kondisi Reina terlihat sangat kelelahan. Tanpa menunggu waktu, Theo lebih dulu pulang ke mansion nya bersama Reina.

Di sepanjang perjalanan, Reina terheran-heran dengan sikap Theo, sikap Theo memang dingin, namun ini berkali lipat dinginnya.

Sesampainya di mansion, dengan tega Theo meninggalkan Reina yang kesusahan berjalan karena high heels juga gaun yang di pakainya begitu merepotkan. Para maid segera membantu Nyonya baru mereka atas suruhan Theo, begitu sampai di lantai atas, para maid hanya menunjukan letak kamar Theo lalu mereka berlalu pergi.

Dengan segan, Reina mengetuk pintu kamar Theo, begitu mendengar suara Theo yang mempersilahkannya masuk, tanpa lama-lama Reina segera masuk ke dalam.

"Selamat datang di neraka." Itu adalah sambutan pertama yang Reina dengar saat masuk ke dalam kamar Theo.

"Kenapa lama sekali?"

"Itu kar." Ucapan Reina terhenti.

"Sudah." Theo berlalu pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Reina duduk di sofa sambil memperhatikan suasana kamar Theo. Kamar Theo hanya berhias warna-warna monokrom, seperti abu, hitam dan putih.

Reina menunggu Theo sambil memainkan kuku dan dress-nya, begitu melihat Theo selesai Reina pun berdiri.

"Ganti pakaianmu."

"Iya."

Reina segera pergi membersihkan diri, meskipun ada sedikit drama, karena gaunnya begitu menyusahkan. Awalnya Reina ingin meminta bantuan Theo, namun urung, karena Reina idak ingin menganggu waktu istirahat suaminya.

Setelah selesai membersihkan diri dan menghapus riasannya, Reina keluar dari dalam kamar mandi, hal pertama yang Reina lihat adalah tatapan tajam Theo.

"Lama sekali." Theo duduk sambil bersandar di ranjang.

"Maaf." Reina menunduk.

"Kemarilah." Perintah Theo, namun Reina masih diam.

"Cepat kemari Lareina Zeline Zayn." Mendengar nama aslinya disebut, Reina sedikit mengerutkan alisnya karena marganya kini berubah bukan Zayn, tapi Nicholas.

"Jangan harap aku akan memanggilmu dengan sebutan Nicholas." Ada rasa mengganjal di lubuk hati Reina.

"Apa kamu tuli hah?!" Theo membentak Reina, karena Reina masih berdiri dan tidak mendengarkan perintahnya.

"Iya." Dengan cepat Reina menghampiri Theo.

"Ada apa?" Tanya Reina ragu-ragu.

Grep!

Dengan satu kali tarikan Reina terjatuh ke atas ranjang, dan tanpa aba-aba Theo langsung menindih tubuh Reina.

"Kak Theo." Reina begitu terkejut.

"Apa kamu tau, apa yang akan di lakukan oleh sepasang pengantin baru saat malam pertama?" Bibir Reina kelu, Reina tidak bisa menjawab karena jelas saja Reina tau maksud ucapan Theo.

Perlahan Theo mendekatkan bibir mereka, otomatis Reina langsung menutup matanya. Namun detik berikutnya, Reina tidak merasakan apapun.

"Kenapa kamu menutup mata?" Theo tersenyum miring.

Reina membuka matanya perlahan, Reina seketika merasa malu.

"Jangan harap aku mau mencumbu tubuh kotor mu ini." Ucapan Theo menusuk hati Reina, Theo bicara apa tadi? kotor, satu kalimat itu membuat Reina terkejut.

"Kak Theo apa yang."

"Diam!?" bentak Theo.

Reina tersentak kaget, tubuhnya bergetar karena takut, seumur hidup Reina belum pernah di bentak seperti ini.

"Dengarkan aku baik-baik, pernikahan ini adalah awal dari penderitaan mu." Setelah berkata begitu, Theo bangkit lalu keluar sambil membanting pintu kamar dengan kencang.

Bugh!

Air mata Reina keluar, Reina sudah berusaha untuk kuat, namun Reina tidak kuasa menahan tangisannya. Ternyata keraguannya terhadap Theo itu benar, Reina sudah menduga akan hal ini, melihat sikap Theo, tidak ada yang bisa menyakinkan Reina jika pria itu mencintainya.

"Ayah, Reina takut, tolong Reina." Hanya Ayah dan juga Nathan yang kini menjadi penguat Reina, Reina ingin pergi untuk menemui ayah juga adiknya. Mungkin dengan begitu Reina akan tenang, Reina sama sekali tidak menyangka, Theo akan bersikap kasar, dan kini sudah terlihat bagaiman sifat dan sikap Theo yang asli.

Selama masa pendekatan Theo sedikitnya memberikan perhatian meskipun sikap dingin lebih dominan, namun sekarang bukan hanya dingin, tapi Theo juga bersikap kasar terhadapnya.

Lalu, apa alasan Theo mau menikah dengannya, jelas-jelas Theo tau, kalau mereka berdua sama-sama tidak saling mencintai. Dasar cinta dalam sebuah pernikahan itu perlu, meskipun ada juga cinta yang tumbuh setelah hubungan pernikahan terjalin, namun bisakah cinta itu hadir.

Akankah Theo suatu saat nanti bisa mencintainya, atau justru Reina yang akan mencintai Theo, hanya waktu dan takdir yang bisa menjawabnya.