Rachel, menatap layar ponselnya dan melihat kalau pesannya sudah dibaca Jeff, tapi tidak satu kata pun Jeff membalasnya.
"Dasar keras kepala, padahal dia sudah dicampakkan oleh gadis itu. Lalu kenapa dia tidak mau dijodohkan dan menikah." Rachel menghela napas kecewa karena sikap keponakannya itu.
"Kalau dia sudah melihat wajah Florence, dia pasti akan berubah pikiran," ucap Rachel kemudian mengirimkan foto Florence. Namun Rachel tidak tahu kalau keponakan satu-satunya itu sudah membanting ponselnya sampai rusak.
Dan Rachel langsung kecewa begitu tahu kalau nomor Jeff tidak aktif.
'Arrrgh, susahnya mengatur anak itu. Mau sampai kapan dia mengharapkan gadis yang sudah mencampakkan dan menolak cintanya mentah-mentah?' gerutu Rachel.
Segala informasi mengenai kejadian yang menimpa Jeff sudah sampai ke telinganya. Dan tentu saja Rachel merasa di atas angin. Dengan begini, Jeff tidak akan menolak permintaannya untuk menikahi Florence.
Rachel kemudian menatap foto Florence. Sambil tersenyum membayangkan Jeff bersanding dengan gadis cantik putri dari Samuel Nathan.
Samuel Nathan adalah seniornya dulu ketika masih menjadi mahasiswa di sebuah universitas terbaik di Jakarta. Sekarang kabarnya Samuel sedang bersiap-siap terjun ke dunia politisi. Sebagai salah satu orang yang paling berpengaruh di Jakarta, keduanya sepakat untuk menjodohkan keturunan mereka. Sayangnya, putranya Willy masih kuliah dan tida seumuran dengan putranya Sam. Maka dari itu, dipilihlah Jeff sebagai calon menantu untuk keluarga Samuel Nathan.
Zaman sekarang memang bukan zaman Siti Nurbaya lagi. Tetapi bagi para tetua seperti mereka memang terkadang cara inilah yang tepat untuk bisa mencari menantu dengan tepat. Setidaknya asal usul mereka jelas dan tidak mungkin tidak berbobot. Begitulah pemikiran pada tetua yang masih kuno.
*** ****
Seorang pria berusia dua puluh tahunan mengedor-ngedor pintu kamar dengan suara teriakan yang kencang. Dia adalah Willy Darren, putra dari Rachel sekaligus adik sepupu dari Jeff. Setelah berhasil membuka pintu, Willy terkejut begitu mendapati Jeff di kamarnya dengan kondisi berantakan. Barang-barang terlihat jatuh berserakan. Seakan-akan kalau telah terjadi bencana gempa bumi yang menyebabkan kekacauan di dalam kamar.
Willy melihat Jeff masih meringkuk di dalam selimut. Perlahan Willy kemudian membereskan semua barang-barang yang berceceran di lantai. Dan dia menemukan ponsel Jeff yang sudah hancur karena sepertinya sengaja dibanting.
Willy hanya berdecak menahan kesal, karena seharusnya Jeff harus segera bangun untuk segera pergi dari tempat ini. Mereka harus segera kembali ke Jakarta. Sudah banyak pekerjaan-pekerjaan mereka yang menunggu.
"Kak Jeff, bangunlah!" kata Willy mencoba membangunkan Jeff. Hubungannya dengan Jeff memang sangat dekat seperti adik kakak kandung. Willy tidak segan-segan pada Jeff yang usianya beda lima tahun itu.
"Jeff, kalau kau tidak bangun sekarang juga. Ibuku pasti sudah memesan satu pasukan buser untuk membawamu ke Jakarta!" ancam Willy sambil mengguncang-guncangkan tubuh Jeff.
"Aku tidak mau pulang. Aku ingin disini beberapa hari lagi," jawab Jeff dengan suara yang jelas. Sepertinya dia memang sudah terbangun. Namun karena terlampau malas, dia jadi tidak mau bangun.
"Ibuku menyuruhku untuk memaksamu bangun," ucap Willy sambil menarik tubuh Jeff sampai dia pun terjatuh dari ranjang.
Namun rasa sakit dan patah hatinya lebih terasa dibandingkan seluruh tubuhnya yang terhempas ke lantai. Jeff tidak meringis sakit. Dia hanya menatap wajah Willy dengan tatapan kosong.
"Jeff, Rachel mengirimkan ini padaku. Dan menyuruhku untuk menunjukkannya padamu," kata Willy sambil menunjukkan layar ponselnya.
Dengan penuh rasa malas, Jeff pun kemudian manut melihatnya. Seorang gadis berparas cantik. Wajahnya mirip seperti Olivia Rodrigo versi rambut hitam.
"Siapa dia?" tanya Jeff.
"Calon istrimu."
"APA!" teriak Jeff tidak percaya.
"Florence Gladis."
"Aku tidak minat menikahinya?" tanya Jeff terlihat tidak tertarik.
"Ayolah Kak Jeff, setidaknya temui dia dulu. Dia lebih cantik dari Elisa," timpal Willy.
"Yang benar saja! Mana mungkin dia lebih cantik dari Elisa!" sewot Jeff tidak terima.
"Tapi kalau diperhatikan dengan teliti, dia cantik juga lho," imbuh Willy.
"Apa? Cantik? Kalau begitu kau saja yang menikahinya!" seru Jeff sinis.
"Tapi kan dia itu jodohmu," tandas Willy.
Jeff mendengus kesal mendengar ucapan Willy. Sementara Willy hanya tertawa kecil menatap Jeff yang sepertinya kesal sekali.
"Aku dengar, pemilihan Presdir akan diadakan bulan depan. Sebagai prasyarat seorang Presdir Jade Corp dia harus memiliki istri!"
"Darimana aturan seperti itu, kenapa harus ada persyaratan seperti itu?" tanya Jeff tidak mengerti. Dia merasa kalau kualifikasinya sudah memenuhi semuanya. Dia sudah mendalami ilmu bisnis hotel. Bahkan dia memulainya dari bawah. Lantas, setelah dia memiliki banyak pengalaman dengan diimbangi ilmu bisnisnya di Amerika sekarang itu tidak cukup hanya karena dia belum menikah.
"Itu sudah berlaku semenjak bisnis hotel itu berdiri. Dimulai dari kakek buyut kita sampai terakhir mendiang ayahmu. Itu sudah menjadi peraturan tidak tertulis dan harus dipatuhi oleh semua calon penerus bisnis hotel keluarga kita," sahut Willy.
"Willy, kalau aku bukan anak tertua dari keluarga ini. Dan posisi itu ada di tanganmu. Apa kau akan menerima perjodohan ini?" tanya Jeff.
"Tentu saja aku mau. Siapa yang mau menolak dijodohkan dengan wanita cantik. Tapi sayangnya, aku bukan anak yang tertua," gelak Willy.
"Ah ini semua gara-gara Elisa menolak lamaranku. Kalau dia tidak menolak lamaranku. Mungkin aku tidak perlu khawatir."
"Kak Jeff, sebaiknya temui dulu dan siapa tahu Kakak langsung jatuh hati pada gadis itu."
"Haissh! Melihat fotonya saja aku sudah bisa tebak. Dia bukan gadis yang menyenangkan. Aku dengar dia juga seorang CEO Harmoni Hotel."
"Bukankah itu bagus. Dia seorang CEO. Tentu saja dia sangat pintar. Memangnya kau inginkan seorang istri yang bodoh?" tanya Willy mengejek.
"Enak saja. Bukan itu maksudku!" sahut Jeff kesal. Tentu saja dia memiliki standar dan kriteria untuk gadis yang akan dia jadikan seorang istri.
"Aku ingin seorang istri yang memiliki wajah tidak bosan untuk dilihat, memiliki badan yang sehat, pintar tapi tahu kapan dia memakai kepintarannya, rendah hati. Dan yang terpenting, dia memiliki sifat periang dan bisa menghiburku di saat lelah kerja. Tipe wanita seperti Florence memang ideal. Tetapi aku tidak ingin wanita yang terlalu pintar dan dominan."
"Hahaha. Kak Jeff sepertinya cocok menikah dengan seorang pelawak. Katamu, wajahnya tidak bosan dilihat, badannya sehat dalam arti tidak perlu ramping seperti gitar Spanyol yang penting sehat, dan dia bisa menghiburmu dengan sifat periangnya." Willy tertawa keras sambil berlari saat selesai meledek kakak sepupunya itu.
"Hei! Apa kau mau mati!" Jeff segera berlari mengejar Willy. Ucapan Willy memang terkadang keterlaluan kalau sedang menggoda dan mengejek Jeff.
"Kalau begitu, terimalah tawaran Ibu, Kak!" seru Willy sambil tidak berhenti tertawa karena Jeff tidak mau mengalah.