webnovel

Mission: Day 4

H-2.

Pandangan akan kegagalan misi seolah-olah telah terlihat.

Kami naik kereta menuju daerah sekolah itu. Lama, sampai membuat Rick dan Isla bosan.

Kami tiba di stasiun dan membeli makanan dulu sebelum melanjutkan ke sekolah dengan jalan kaki.

Kompleks sekolah itu kini ramai, tidak tampak seperti sekolah pada umumnya.

Kami menyelinap dan melewati koridor yang penuh sesak. Poster-poster ditempel di dinding, mempromosikan setiap klub yang ada.

Banyak anak SD dan SMP yang diantar dengan kedua orang tuanya.

Sedangkan, ada orang umum yang tampak seperti mahasiswa. Sepertinya satu kompleks ini pergi ke sini semua.

Avery mematung.

"Ada apa?" tanyaku.

"Aku merasakan ada makhluk aneh lagi," ujar Avery penuh was-was. "Hati-hati."

"Perlukah kita berpencar?" tanyaku.

Aku melihat Isla dan Rick yang tampak hendak protes dengan usulanku itu.

"Tempat ini luas," lanjutku. "Butuh seharian penuh untuk mengelilingi tempat ini. Belum lagi, mencari kepingan itu. Setelah dapat pun kita butuh waktu untuk ke pintu masuknya dan kita tidak ada yang tau apakah segampang itu untuk membujuk ayah."

"Azalea punya poin di sini," Avery mengangguk. "Itu dapat mempercepat pekerjaan, tapi dengan adanya makhluk aneh jelas akan berbahaya jika berpencar."

"Risiko-nya setara dengan keuntungan yang kita dapatkan," gumamku.

"Aku juga yakin, kita cukup kuat untuk bisa menahannya walaupun hanya beberapa menit," jelas Avery, mencoba menenangkan Isla dan Rick yang masih takut. "Jika kita dalam masalah, kirimkan sinyal. Tanpa sinyal pun kita juga bisa lihat kubah pelenyap, kan?"

Kami mengangguk.

Avery memandang peta sekolah ini yang ia dapat dari tumpukan ketika kami baru saja masuk.

"Kalian punya buku panduan dan peta, kan?" Avery menatapku.

Kami mengangguk.

"Azalea, kamu akan ke bagian selatan sekolah," jelas Avery.

Aku melihat klub apa yang akan kulewati.

Sulap, penelitian sihir, ramalan, sastra fiksi, peneliti K-Pop, fotografi, dan seni patung.

"Lumayan menarik," batinku. "Yah, walaupun aku tidak tahu apa itu K-Pop."

"Aku akan ke barat sekolah ini," lanjut Avery.

Aku melihat klub yang akan Avery datangi. Ada melukis, kuis, manga, cerdas cermat, peneliti mitologi, dan sastra klasik.

"Isla akan ke utara dan Rick akan ke timur," lanjut Avery.

Isla akan melewati klub busana, band, dance, memasak, karya ilmiah, film, dan klub manga/komik.

Sedangkan Rick akan melewati klub kendo, klub anggar, klub geografi, klub basket, cheerleader, dan klub peneliti medis.

"Sampai jumpa di kafetaria," ujar Avery.

Aku berjalan cepat melewati lorong.

Pertama aku akan masuk ke ruang klub sulap.

Ruangan itu berupa panggung kayu dengan lilin-lilin yang ditata sebagai penerangan. Kursi-kursi ditata untuk penonton.

Tidak ada yang aneh.

Selanjutnya, aku masuk ke ruang klub penelitian sihir.

Ruangan klub itu dipenuhi rak kaca tinggi dengan segala hal berbau sihir. Replika kuali, sapu terbang, tiruan tongkat-tongkat sihir aneka bentuk, dan buku-buku kuno. Di dindingnya ditempeli poster film bertema sihir terkenal ataupun tidak.

"Selamat datang!" Seorang gadis berkuncir dua menyambut dengan ramah.

Aku melihat-lihat dan tidak menemukan kepingan itu.

"Apa hanya ini?" tanyaku sopan.

"Tidak, kami punya koleksi-koleksi jubah," Gadis itu menunjuk ke manekin-manekin berpakaian seperti penyihir.

"Menarik," Aku tersenyum. "Aku suka sekali sihir."

"Saya juga," Gadis itu tersenyum lebar. "Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan datang lagi."

Selanjutnya...

Ruang klub ramalan.

Ruangan itu terdiri dari meja-meja dengan 2 orang yang menjaga setiap mejanya. Karpet yang menutupi lantai terlihat seperti gambar yin dan yang. Chandelier tampak amat kuno.

Setiap meja diberi taplak hitam. Ada yang akan meramal dengan kartu tarot, bola kristal, dll.

Tapi, tidak ada keterlibatan dengan keping itu.

Selanjutnya adalah klub sastra fiksi.

Klub sastra fiksi menjual berbagai karya fiksi yang para anggotanya buat. Aku berli beberapa yang kusuka.

Klub peneliti K-Pop.

Ruangan itu berisi rak-rak kaca penuh dengan miniatur kecil para anggota boyband dari yang terkenal hingga baru debut. Lalu, ada televisi yang sedang menampilkan music video bergenre EDM. Ada stan yang menjual merchandise dan album.

Aku membeli album yang menyanyikan lagu EDM itu.

Fotografi.

Ruangan itu seperti ruangan pameran biasa. Tidak ada kepingan.

Seni patung.

Hanya memamerkan patung-patung. Tidak ada kepingan.

"Mungkin, aku harus menunggu lama," desahku.