Saat di make up berkali-kali Deven mengatakan pada dirinya sendiri, ia tidak menyanyi... ia tidak mengeluarkan suara sedikit-pun
Ia tidak menyanyi... tapi tetap saja
rasa mulas dan jantung berdebar seperti genderang itu masih sama seperti dulu
saat-saat Deven akan naik ke atas panggung dan begitu banyak-nya suara yang bersorak-sorak memanggil namanya
Deven memejamkan matanya sambil menghela nafas panjang berusaha menghalau rasa sedih itu
"Tenang aja Dev, gue nanti ada di sebelah lo kok" kata Anneth
Deven menoleh ke arah Anneth "gue udah lama gak naik panggung Neth"
"Iya tapi lo gak sendirian nanti Dev" kata Anneth "gue sama lo nanti diatas"
Dan entah mengapa hal itu membuat kegugupan Deven sedikit berkurang lalu ia tersenyum sekilas ke arah Anneth.
Setelah make up itu, Deven berdiskusi dengan pemain band yang lain mengenai lagu dan improvisasi nada, Deven merasa lebih relax lagi
Anneth benar... ia tidak sendiri.
Tak lama kemudian sudah saatnya Deven naik ke atas panggung
Deven berusaha menghindari sorotan lampu
Ia berjalan dengan canggung ke arah grand piano hitam yang berada di sudut
Deven membuka penutup piano itu sambil menatap tuts hitam-putih yang terhampar di hadapannya kemudian ia mendengar suara kecil seakan dari jauh berbisik 'inilah jiwamu Deven' dan ketika kesepuluh jari Deven berada di atas tuts piano itu, ia menyakini suara kecil itu benar ada'nya.
Sorak sorai terdengar luar biasa kencang ketika Deven menekan tuts terakhir di piano'nya, semua pemain band disana menatap ke arah Deven sambil mengacungkan jempol mereka dan
Anneth'pun menoleh ke arah Deven sambil tersenyum lebar dan entah mengapa Deven merasa luar biasa senang sekali dan sudah lama ia tidak merasakan kepuasan seperti ini.
"Kak Rifan pulang aja dulu" kata Anneth tersenyum pada managernya "Anneth pulang sama Deven"
"Idih mau pacaran ni ye" kata Rifan terkekeh menatap Anneth
"Kita cuma temen kak" kata Anneth "Anneth sama Deven ada sesuatu yang mau diomongin"
"Iya-iya" kata Rifan sambil mengacak rambut Anneth "pulangnya jangan malam-malam ya, sampai hari rabu ya Neth, kamu mau rekaman single pertama khan"
"Iya kak, makasih ya kak" kata Anneth
Rifan mengangguk kemudian ia menatap Deven sambil melambai "oiiii Ven" Deven melambai sambil tersenyum "sampai ketemu lagi ya"
"Sampai ketemu lagi kak" balas Deven
Dan Rifan-pun berjalan ke arah parkiran mobil, setelah melihat punggung Rifan menghilang, Anneth menghela nafas dalam-dalam sambil menoleh ke arah Deven yang duduk di atas motor ninja'nya dengan gayanya yang cool dan santai
Anneth berjalan ke arah Deven dengan wajah cemberut karena ia tahu yang mau dibahas Deven masih permasalahan yang sama.
Deven memberikan helm berwarna hitam tanpa corak ke arah Anneth, Anneth'pun kaget, ia pikir Deven bakalan ngomong disini
"Kenapa?, kok kaget?" tanya Deven
"Kok lo bawa 2 helm sih?" tanya Anneth
"Biasanya khan kadang gue boncengan ama Gogo" kata Deven "ya kemana-mana mesti bawa 2 helm"
"Ooohhh" kata Anneth mengangguk sambil mengambil helm yang disodorkan Deven "kita mau kemana?"
"Gue laper" kata Deven "kita cari tempat makan yang enak di sekitar sini"
Makan enak... maksud Deven dengan makan enak itu ternyata di warung kaki 5 yang tak jauh dari Senayan
Disana ada jual macam-macam masakan mulai dari nasi padang sampai mie ayam
"Gue bukan Gogo, disini gak ada nasi kotak" komentar Deven melihat Anneth tampak serius melihat kertas menu
"Gue tau" kata Anneth "ya udah, gue pesen ketoprak aja"
"Selera pasaran" komentar Deven dengan kikik geli
"Elo yang pasaran, ngajak cewek makan di kaki 5" balas Anneth dengan wajah cemberut
Deven tertawa "iya deh, gue pesenin... lo tunggu disini ya"
Deven berdiri dan berjalan ke arah mas-mas penjual makanan, Anneth memperhatikan gerak gerik hingga raut wajah Deven yang tampan itu, setelah main piano di atas panggung tadi, Deven terlihat lebih ceria dan lebih santai bahkan ia tidak bersikap dingin lagi kepada Anneth, apa ini berarti bisa dibilang mereka berteman lagi sekarang?!.
Setelah pesan, Deven kembali berjalan dan duduk di depan Anneth
"Ngapain lo ngelihatin gue sampe kayak gitu?" tanya Deven "kenapa?, gak pernah lihat cowok ganteng makan di kaki 5?"
"Iihhh, ge er amat lo Ven, gue cuma penasaran aja lo pesen apa?" tanya Anneth
"Nasi uduk, nasi uduk disini enak" jawab Deven nyengir
Anneth mengangguk dan tersenyum kecil sambil pura-pura melihat kertas menu
"Jadi..." kata Deven "gue serius ini Neth, gue pikir lo harus laporin itu mantan lo ke polisi"
Anneth menatap kembali ke arah Deven "udah deh Dev, gue bener-bener gak mau bahas tentang Andre lagi"
"Ini gak bisa dibiarin Neth" kata Deven "atau gue suruh Gogo ngasih video kemarin ke polisi"
"Udah deh Dev, ini beneran bukan urusan elo" kata Anneth "gue gak mau perpanjang urusan ini"
"Elo gak mau perpanjang urusan ini atau lo gak mau gue laporin cowok itu?, lo masih punya perasaan ama dia?" tanya Deven
"Kok jadi bahas perasaan gue sih?" kata Anneth mengerutkan keningnya "gue udah gak punya perasaan apapun ama Andre kalaupun ada itu perasaan muak"
"Jadi sebenernya gak masalah dong kalau lo laporin dia ke polisi Neth?" tanya Deven masih keras kepala
"Gue gak mau nyari masalah Dev, gak mau cari sensasi atau apapun itu" kata Anneth "gue udah susah-susah bangun image gue jadi penyanyi yang bener-bener berkualitas dan gue mau dikenal sebagai penyanyi karena itu bukan karena sensasi, lo bisa bayangin gak sih kalau nanti gue lapor?, media nanti bakal ekspos keluarga gue, kehidupan pribadi gue terus omongan hatters jadi macem-macem, gue udah pernah mikir mau laporin Andre ke polisi tapi gue mikir lagi konsekuensinya kalau gue ngelaporin dia, gak worth it banget"
Deven terdiam, apa yang dikatakan Anneth memang masuk akal...
Deven gak berpikir sejauh itu tadi karena yang ada dipikiran Deven hanya keselamatan Anneth
Dia tidak ingin wanita yang masih ia cintai itu hidup dalam teror
"Daripada bahas Andre mending ngebahas elo" kata Anneth membuat lamunan Deven buyar
"Bahas gue?" Deven menunjuk dirinya sendiri
"Iya" kata Anneth "lo kenapa tadi ngomong gak bisa nyanyi lagi?"
"Itu gak usah dibahas" kata Deven singkat
"Gak adil ini tadi gue udah jelasin panjang lebar waktu lo tanya, ini gue tanya lo malah cuma bilang gitu" kata Anneth
"Hidup memang gak pernah adil Neth" kata Deven "lo harus nerima itu dan lagi gue kesini mau ngomong ama lo karena mau bahas Andre bukan ngebahas gue"
Anneth hanya cemberut dan dengan nada lembut Anneth bertanya "tapi... sekarang bisa dibilang lo gak marah lagi ama gue khan Dev?"
"Gue gak pernah bisa marah ama lo sih Neth" jawab Deven "susah banget kalau gue mau lama-lama marah sama lo"
"So bisa dibilang kita temenan lagi khan ini?" tanya Anneth
Deven tidak menjawab Anneth, ia hanya diam dan terlihat berpikir keras lalu Deven menghela nafas sambil menggelengkan kepalanya
"Ya gue rasa gitu" kata Deven nyengir
Anneth-pun tertawa senang sampai ia tidak bisa mengungkapkannya betapa berartinya penerimaan dia sebagai teman Deven lagi
"Tapi sikap jahil lo ke gue jangan kayak dulu ya" kata Anneth "lo dulu itu nyebelin banget tau gak sih Dev"
Deven tertawa "gue bukan anak kecil lagi kali Neth, masa iya gue masih suka jahil kayak dulu"
"Ya siapa tahu cuma tinggi badan aja yang berubah, sifatnya gak berubah" ledek Anneth
"Hhmmm... bener juga ya gue sekarang lebih tinggi daripada lo jadi panggilan klepon udah gak laku" kata Deven
"Ya enggalah, lo klepon ya tetap klepon aja" kata Anneth "klepon khan gak harus pendek, ada juga klepon yang tinggi"
"Klepon tinggi??, elo yang bikin gitu?" canda Deven dengan wajah lucu khas Deven yang selalu bisa bikin Anneth tertawa
Dan kemudian mereka makan, ngobrol dan bercanda seperti saat-saat dulu, saat mereka masih berteman dan apakah semua ini akan berlangsung lama?
Bagaimana dengan rahasia mereka?
Mereka sama-sama tidak mau memikirkan terlalu jauh hanya saat ini, di detik ini di depan nasi uduk dan ketoprak... mereka hanya ingin tertawa dan melupakan semuanya.