*BAB 28*
Setelah bertahun-tahun lamanya, Xander kembali menginjakkan kakinya di kamar ini lagi. Kamar yang memiliki banyak kenangan bersama dengan sang mommy dan daddynya kala itu.
Xander dengan perlahan menapakkan kakinya di kamar ini, tetapi baru dua langkah ia melangkah, Xander menghentikan langkah kakinya. Matanya menelusuri setiap sudut ruangan ini. Tidak ada yang berubah, bahkan barang-barang yang Xander tinggalkan masih tertata rapi di tempatnya. Kamar ini juga tidak berdebu dan kotor, semuanya terlihat rapi dan bersih tanpa debu.
Kamar ini sangat luas, seperti sebuah apartemen mewah di dalam mansion. Hanya saja, kamar ini tidak memiliki dapur dan ruang makan, selain itu kamar ini memiliki fasilitas yang lainnya.
Xander kembali melangkahkan kakinya, ia semakin masuk ke dalam menelusuri kamar ini. Langkahnya kembali terhenti di depan sebuah rak kaca yang berisi berbagai koleksi robot Transformers. Benar sekali, Xander sangat menyukai hal-hal yang bersangkutan dengan Transformers. Bahkan Xander sudah menonton semua film yang menceritakan tentang robot yang bisa berubah bentuk menjadi mobil itu.
Bahkan Xander memiliki koleksi robot Transformers yang di produksi secara terbatas. Meski sangat susah didapatkan dan memiliki harga yang fantastis, Xander mampu mengoleksi barang itu. Saat kecil, kedua orangtua Xander selalu menuruti apa keinginannya. Namun, tentu saja Xander harus mencapai sesuatu yang membanggakan terlebih dahulu.
"Suruh beberapa pelayan mendatangi kamarku." Ucap Xander kepada Paul melalui sambungan telepon.
Xander kini berada di depan sebuah bingkai foto yang berukuran cukup besar. Ukurannya mungkin hampir setengah tinggi badannya.
Bingkai foto yang berisi foto dirinya bersama mendiang mommy, dan daddynya yang telah berkhianat. Xander berencana akan menyingkirkan foto ini, dan akan menyisakan foto dirinya dan Hellen mommynya saja.
"Tok. . Tok . ."
Terdengar suara ketukan pintu dari luar, karena Xander tidak menutup pintunya secara rapat ia dapat mendengar dengan jelas.
"Tuan."
"Apakah ada yang bisa kami bantu." Ujar salah seorang pelayan kepada Xander. Ada tiga orang pelayan wanita yang memasuki kamar ini.
"Singkirkan bingkai foto ini." Perintah Xander, dengan tatapan tajam nan dingin. Membuat ketiga pelayan itu merasa terintimidasi.
"Ba-baik Tuan." Jawab pelayan itu tergagap, saling melempar pandang satu sama lain.
Mereka bertiga lah yang bertugas merawat dan membersihkan kamar milik Xander. Mereka sangat berhati-hati dalam membersihkan kamar ini, karena Jimmy berpesan jika tidak boleh ada barang yang rusak ataupun pecah, bahkan hilang.
"Ada apa?."
"Kalian bisa pergi sekarang.'' Tatap tajam Xander. Karena ketiga pelayan itu belum juga pergi dari kamar ini.
Rasanya sangat campur aduk ketika Xander memasuki kamar ini lagi. Namun ia cenderung merasa benci dan kesal. Karena ia harus kembali memutar memori lamanya bersama dengan Hellen. Karena sewaktu Xander kecil dan beranjak dewasa, ia banyak menghabiskan waktu bersama Hellen di kamar ini. Tentu saja dengan kehadiran Jimmy.
Xander terpaku pada satu foto berukuran kecil yang di letakkan di atas nakas tempat tidurnya. Foto Xander bersama Hellen yang sedang menaiki seekor kuda berwarna hitam kecoklatan. Dan foto itu di ambil sendiri oleh Jimmy belasan tahun silam. Mungkin saat itu usia Xander baru menginjak 10 tahun.
Sewaktu kecil, orangtuanya kerap membawa Xander ke pacuan kuda. Mengajari Xander bagaimana teknik menunggangi kuda yang baik dan benar.
"Mom." Ujar Xander dengan lirih, tangan kekarnya mengusap bingkai foto itu dengan perlahan dan penuh perasaan.
Xander menengadahkan wajahnya ke atas, supaya air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya tidak turun membasahi pipinya. Bertahun-tahun lamanya, Xander belum iklas dengan kepergian Hellen untuk selamanya. Meninggalkan Xander seorang diri di dunia ini.
"Argh, sial.'' Umpat Xander karena merasa tersentuh hanya dengan melihat foto dirinya dan sang mommy.
Tidak ingin kembali terbawa oleh suasana, Xander kembali melangkahkan kakinya mengitari kamar ini. Langkah kakinya menuju pada bagian walk in closet. Hanya ruangan ini yang tampak berbeda, barang-barang yang dulu Xander tinggalkan sudah berganti dengan yang baru. Semuanya terlihat tertata rapi dan bersih. Semua barang ini berasal dari merek-merek terkenal. Mulai dari topi hingga sepatu, perlengkapan dari atas kepala hingga ujung kaki telah lengkap tersedia di sini.
"Ternyata sudah disiapkan dengan sangat rapi." Gumam Xander setelah melihat keadaan walk in closet nya.
Hampir lupa, ada satu hal lagi yang perlu Xander lihat, yaitu ruang kerja barunya. Karena saat itu, sebelum Xander meninggalkan mansion ini, ia belum memiliki ruang kerja pribadi. Dan saat ini Xander sangat membutuhkan ruangan itu untuk bekerja selain di kantor Hampton group.
Hingga saat ini, Xander belum tahu sebenarnya alasan apa yang membuat Jimmy dengan bersikeras memberi perintah kepada Xander agar kembali ke mansion ini lagi dan mengambil alih perusahaan pusat Hampton group. Padahal di perusahaan cabang sebelumnya pun, Xander bisa memimpin perusahaan itu dengan sangat baik. Bahkan bisa membuat perusahaan itu lebih maju daripada sebelumnya.
Xander hanya akan bersikap profesional saja, dan menjalankan apa yang sudah ia rencanakan sebelumnya. Lagipula perusahaan ini bukan milik Jimmy sepenuhnya, karena Hellen memiliki wewenang dari separuh saham perusahaan Hampton group. Dan saham atas nama Hellen di alihkan kepada Xander, putra semata wayangnya. Xander tidak gila harta, namun ia tidak rela apa yang menjadi milik mommynya kembali di renggut oleh orang lain.
"Tuan." Ujar Paul kepada Xander. Beberapa menit yang lalu, Xander menghubungi Paul untuk mendatanginya di kamar ini.
"Bagaimana dengan ruang kerja pribadiku, apa kau sudah memeriksanya?." Tanya Xander langsung to the point. Karena Xander bukanlah tipe orang yang suka bertele-tele dan berbasa-basi.
"Sudah Tuan."
"Ruang kerja anda berada di ujung lantai dua ini, yang menghadap langsung ke area lapangan golf.'' Jelas Paul, ia sudah memeriksa ruang kerja milik Xander. Memastikan jika tidak ada hal-hal yang mencurigakan.
"Baiklah.''
Xander berjalan menuju ruang kerja pribadinya, ia ingin melihat dengan mata kepalanya sendiri. Tentu saja Paul turut serta, ia berjalan tepat di depan Xander. Seperti sudah menjadi kebiasaan, Paul akan terus berjalan di depan Xander. Agar jika terjadi sesuatu atau serangan, Paul bisa menjadi tameng untuk Xander. Karena berada di dalam mansion, pengawalan untuk Xander tidak terlalu ketat. Berbeda jika mereka sedang berada di luar mansion, segala sisi tubuh Xander akan dilindungi oleh para anak buahnya.
"Silahkan Tuan.'"
Xander memasuki ruang kerja barunya, seperti sebelumnya, ia meneliti setiap sudut ruang ini.
"Hmm, okey." Xander menganggukkan kepalanya. Ia sangat puas dengan bentuk serta ornamen ruang kerjanya. Sesuai dengan kepribadian Xander.
"Buang bunga itu." Ucap Xander dengan mengarah ke aras vas bunga yang ada di meja kerjanya.
"Baik Tuan."