webnovel

Perhatian Kecil

Suara pecahan piring membuat Hito terkejut, sontak dia melirik ke arah belakang dan matanya membulat melihat Gita yang entah kapan sudah berdiri disana.

"Kalau kamu tidak membalas atau menerima aku. Tidak usah mengatakan kalau aku jalang, kapan kamu pernah melihatku tidur dengan pria lain?" ucap Gita dan pergi setelah mengucapkan kekesalannya.

"Apa aku terlalu jahat terhadapnya? Namun siapa peduli, lagi pula misi aku hanya ingin membalas dendam," kata Hito dan berjalan meninggalkan Dapur.

Namun saat dia ingin melangkah, tanpa diketahui telapak kakinya tidak sengaja menginjak pecahan piring. "Arghh.... "

Tidak banyak darah yang menetes, namun sangat sakit. Mungkin bisa disebut kecil-kecil menyakitkan. Maksudnya pecahan piring itu sangat kecil, namun bila tertusuk rasanya begitu sakit.

Dia pun berjalan dengan tertatih-tatih menuju kamar mandi, ya memang tujuan utamanya ke kamar mandi, hanya saja dia mampir sejenak ke dapur saat tadi mendengar suara bising.

***

"Hiks... hiks... kenapa semua orang selalu saja menganggap aku buruk? Bahkan sampai Suamiku sama seperti mereka, apa memang aku seburuk itu?"

Dia tengah menangis di taman rumah, sambil duduk di kursi panjang. Memangnya siapa yang tidak sakit hati dan sedih ketika orang yang mereka sayang mengucapkan hal seperti itu.

Entahlah apa yang membuat Hito menganggap kalau dirinya jalang. Apa ini semua karena kejadian masa lalu itu, dimana Gita yang dianggap sebagai wanita simpanan Ayahnya?

Itu semua adalah fitnah untuknya, memang dunia ini begitu kejam bagi Gita.

"Jika seperti ini terus, aku mungkin bisa stres dan bunuh diri. Tidak ada yang menganggap diriku baik sedikit pun, mereka hanya menyimpulkan dari apa yang mereka dengar."

Sungguh aku lelah, setiap malam aku menangis dan berdoa. Aku terus saja bertahan dengan semuanya, entah sampai kapan nanti. Bahkan sekarang saja aku ingin menyerah.

"Kapan semua akan berubah, Mas Hito menerima aku dan kami berbahagia nantinya?"

Aku menatap sekeliling tempatku duduk. Bunga yang indah, burung-burung berkicau dan udara yang sangat sejuk menusuk setiap kulitku ini.

Sedikit aku hirup rasanya semua tentram dan tenang, jarang sekali aku merasakan hal seperti ini.

"Sepertinya aku sudah telanjur lama disini. Dan mungkin mereka sekarang sedang menyantap makanan pagi yang tadi aku buat. Apa diantara mereka ada yang tidak menyadari keberadaan aku disana?" ucapnya dengan wajah yang amat murung.

Gita menatap sekelilingnya, dia merasa dari balik semak-semak ada yang bergerak-gerak. Dengan penasaran Gita mendekat, dan saat sudah sampai di semak-semak tersebut ternyata hanya sebuah anak kelinci.

"Hei, kamu milik siapa?" tanya Gita dan membawa kelinci tersebut ke dalam pelukannya.

Dia kembali mengedarkan pandangannya kembali, mencari-cari siapa pemilik kelinci ini. Tidak mungkin Suaminya yang galak itu memelihara kelinci tersebut.

"Moci... kamu dimana?"

Teriakkan anak kecil membuat Gita tersenyum, dia lupa kalau sebentar lagi akan ada teman dirumahnya. Adik Dirga akan tinggal bersamanya. "Aku ada disini," jawab Gita dengan suara yang dibuat-buat.

"Moci, kamu ganggu kakak Gita ya? Dia itu cantik jadi tidak boleh diganggu."

"Dengar itu Moci, jangan ganggu aku."

"Kakak, tidak masuk ke dalam? Ayo makan bersama, aku kabur karena Mama meminta agar aku makan."

"Makan sama kakak? Let's go!" Aku menurut saja, lagi pula saat aku sedih sebentar lagi akan ada yang menghiburku.

Hari-hari yang biasanya sepi di rumah ini, akan terasa ramai dengan kehadirannya.

Gita berjalan dengan menggandeng tangannya menuju ke dalam.

***

"Maaf aku telat," ucapnya dan duduk disamping Hito.

Saat Hito yang hendak mengambil centong, untuk menyendok nasi dan lauk, tiba-tiba saja Gita mengambilnya terlebih dahulu. "Mas kamu mau apa?" tanya Gita sambil menyendokkan nasi.

"Aku bisa sendiri," jawabnya dengan datar.

"Tapi, aku.... "

"Tidak usah so peduli," celetuk Hito sambil merebut kembali piringnya. Namun Gita justru tidak melepaskan.

"Aku saja Mas, aku itu Istrimu."

"Aku bisa sendiri, diam jangan lancang!"

"Mas.... "

Keduanya sama-sama memegang ujung piring, dan mereka saling tarik-menarik. Sehingga dengan sengaja Hito melepaskan piring tersebut.

Gita hampir saja terjengkang ke belakangnya, lalu sebuah piring cantik jatuh dan pecah dihadapannya.

Prank!

"Kan sudah aku bilang tidak usah so peduli, kamu lebih baik diam. Sekarang bersihkan dengan tangan kosong!" Bentakan Hito membuat mata Gita berkaca-kaca.

Sebagai Istri yang baik dia menuruti ucapan Suaminya. Dan saat hendak berjongkok merapikan pecahan piring tersebut, tiba-tiba seseorang membelanya.

"Hito, kamu tidak punya otak? Gita itu Istri bukan pembantu, dan bagaimana bisa dia mengerjakannya dengan tangan kosong. Ayo Gita aku bantu!"

"Stop! Tidak usah ikut campur urusan ini. Lebih baik kamu diam atau pergi dari sini!"

Tidak peduli dengan ucapan Hito, Dirga masih akan tetap melanjutkan apa yang akan dia lakukan.

"Tidak usah membantunya, ucapan aku barusan akan benar-benar terjadi. Tante tolong ajarkan Dirga sopan santun di rumah orang lain."

"Dirga bangun Mama bilang!"

"Mama.... "

"Bangun!"

"Tapi.... "

"Bangun atau Mama akan bongkar.... "

"Oke fine," celetuk Dirga pasrah.

Dia sungguh malas dengan Mamanya yang akhir-akhir ini selalu mengancam karena sudah tahu suatu rahasia terhadap dirinya dan itu berkaitan dengan Hito juga Gita.

Gita sejak tadi mengacuhkan pertengkaran mereka, dia hanya fokus berhati-hati merapikan pecahan piring tersebut.

"Arghhhhh.... " Telapak tangannya tidak sengaja menyentuh salah satu pecahan dan sekarang terdapat luka goresan dengan banyak darah yang menetes.

Sontak Dirga terkejut dan hendak bangkit, namun cekalan dan tatapan tajam sang Mama membuatnya tertarik duduk kembali.

"Jangan lemah, cepat bersihkan itu!"

"Mama, kenapa kakak itu galak sekali seperti harimau," ucap adik Dirga dan mendapatkan tatapan tajam dari Hito. Bahkan dengan anak kecil pun Hito tidak peduli.

"Ihhh... aku takut," ucapnya sekali lagi.

Saat Gita hendak berdiri, dia melihat di telapak kaki Suaminya terdapat luka. Sontak dia langsung saja bangkit dan berlari setelah mengumpulkan pecahan tersebut. Lalu dirinya kembali dengan membawa sebuah kotak obat. Dia pun berjongkok, "Maaf Mas," ucap Gita.

"Mau apa si?" celetuk Hito yang hampir saja menendang Gita.

Sedangkan Dirga menatap sedih saat melihat perempuan yang dia cinta rupanya sangat perhatian dengan musuh besarnya itu.

Belum ada yang mengetahui cerita kisah antara Dirga dan Hito. Hanya mereka saja yang tahu dan semua akan tersimpan rapat-rapat. Tidak mungkin antara mereka saling mengungkapkan betapa buruknya mereka masing-masing.

"Aku hanya ingin membersihkan luka kamu, sini Mas!"

"Luka?" jawab Hito bingung.

Iya, dia baru sadar kalau kakinya terluka. Lalu untuk apa Istrinya perhatian dengan dirinya, bahkan dia saja tidak peduli dengan luka yang terdapat di telapak tangan sang Istri. Padahal lukanya lebih pada ketimbang luka yang dia miliki.

Entah mengapa Hito merasa aneh terhadap dirinya akhir-akhir ini, mungkin dia hanya merasa kasihan saja dengan Gita. "Sudah lepaskan aku, luka ini bisa sembuh sendiri. Lebih baik urus luka kamu sendiri!"