Erik berjalan membawa pesanan Tuannya keluar dari area basement parkir mobil. Jas yang digunakan Erik masih sama seperti yang ia gunakan di hari sebelumnya. Wajahnya terlihat lelah, demi membelikan tablet dan telepon genggam versi terbaru ini dia harus terbang ke Argapura. Ke dua barang ini saat ini belum tersedia di kota ini. Kalaupun ada, Erik mungkin akan tetap membeli di Argapura. Alasannya sederhana, karena diambil dari pabrik langsung kemanannya pasti terjamin.
Ketika Erik sedang menunggu lift di basement, dia bertemu dengan orang yang disangka - sangka bisa ada disini. Terlebih lagi Erik belum mengabari wanita cantik yang sekarang berjalan keluar dari pintu lift. Si Ular Betina mantan istrinya. Dengan refleks tangannya kosong berusaha menggapai bahu wanita itu.
Tata yang tak kalah terkejut karena bertemu mantan suaminya disini langsung menghindari tangan Erik. Pria ini tak berubah pikirnya. Saat menghindar rambut Tata yang panjang bergoyang, dia memposisikan heels sepatu Herm miliknya ke arah kaki Erik.
Erik yang menyadari hal itu mundur satu langkah. Dan mereka berdua pun berhenti dan berdiri bertatapan. Mata mereka seolah berbicara dan seperti menyepakati jarak di antara mereka berdua. Tidak ada yang saling mendekat.
"Melihat ekspresimu yang tidak senang, sepertinya misimu gagal Taa," Suara Erik sangat dingin. Dia menatap tajam wanita yang pernah dia cintai dulu. Taleta Wenang. Melihat tata yang tidak menjawab Erik pun melanjutkan.
"Sepertinya baru beberapa hari yang lalu aku melihatmu pergi ke kuil untuk mendoakan Tuan Ron. Aku bahkan mengira bahwa Tuan Ron terbangun, berkat kamu yang rajin berdoa. Aku juga berniat mengabarimu, dan memberitahukan bahwa Tuan Ron sudah sadar." Erik tersenyum miris. Mukanya mencemooh kebodohannya sendiri, karena berpikir wanita ini masih bisa berubah. Melihat senyuman Erik, Tata pun ikut ternsenyum.
"Tapi sepertinya Aku salah, baru sehari Tuan Ron terbangun dan kamu sudah mendapatkan komisioner baru untuk membunuh Tuan Ron." Tepat sekali Taleta Wenang adalah pembunuh bayaran. Dia bahkan salah satu yang terbaik diluar sana.
"Un, Seperti biasanya kamu bisa menebak segalanya Erik. Kalau begitu kamu juga tau, bahwa aku sangat profesional terhadap pekerjaanku." Tata menaruh lengannya dipinggang. Suaranya terdengar bangga.
"Aku akan selalu mengambil komisioner yang menurutku menantang. Dan dari dulu, permintaan membunuh Tuan Ron adalah salah satunya. Kalau bukan karena kamu yang menghalangiku, aku pasti sudah berhasil sejak percobaanku yang pertama dulu." Inilah alasan Erik menceraikan Tata, karena wanita ini memiliki kepribadian gila. Suaranya yang keibuan, sangat tidak cocok dengan sikap gilanya.
"Tebakanmu soal kuil tidaklah salah juga. Aku memang berdoa ke kuil untuk mendoakan Tuan Ron supaya cepat sadar, agar aku bisa membunuhnya dan menyelesaikan misi yang sudah lama tertunda. Membunuhnya saat di koma tidak lagi menarik," Aura membunuh terpancar jelas dari mata Tata.
"Taleta Wenang." Suhu disekitar seperti turun beberapa derajat. Erik mengeja nama Tata dengan tekanan disetiap suku katanya untuk memberi wanita gila itu peringatan.
Bulu kuduk Tata langsung berdiri saat mendengar namanya dipanggil, Instingnya berkata, dia harus cepat pergi dari sini. Dia pun membalikkan badan dan langsung berjalan Pergi.
"Sebaiknya kamu tidak terlalu lama berdiri disitu Erik. Saat aku keluar, dia sedang diperiksa oleh Yohan. Ohhhh dan hampir lupa, bodyguard baru yang kamu sewa kali ini sangatlah bodoh. hahahahaha" Berjalan bak model, Tata mengucapkan salam perpisahan, tanpa melihat Erik untuk kedua kalinya.
Raut ekspresi muka Erik yang biasanya sulit terbaca, langsung berubah setelah mendengar kalimat dari Tata. Kekhawatiran nampak jelas di garis wajahya. Dia berbalik ke arah lift dan pergi bergegas menuju Tuannya.
------------------------------------------------------------
_BRAKKKKKKKKKKK!!!!_
Suara pintu terbuka dengan kencang. Erik membanting pintu kamar tempat Ron di rawat hingga terbuka lebar. Saat dia berjalan dilorong menuju kamar ini, dia tiak melihat satupun, bodyguard yang disewanya. Erik mulai benar - benar panik dan membuka pintu dengan tergesa - gesa. Dilihatnya, hanya Tuan Ron yang berada di dalam kamar sedang memandang langit - langit. Wajahnya bahkan terlihat tidak terkejut, sewaktu Erik membanting pintu.
Kalau Ron tahu apa yang dipikirkan Erik, dia pasti tertawa. Karena sebenarnya Ron sangat terkejut ada seseorang yang berani membanting kamar VIP yang dihuninya. Terlebih lagi sebelum Erik muncul, Ron sedang merasa canggung dan kebingungan dikarenakan Yohan yang pergi begitu saja. Hanya saja Ron tidak bisa berbuat banyak karena badannya terasa lemas dan tidak bisa digerakkan.
"Paman Erik, kau terlihat tidak elegan lagi jika membuka pintu dengan cara seperti itu." Canda Ron
"Apakah anda tidak apa - apa Tuan Ron?" Tanya Erik yang masih mematung di depan pintu. Mendengar pertanyaan itu, Ron tertawa kecil dengan lirihnya.
"Kemarilah, dan tolong bantu aku duduk paman." Minta Ron singkat, rasanya dia tak tahan melihat butler ideal di depannya kehilangan kekerenannya. Wajah Erik sekarang terlihat sangat khawatir. Dia bahkan masih menggunakan jas yang kemarin.
Erik yang mendengar hal itupun bergegas mendekati ranjang, dan membantu Tuannya untuk duduk, Tak lupa di memberikan dua bantal di punggung Ron.
"Un. Terimakasih paman," kata Ron sambil menggelengkan kepala, berusaha menghilangkan blur dimata yang muncul saat dia berusaha duduk. Mungkin, ini efek samping dari terlalu lama terlentang, pikir Ron. Ron lalu melihat Erik.
"Aku tidak apa - apa paman, Yohan baru saja menyuntikkan suplemen padaku sebagai pengganti makan. Katanya, lambungku masih belum siap untuk mencerna makanan." Ron memberikan penjelasan kepada Erik yang masih menunggu jawaban darinya.
Melihat ekspresi Tuannya yang biasa saja saat bercerita, Erik pun mengangguk dan menanyakan hal yang lain.
"Apa tadi tuan bertemu dengan Bibi Tata?" Erik yang kembali ke wajah datarnya, bertanya dengan canggung.
"Iya, dia membawakanku bubur tadi, sayang sekali aku tidak bisa memakannya." Ron menceritakan ulang kejadian tadi kepada Erik. Erik yang mendengar cerita lengkap dari Ron, semakin yakin kalau bubur itu pasti beracun.
Dari nada cerita tuannya, sepertinya tuannya tidak curiga dengan ular betina itu. Erik menggelengkan kepalanya, sepertinya biasanya wajah cantik ditambah akting Tata yang luar biasa membuatnya sulit dicurigai.
"Tuan, sebenarnya ada yang harus saya ceritakan tentang Bibi Tata." Ujar Erik setelah membulatkan tekad akan menjelaskan semuanya.
"Bibi Tata? Un. Sebelum itu, bagaimana kalau kau merapikan dirimu dulu paman. Err. Butler keluarga Pamungkas tidak seharusnya terlihat berantakan seperti ini." Ron merasa makin tak nyaman dengan penampilan Erik yang kehilangan aura elegannya.
Erik yang mendengar kalimat dari tuannya, tersenyum.
"Saya hanya pembantu keluarga biasa Tuan Ron. Kalau begitu saya akan kembali setelah merapikan diri." Jawab Erik mengerti maksud dari Tuannya Ron. Ronald sangat tidak menyukai penampilan yang berantakan. Jadi wajar kalau dia menyuruh Erik untuk merapikan diri.
Ron hanya bisa menggerutu sendiri dibatinnya. Pembantu? dengan wajah dan kemampuan seperti Erik, mana mungkin Ron berani memanggilnya pembantu!
Entah kenapa penulis tiba - tiba menyadari pentingnya penggunaan tanda baca yang tepat. Penulis, merasa kurang becus dalam hal ini. hahaha \ (•◡•) /
P.s :
Ron : Tidak elegan.
Penulis : *ngambilin kaca untuk Ron.* :)