webnovel

Throw Your Sand.

JIKA semua ini tidak terjadi, gadis yang menekukan lututnya itu tidak akan berada di sini. Daratan cukup hangat untuk saat ini baginya. Lamunan yang menyatu dengan suara ombak, membuat suasana semakin membingungkan dirinya. Buih lautan hampir menggelitik dirinya, untung saja gadis itu dengan sigap memundurkan dirinya. Jika tidak, kaki kecil dan mulus putih itu akan berubah menjadi ekor yang membuat para manusia terkejut. 

Jika kalian memperhatikan di sana, tidak hanya ada gadis itu saja. Seseorang sedang bersembunyi di balik batu besar, memperhatikan gadis itu. Tidak sedikit juga, dia tersenyum pelit. 

Gadis itu menyadari kehadirannya. Sudut matanya melihat ke arah kirinya. 

'Aish, manusia gila itu. Kenapa dia di sini?' batin Kelly yang merasa kesal dengan tingkah aneh Peter. 'Haruskah aku menghampirinya? Ah, buat apa sih? Lagian, aku sudah mengembalikan kalungnya, 'kan?' sambungnya. 

Belum sempat berdiri, Peter menginjakan kaki di pasir yang dama dengan gadis itu, setelah puas menatapnya lama di kesembunyian. 

"Hey! Sedang apa di sini? Kenapa sendiri?" tanya Peter yang mulai berani memulai pembicaraan dengan gadis itu. 

"Kenapa? Tidak boleh?" jawab Kelly ketus. Matanya meneliti laki-laki itu. Lalu, menggerakkan tubuhnya cepat. 

Peter juga tidak mau kalah, dia menggeserkan tubuhnya agar dekat dengan gadis itu. "Kenapa kamu jadi marah-marah? Aku hanya bertanya," jawabnya dengan senyum yang pernah dia berikan kemarin. Namun, tidak lama. 

Wajah Kelly semerah mawar melihat Peter tersenyum seperti itu kepadanya. "Te-terserah aku," jawabnya tidak suka. 

Peter menganggukan kepalanya. Dengan tangan yang di belakang supaya nyaman saat menopang tubuhnya. Mirip pondasi. 

"Kelly," seru nya. 

"Kenapa?" jawabnya tanpa menolehkan wajahnya kepada Peter. 

"Kamu ini dari mana?" tanya Peter dengan wajah menghadap lurus dan juga ... dingin. 

Deg! Pertanyaan itu membuat jantung Kelly berdetak lebih cepat dan keras. 

"Dari daerah mana kamu berasal?" sambungnya yang melegakan Kelly saat itu juga.

Namun, Kelly tidak tahu nama daerah di daratan. Entah apa yang harus dijawab. Tapi, dia sudah menyiapkan hal ini kemarin. "A-aku, aku hilang ingatan. Aku tidak tahu bisa sampai di sini. Tapi, Bibi Hanna mengenalku. Katanya, aku adalah sepupunya," balasnya dusta. 

"Kamu sangat asing. Kemudian, kamu terlihat aneh saat pertama kita bertemu. Waktu itu, kamu mencakarku, 'kan?" tanya Peter yang membuatnya terkejut kembali. 

Peter memang ahli menenangkan dan juga membuatnya menegangkan. 

"Kenapa tidak menjawab?" tanya Peter lagi. Dia malah mengangkat satu sudut bibirnya, setelah melihat itu tersipu. "Pipi kamu gampang merah, ya," sambungnya. Peter membantu merapikan rambut yang menghalangi mata cantik gadis itu. 

Kelly langsung mengibas apa yang telah dilakukan Peter padanya. Dia terkejut karena Peter tiba-tiba seperti itu. 

Sedangkan Peter, dia mematung dengan tangan terangkat bekas membantu rambut Kelly tadi.  Dengan mata yang melotot. "A-haha. Aku tidak bermaksud menggodamu. Aku pikir kamu tidak nyaman dengan rambut yang menghalangi wajahmu," jelasnya. Sayang sekali, gadis itu tak menggubris dan malah membuat ekspresi menggemaskan. 

"Kelly, aku minta maaf, untuk yang kemarin. Aku hanya panik saat kalungku hilang. Itu adalah kalung milik ibuku. Aku harap kamu memaklumi itu," paparnya kepada gadis itu. Kelly, tetap tak menggubrisnya. "La-lagian, ka-kamu tiba-tiba mengambil kalungku," kata Peter yang menyalahkan Kelly lagi. 

"Aish, kamu ini niat minta maaf tidak? Aku tidak sengaja membawanya saat itu. Dan aku—menyukai kalung itu. Aku pikir, kalung itu sangat cantik. Tetapi, aku yang harus minta maaf. Aku tidak berpikir panjang saat itu," balasnya dengan rasa malu. 

"Tidak apa-apa. Lagian, kalungku sudah kembali juga," jawabnya. "Kelly!" seru Peter. 

"Iya," jawabnya sambil melihat laki-laki tampan seusianya. 

"Maaf, ya, aku tidak bisa memberikan kalung ini padamu," kata Peter dengan wajah merasa bersalah. 

Kelly menyilangkan tangannya. "Ah, ti-tidak perlu seperti itu. Kalung itu penting untukmu, 'kan?" jawabnya dengan pipi merah matang. 

"Tapi, aku akan membelikanmu yang mirip. Ya–walaupun, tidak persis juga. Atau, bagaimana jika kamu ikut aku?" ajak Peter. 

"Kemana?" tanya gadis itu dengan mendekatkan wajahnya. 

Peter pun kini, ikut memerahkan wajahnya. "Ah, bisakah kamu mundur sedikit?" pinta Peter yang merasa tidak nyaman dengan posisi tadi. 

"Ah, iya ma-maaf. A-aku hanya senang," katanya sembari menyelipkan rambutnya di telinga kiri dengan pandangan menunduk. 

"Kita ke suatu tempat. Beli kalung yang kamu mau," jawab Peter. 

"Ah, tidak perlu. Aku tidak membutuhkan kalung, Peter," jawabnya. 

"Kenapa? Aku akan membelikanmu, kok," jawabnya. 

"Tidak perlu. Lupakanlah perkataan aku ingin kalung itu," katanya. 

"Aku serius, Kelly," ucap Peter. 

"Aku juga," cakapnya dengan serius.

Peter melihatnya membuat dirinya ingin melakukan sesuatu.

"Kali ini, kamu harus ikuti keinginanku," kata Peter percaya diri dengan tangan yang menyilang anduk dan senang. 

"Memangnya kamu siapa? Tidak mau!" sentak gadis itu.

"Hmm. Begitu, ya," jawabnya. 

Matanya tertuju pada pasir. 

Peter pun mengotori lengan gadis itu dengan pasir yang dilumuri buih lautan..

"Hey, apa yang kamu lakukan?" ujar Kelly yang membalas perbuatan Peter. 

Kini, mereka seperti sepasang kekasih. Saling mengejar, saling melempar pasir yang dibuat seperti lumpur. Ini seperti perang lumpur. Dan juga, anak-anak itu sangat cerdas, mereka bahkan membuat benteng masing-masing. Melihatnya, ingat masa kecil saat melakukan hal itu. 

Tanpa mereka sadari, gadis berambut panjang dan berponi itu sedang memperhatikan mereka sedari tadi. Jika tanpa perasaan kesal, itu bohong. Gadis itu melempar sepedanya. Melihat kedua insan yang sedang melempar kebahagiaan masing-masing.

"Peter, kamu harus minta maaf atas yang kamu lakukan padaku kali ini. Bagaimana kamu begitu akrab dengannya?" kata gadis yang masih berdiri menyaksikan mereka. Dia ingin Peter langsung melihatnya saat ini juga. "Peter, bahkan kamu tidak bisa melihatku," sambungnya dengan perasaan kesal dan berkobar. Dadanya sesak. Nafasnya tersendat luka. 

Hingga gadis itu pun melemparkan batu kecil ke arah mereka tanpa melukai mereka bersua. 

Glutuk! 

Batu kecil itu menggelinding dan menepi tepat di kaki Peter. Laki-laki itu, langsung melihat seseorang di sana. Peter mengangkat senyumnya lebar. "Kemari," ajaknya singkat. Hal itu membuat sahabatnya itu semakin muak dengan Peter. 

"Aish, dasar laki-laki gila!" teriaknya. 

Peter yang melihat sahabatnya pergi begitu saja, langsung mengejar saat itu juga. Meninggalkan Kelly yang heran dengan pasir di tangannya yang semakin melongsorkan diri. 

"Maaf, Kelly. Aku pergi dulu," kata Peter. 

"Mmm. Tidak apa-apa," jawabya dengan lemah. Tapi, gadis itu malah membuat simpul senyum di wajahnya. "Tadi itu, menyenangkan sekali," gumam gadis itu. 

Sedangkan Peter, dia masih mengejar sahabatnya. 

"Hey! Maisha!! Tunggu! Kenapa kamu pergi begitu saja?" kata Peter dengan volume yang tinggi. 

Maisha tetap mengayuh sepedanya. "Jangan mengejarku," teriaknya.

Namun, langkah kaki Peter lebih cepat. Dia bahkan bisa mengejar sahabatnya. Sepeda Maisha dia raih dan membuat mereka terjatuh bersama. 

"Aw! Aish, Peter gila!" umpat Maisha. Mengusap badannya yang terluka. 

"Aha-hahaha, Maisha, saat jatuh wajahmu aneh sekali," ejeknya. 

"Hey! Bantu aku dulu!" perintah Maisha yang langsung kesal dengan sahabatnya itu.